‘’Tadi malam kamu tidur di mana?’’ tanya Sarah menyelidik.
‘’Apa ibu harus tahu aku tidur di mana?’’ Faisal sedikit kesal.‘’Adelia bilang kamu tidak masuk ke kamarnya setelah pulang kerja. Padahal Adelia menunggumu semalaman.’’ Sarah menatap tajam wajah putranya.‘’Aluna juga berhak atas aku, Bu. Dia istri pertamaku. Ibu juga tidak berhak mengatur urusan rumah tanggaku terus menerus.’’Perbincangan ibu dan anak itu seketika terhentikan oleh Adelia yang tiba-tiba muntah-muntah.‘’Adelia?’’ Sarah mengikuti langkah Adelia yang pergi ke toilet dan muntah-muntah di sana.‘’Adelia!’’ Sarah mengetuk pintu toilet yang berada di ruang tengah. Saat ini keluarga Aditama sedang berkumpul di sana selepas sarapan. Hari sedang libur kerja, sehingga seluruh anggota keluarga ada di rumah.Tak lama Adelia keluar dari toilet tersebut. Wajahnya pias dan matanya berair selepas memuntahkan isi dalam perut.Kehamilan Adelia menjadi diagung-agungkan oleh keluarga Faisal, terutama oleh Sarah ibunya Faisal. Aluna semakin tersisih di rumah itu dan menjadi bahan hinaan bagi mereka karena Aluna belum bisa memberikan keturunan untuk Faisal, seperti Adelia yang kini telah hamil di usia pernikahan yang masih baru.Adelia diperlakukan seperti ratu di rumah itu oleh mertua dan ipar-iparnya. Hal tersebut membuat Adelia semakin besar kepala dan merasa paling berkuasa sehingga dia bisa semena-mena kepada Aluna.‘’Mbak Alun, bisa tolong bikinin aku salad buah?’’ tanya Adelia sambil duduk bersantai di ruang televisi dan kaki selonjoran di atas sofa.‘’Kamu mau salad? Aku beliin ya? Ada penjual salad langgananku rasanya enak,’’ tawar Megan.‘’Enggak. Aku maunya buatan Mbak Alun. Mungkin bawaan bayi,’’ ujar Adelia sambil memegang perutnya yang masih rata.‘’Aluna! Segera buatkan!’’ titah Sarah. ‘’Aku tidak mau nanti cucuku ngeces hanya gara-gara gak dituruti pengen makan salad,’’ lanjut wanita itu.Aluna
‘’Tidak bisa begitu, Bu. Aku harus bersikap adil pada kedua istriku. Aluna istri pertamaku. Istri yang sah di mata agama maupun hukum. Dia punya hak menerima nafkah dariku. Aku akan membagi jatah sesuai dengan kebutuhan masing-masing.’’Faisal menolak perintah ibunya yang memintanya agar memberi jatah lebih besar pada Adelia dibandingkan pada Aluna.‘’Aluna gak butuh apa-apa. Dia paling beli keperluan sendiri, mempercantik dirinya sendiri supaya tidak makin kalah oleh Adelia. Sementara Adelia sudah jelas akan banyaik kebutuhannya sebab dia sedang hamil anakmu!’’ Sarah tetap kekeh dengan keinginannya.‘’Bu, tolong! Biarkan urusan ini menjadi urusan kami bertiga. Ibu jangan ikut campur masalah uang yang akan aku berikan pada mereka.’’ Faisal berkata dengan sangat hati-hati agar tak menyinggung perasaan ibunya.‘’Faisal, kamu harus ingat! Uang yang kamu dapatkan itu berasal dari perusahaan almarhum ayahmu, yakni suami ibu. Jadi, ibu masih punya hak untuk mengatur semuanya. Berikan uang l
