‘’Bicara apa kamu? Kamu tak pantas berkata seperti itu pada Aluna,’’ tegas Faisal kini tak tinggal diam melihat istrinya selalu diperolok.
‘’Maaf.’’ Adelia tertunduk dalam setelah mendapat bentakan dari Faisal. ‘’Kamu juga jangan bersikap kasar pada Adelia. Dia istrimu. Apa yang salah dengan perkataan Adelia pada Aluna? Apa yang Adel katakan benar. Aluna memang lebih pantas meminum jus itu agar rahimnya subur,’’ tegas Sarah membela menantu barunya. ‘’Tapi, ibu sudah sering memberikan jus apapun untuknya. Aluna tetap tidak bisa hamil,’’ lanjut wanita itu memperparah rasa sakit yang dirasakan oleh Aluna. Tak kuat menghadapi hinaan yang ditujukan kepada dirinya, Aluna segera bangkit berdiri. ‘’Maaf, saya duluan.’’ Gegas wanita itu meninggalkan ruang makan. Berjalan menuju kamarnya. Kabut tipis menghalangi pandangan mata Aluna. Ia tak dapat membendung lagi air matanya, hingga akhirnya tumpah juga. ‘’Ibu keterlaluan!’’ Faisal bangkit berdiri menyusul istrinya. ‘’Mas!’’ Adelia menahan lengan suaminya yang hendak pergi, namun pria itu menyentak tangannya dan berlalu pergi meninggalkan makanannya yang belum habis. Sarah menghela napas panjang melihat sikap putranya pada Adelia. ‘’Maafkan Faisal. Ibu akan membuat Faisal lebih menyayangi kamu dibanding wanita mandul itu. Kamu bersabar sebentar ya,’’ ujar Sarah mencoba menghibur hati Adelia. Mendapat dukungan penuh dari mertua serta ipar-iparnya, Adelia pun semakin percaya diri bisa menjadi ratu di rumah ini. Menyingkirkan Aluna dari kehidupan Faisal, agar hanya dia yang menjadi satu-satunya istri Faisal di rumah ini. ** ‘’Aluna, buka pintunya!’’ Faisal mengetuk pintu kamar yang tertutup rapat. Aluna menangis tersedu. Punggung wanita itu bersandar pada daun pintu, enggan membuka pintu untuk suaminya yang kini berada di balik pintu. Suara tangis Aluna terdengar sampai ke telinga Faisal. Membuat hati pria itu semakin merasa bersalah karena telah mengkhianati istrinya, meski karena terpaksa. ‘’Aluna, kumohon. Kita harus tetap berkomunikasi. Jangan menjauh dariku. Aku tahu, aku salah. Tapi tolong, maafkan aku.’’ Faisal membujuk istrinya supaya mau memaafkan kesalahannya karena telah menikah dengan Adelia. Gilanya lagi malam tadi Faisal telah melakukan ritual malam pertama dengan wanita itu, yang tentunya akan menyakiti hati sang istri. Perlahan Aluna membuka pintu. Setelah dia mengumpulkan sisa keberaniannya untuk menghadapi takdir yang begitu kejam. Aluna menghentikan sejenak tangisnya. Dia tak boleh lemah seperti ini. Dia harus bangkit dari keterpurukan. Jika bukan dia yang menguatkan diri sendiri, lantas siapa yang bisa dia andalkan untuk menghapus luka yang begitu dalam. Faisal? Tidak. Pria itu bahkan menambah luka baru untuknya. Tetapi kesadaran Aluna terhadap statusnya sebagai seorang istri, membuatnya harus tetap menghormati suaminya, apapun yang terjadi. ‘’Maafkan keluargaku, Aluna. Mereka memang keterlaluan.’’ Pintu terbuka, Faisal segera meminta maaf dengan wajah penuh sesal. ‘’Sstt!’’ Aluna menyimpan telunjuknya di bibir sang suami. ‘’Apa yang mereka katakan benar. Aku mungkin belum bisa menjadi istri yang baik untukmu karena sampai detik ini aku belum bisa memberikan keturunan.’’ ‘’Tidak, Aluna. Kamu yang terbaik dan selalu menjadi nomor satu untukku. Kamu tahu kalau aku tak pernah mempermasalahkan soal anak!’’ tegas Faisal merangkul bahu istrinya. Menatap lekat manik mata yang masih meninggalkan basah itu. Dalam keadaab hati yang terluka, Aluna mencoba tersenyum meski sakit sekali. ‘’Tapi aku telah mematahkan harapan ibumu. Sehingga kehadiran Adelia menjadi harapan baru beliau untuk mendapatkan cucu dari wanita itu.’’ ‘’Aku tidak mencintainya.’’ Bola mata Aluna bergerak menata kedua manik berwarna coklat milik suaminya. ‘’Tidak mencintainya tapi kamu sudah menyatukan dirimu dengan dirinya. Apa bisa seseorang melakukan sesuatu yang sakral tanpa adanya cinta