Aluna tak mau terus terpuruk menjadi bahan hinaan di keluarga ini. Harga dirinya seakan terinjak-injak oleh mereka, keluarga suaminya. Ditambah lagi Faisal– suaminya sudah tak bisa berpihak lagi kepadanya. Aluna tak lebih dijadikan seorang pembantu di rumah ini. Kehadirannya tak dianggap sebagai istri pertama Faisal di mata mertua serta iparnya. Dia dianggap wanita mandul yang tak berguna sehingga dipandang sebelah mata.Kini saatnya Aluna bangkit. Dia lelah terus bersabar menghadapi orang-orang yang malah semakin menginjaknya saat diam tak melawan. Bersabar bukan berarti harus tunduk dan rela diinjak harga dirinya. ‘’Aluna? Kamu mau kemana?’’ tanya Sarah terkejut saat pagi itu di meja makan tengah sarapan bersama anggota keluarga yang lain.Aluna duduk di kursi biasa, tak segera menjawab pertanyaan mertuanya.‘’Aluna, kamu kenapa pakai pakaian itu?’’ tanya Faisal yang juga heran melihat Aluna berpakaian layaknya wanita kantoran.‘’Maaf, Mas, aku belum sempat bilang ke kamu kalau ak
Aluna melangkah pelan memasuki sebuah kantor barunya tempat dia bekerja. Senyuman mengembang di bibir wanita berhijab itu tatkala melihat seorang sahabat yang setengah berlari mendekat ke arahnya. ‘’Aluna?’’ Wanita itu merentangkan tangan, berhambur memeluk Aluna, meluapkan rasa rindu yang teramat dalam. ‘’Nazwa. Kamu kerja di sini juga?’’ Tak menyangka Aluna bertemu dengan teman kuliahnya dulu. Nazwa mengurai pelukan dan mengangguk cepat sebagai jawaban dari pertanyaan Aluna barusan. ‘’Kamu?’’ Nazwa mengangkat sebelah alisnya. ‘’Ini hari pertamaku masuk kerja di sini,’’ jelas Aluna dan Nazwa pun manggut-manggut. ‘’Kamu kerja lagi, memangnya suamimu mengizinkan kamu kerja? Bukannya dulu kamu sempat bilang kalau kamu resign dari perusahaan lama karena gak dibolehin kerja sama suamimu?’’ cerca Nazwa penasaran. Raut wajah Aluna yang semula dihiasi senyuman seketika berubah diselimuti kabut kesedihan. Hal itu membuat Nazwa penasaran. ‘’Ada apa?’’ Nazwa memicingkan mata. ‘’
‘’Kamu baik-baik saja?’’ tanya salah satu rekan kerja Aluna yang berada di satu toilet yang sama.Aluna mengulas senyum meski rasa pusing di kepalanya membuatnya kurang nyaman. ‘’Aku baik-baik saja, kok.’’‘’Wajahmu pucat, sebaiknya kamu izin pulang ke bos,’’ ujar rekan kerjanya tadi.‘’Ini hari pertama aku kerja. Gak mungkin aku izin, gak enak juga kan sama yang lain. Nanti juga sembuh, kayaknya cuma masuk angin biasa.’’ Aluna mencuci tangan di wastafel. Memperbaiki make-up yang sedikit berantakan setelah muntah-muntah.‘’Tadi pagi udah kerasa? Seharusnya kamu gak usah masuk tau lagi sakit. Walaupun hari pertama kerja, tapi kan bisa mengganggu kerjaan kamu kalau keadaan kamu sendiri kurang sehat. Bos kita itu baik, dia pasti ngerti,’’ balas wanita itu.‘’Tadi pagi sih baik-baik saja. Tiba-tiba mual sama pusing, gak tahu kenapa,’’ timpal Aluna.‘’Jangan-jangan kamu hamil. Kamu udah nikah kan?’’ ‘’Hamil?’’ Seketika Aluna terdiam. Dia memang sudah telat datang bulan, tapi dia tidak ber
‘’Kamu pikir hanya karena sakit kepala dan mual muntah lantas kamu berpikir kamu hamil?’’ sungut Megan yang juga muncul bersama Adelia dan Shela.‘’Palingan kamu meriang,’’ celotehnya sambil diiringi tawa.‘’Merindukan kasih sayang, maksudnya?’’ celetuk Shela dengan tawa yang semakin pecah menertawakan Aluna.‘’Tapi, aku beneran hamil.’’ Aluna merogoh saku pakaiannya bermaksud mengeluarkan alat tes kehamilan yang dia simpan di dalam sana. Belum sempat ia menunjukkan benda itu kepada Faisal, Adelia sudah lebih dulu mengajak Faisal masuk ke dalam.‘’Mas, ayo kita ke kamar. Kamu pasti capek kan? Oh iya, bayi kita tadi menendang-nendang terus. Kayaknya dia nyariin kamu, pengen di elus,’’ ujar Adelia menggiring Faisal masuk ke ruangan lain, sengaja ingin menjauhkan dia dari Aluna.Faisal berlalu begitu saja bersama Adelia dari hadapan Aluna yang belum selesai menjelaskan perihal kehamilannya. Faisal merasa penasaran, tapi dia bingung karena Adelia memaksanya pergi dari sana.Megan dan Shel
‘’Adelia? Kamu kenapa?’’ Faisal mengurungkan niatnya pergi dari ruang makan melihat Adelia memegangi perut sambil meringis sakit.‘’Perutku kram. Bisa tolong bantu aku ke kamar?’’ pinta wanita itu berbohong. Dia sengaja bersandiwara hanya untuk membuat Faisal cemas sehingga melupakan Aluna.Faisal segera menggendong Adelia menuju kamar mereka. Lalu dibaringkan di atas tempat tidur. Sarah mengikuti langkah mereka sebab mengkhawatirkan kondisi kehamilan menantu kesayangannya.‘’Kamu gak apa-apa, Adelia? Kita panggil dokter ya,’’ tutur Sarah menghampiri menantunya yang kini terbaring di tempat tidur.‘’Tidak usah, Bu. Nanti juga baikan kok,’’ tolak Adelia, senyatanya dia hanya berpura-pura.‘’Benar kamu gak kenapa-kenapa. Kalau masih sakit mending kita panggil dokter saja, biar ketahuan apakah kondisi bayi kita baik-baik saja atau bermasalah.’’ Faisal ikut menyarankan, sebab dia mencemaskan bayi dalam kandungan Adelia. Hanya bayinya saja yang dia khawatirkan. ‘’Aku gak apa-apa, Mas. Asa
Nazwa mengayun langkah cepat menuju ruangan Aluna. Tiba di sana, dia langsung membuka pintu tanpa permisi. Tentu saja hal itu membuat Aluna yang ada di dalam ruangan kaget setengah mati.‘’Nazwa?’’ Aluna mengelus dada. Jantungnya seakan ingin melompat dari tempatnya.‘’Bisa kan mengetuk pintu dulu apa mengucapkan salam. Jangan nyelonong begitu, bikin aku kaget saja. Mentang-mentang perusahaan milik tunangannya,’’ sungut Aluna setengah bercanda tapi juga meluapkan kekesalannya.Namun tanggapan Nazwa terlihat aneh. Temannya itu menatap Aluna dengan tatapan yang sulit dijelaskan.‘’Kamu kenapa? Ada masalah?’’ Aluna memiringkan kepalanya, menatap wajah Nazwa yang begitu serius.‘’Bukankah aku yang harusnya bertanya sama kamu. Ada masalah apa kamu dengan Mas Faisal? Dengan rumah tanggamu sehingga kamu harus bekerja di sini!’’ tegas Nazwa menatap tajam ke arah Aluna.Aluna mengedipkan matanya beberapa kali, menghindari tatapan Nazwa yang menusuk. Dia meneguk saliva yang terasa pahit, berpur
‘’Adrian, aku datang ke sini bukan untuk memeriksakan diri. Tapi, ada hal penting yang ingin aku tanyakan,’’ ujar Aluna suaranya menjadi lebih serius.Aluna membuka tas kecil yang disandangnya, mengeluarkan sebuah berkas yang dia temukan di apartemen, kemudian dia berikan pada Adrian, dokter yang dia cari yang ternyata adalah teman lamanya.‘’Aku ingin meminta bantuan darimu.’’ Aluna meletakkan berkas itu di atas meja.’’Adrian menatapnya dengan alis sedikit terangkat. ‘’Tentu. Apa itu? Aku akan membantu semampuku.’’Pria itu meraih berkas yang diletakkan Aluna di atas meja kerjanya. Membacanya dengan seksama. Kedua alis pria itu saling bertautan, sesaat memandang ke arah Aluna lalu kembali menatap kertas di tangannya.‘’Dari mana kamu punya kertas ini dan … apa yang bisa kubantu?’’ tanya Adrian masih mencerna maksud dan keinginan Aluna.‘’Itu berkas seorang pasien yang memeriksakan kandungannya kepadamu, bukan? Aku menemukannya di apartemen.’’‘’Lalu? Apa hubungannya denganmu? Kamu m
‘’Aluna? Kenapa kamu di sini?’’ suara Megan bernada tajam .‘’Aku hanya ada urusan sebentar,’’ jawab Aluna mencoba terdengar santai.Megan memandangnya dari ujung kepala hingga kaki, seolah-olah sedang menilai sesuatu. ‘’Urusan? Ah- aku tahu kenapa kamu di sini.;; Megan melanjutkan, suaranya semakin tajam. ‘’Kamu pasti ingin memeriksakan kehamilan, ya? Sayangnya, aku rasa kamu sudah terlambat untuk itu. Kamu harus sadar kalau Faisal tak akan pernah peduli lagi denganmu.’’Kata-kata itu menohok hati Aluna. Ia berusaha tetap tenang, tetapi dalam hatinya, luka lama kembali menganga. Megan selalu punya cara untuk membuatnya merasa kecil.‘’Kalau begitu semoga urusanmu cepat selesai,’’ ujar Megan dingin sebelum kembali ke tempat duduknya.Aluna menarik napas panjang dan memilih untuk tidak melanjutkan percakapan. Ia tahu Megan hanya ingin memancing emosi, sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan sejak dulu.Setelah mengetahui keberadaan Megan di sini. Aluna memilih untuk menunggu waktu istirah
Aluna menjalani kehidupannya seperti biasa. Pagi hari dia bersiap berangkat ke kantor tempat dia bekerja. Dia berusaha terlihat tenang meski segala beban memenuhi pikirannya.‘’Aluna!’’ sahut Bastian saat melihat wanita itu berjalan di koridor kantor menuju ruangannya.Langkah Aluna terhenti, memutar badan menoleh ke arah seseorang yang memanggil namanya.‘’Pak Bastian?’’ Aluna sedikit membungkukkan badan, memberi hormat pada atasannya.‘’Jangan panggil, Pak, panggil saja Bastian.’’ Pria itu kini berdiri di hadapan Aluna.‘’Tidak, Pak, Anda ini atasan saya. Sangat tidak sopan jika saya harus memanggil nama,’’ tolak Aluna tersenyum ramah.‘’Ya udah gak apa-apa kalau begitu. Oh iya, Aluna, lusa nanti kamu ikut saya untuk mempromosikan kerjasama kita pada klien. Kita bersaing dengan beberapa perusahaan untuk mendapatkan projek ini,’’ perintah Bastian.‘’Baik, Pak, akan saya catat jadwalnya. Lusa kan, Pak?’’ ucap Aluna.‘’Ya, lusa.’’ Bastian menatap Aluna yang sedang mencatat jadwa perte
Aluna duduk di ujung tempat tidur, memandang tumpukan pakaian dan barang-barangnya yang sudah terkemas rapih di koper. Hatinya berdegup cepat, bukan karena kegembiraan, tetapi karena kebingungannya yang semakin dalam. Selama bertahun-tahun, dia menahan perasaan, berusaha menjadi istri yang baik bagi Faisal, dan menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang terasa seperti sebuah rutinitas tanpa akhir di rumah mertuanya.Dia sedang dilema. Antara harus pergi meninggalkan rumah ini atau tetap bertahan dan menghadapi badai rumah tangga yang tak pernah berakhir. Sebagai seorang istri yang baik, memang seharusnya dia tidak boleh pergi selangkah pun tanpa seizin suaminya.Akan tetapi, jika dia terus diam. Maka harga dirinya akan terus diinjak-injak oleh madunya juga keluarga suaminya. Aluna pergi bukan karena ia tidak patuh pada suami. Tetapi dia harus menjaga mental dan kewarasan, terlebih saat ini dia sedang hamil. Lagipula, dia pergi ke tempat Faisal juga. Sebuah apartemen milik suaminya yan
Aluna sudah lebih dulu tiba di depan rumah orang tuanya. Ia melangkah pelan, membawa beban berat di dada. Taksi online yang mengantarnya baru saja berlalu, meninggalkan jejak debu tipis di jalan. Kini, wanita berhijab itu berdiri mematung, ragu-ragu untuk mengetuk pintu.Tangannya terulur, lalu berhenti di udara. Baru setelah menarik napas panjang, Aluna mengetuk pelan. Tak perlu waktu lama, pintu terbuka. Wajah seorang wanita tua menyembul dari baliknya—wajah ibunya, Murni, dengan keriput yang menghiasi kulit dan uban yang mulai mendominasi rambutnya.Tatapan Murni langsung melembut, namun penuh luka yang terlihat jelas di matanya. Aluna segera meraih tangan kurus itu, mengecupnya dengan mata terpejam. Air mata jatuh tanpa permisi, membasahi kulit ibunya yang hangat namun rapuh.Murni, tanpa berkata sepatah kata pun, menarik Aluna ke dalam pelukannya. Tangis kedua wanita itu pecah, menggema di rumah kecil itu. Danu, ayah Aluna, muncul dari balik pintu ruang tengah. Wajahnya berubah t
Nazwa mengayun langkah cepat menuju ruangan Aluna. Tiba di sana, dia langsung membuka pintu tanpa permisi. Tentu saja hal itu membuat Aluna yang ada di dalam ruangan kaget setengah mati.‘’Nazwa?’’ Aluna mengelus dada. Jantungnya seakan ingin melompat dari tempatnya.‘’Bisa kan mengetuk pintu dulu apa mengucapkan salam. Jangan nyelonong begitu, bikin aku kaget saja. Mentang-mentang perusahaan milik tunangannya,’’ sungut Aluna setengah bercanda tapi juga meluapkan kekesalannya.Namun tanggapan Nazwa terlihat aneh. Temannya itu menatap Aluna dengan tatapan yang sulit dijelaskan.‘’Kamu kenapa? Ada masalah?’’ Aluna memiringkan kepalanya, menatap wajah Nazwa yang begitu serius.‘’Bukankah aku yang harusnya bertanya sama kamu. Ada masalah apa kamu dengan Mas Faisal? Dengan rumah tanggamu sehingga kamu harus bekerja di sini!’’ tegas Nazwa menatap tajam ke arah Aluna.Aluna mengedipkan matanya beberapa kali, menghindari tatapan Nazwa yang menusuk. Dia meneguk saliva yang terasa pahit, berpur
‘’Adelia? Kamu kenapa?’’ Faisal mengurungkan niatnya pergi dari ruang makan melihat Adelia memegangi perut sambil meringis sakit.‘’Perutku kram. Bisa tolong bantu aku ke kamar?’’ pinta wanita itu berbohong. Dia sengaja bersandiwara hanya untuk membuat Faisal cemas sehingga melupakan Aluna.Faisal segera menggendong Adelia menuju kamar mereka. Lalu dibaringkan di atas tempat tidur. Sarah mengikuti langkah mereka sebab mengkhawatirkan kondisi kehamilan menantu kesayangannya.‘’Kamu gak apa-apa, Adelia? Kita panggil dokter ya,’’ tutur Sarah menghampiri menantunya yang kini terbaring di tempat tidur.‘’Tidak usah, Bu. Nanti juga baikan kok,’’ tolak Adelia, senyatanya dia hanya berpura-pura.‘’Benar kamu gak kenapa-kenapa. Kalau masih sakit mending kita panggil dokter saja, biar ketahuan apakah kondisi bayi kita baik-baik saja atau bermasalah.’’ Faisal ikut menyarankan, sebab dia mencemaskan bayi dalam kandungan Adelia. Hanya bayinya saja yang dia khawatirkan. ‘’Aku gak apa-apa, Mas. Asa
‘’Kamu pikir hanya karena sakit kepala dan mual muntah lantas kamu berpikir kamu hamil?’’ sungut Megan yang juga muncul bersama Adelia dan Shela.‘’Palingan kamu meriang,’’ celotehnya sambil diiringi tawa.‘’Merindukan kasih sayang, maksudnya?’’ celetuk Shela dengan tawa yang semakin pecah menertawakan Aluna.‘’Tapi, aku beneran hamil.’’ Aluna merogoh saku pakaiannya bermaksud mengeluarkan alat tes kehamilan yang dia simpan di dalam sana. Belum sempat ia menunjukkan benda itu kepada Faisal, Adelia sudah lebih dulu mengajak Faisal masuk ke dalam.‘’Mas, ayo kita ke kamar. Kamu pasti capek kan? Oh iya, bayi kita tadi menendang-nendang terus. Kayaknya dia nyariin kamu, pengen di elus,’’ ujar Adelia menggiring Faisal masuk ke ruangan lain, sengaja ingin menjauhkan dia dari Aluna.Faisal berlalu begitu saja bersama Adelia dari hadapan Aluna yang belum selesai menjelaskan perihal kehamilannya. Faisal merasa penasaran, tapi dia bingung karena Adelia memaksanya pergi dari sana.Megan dan Shel
‘’Kamu baik-baik saja?’’ tanya salah satu rekan kerja Aluna yang berada di satu toilet yang sama.Aluna mengulas senyum meski rasa pusing di kepalanya membuatnya kurang nyaman. ‘’Aku baik-baik saja, kok.’’‘’Wajahmu pucat, sebaiknya kamu izin pulang ke bos,’’ ujar rekan kerjanya tadi.‘’Ini hari pertama aku kerja. Gak mungkin aku izin, gak enak juga kan sama yang lain. Nanti juga sembuh, kayaknya cuma masuk angin biasa.’’ Aluna mencuci tangan di wastafel. Memperbaiki make-up yang sedikit berantakan setelah muntah-muntah.‘’Tadi pagi udah kerasa? Seharusnya kamu gak usah masuk tau lagi sakit. Walaupun hari pertama kerja, tapi kan bisa mengganggu kerjaan kamu kalau keadaan kamu sendiri kurang sehat. Bos kita itu baik, dia pasti ngerti,’’ balas wanita itu.‘’Tadi pagi sih baik-baik saja. Tiba-tiba mual sama pusing, gak tahu kenapa,’’ timpal Aluna.‘’Jangan-jangan kamu hamil. Kamu udah nikah kan?’’ ‘’Hamil?’’ Seketika Aluna terdiam. Dia memang sudah telat datang bulan, tapi dia tidak ber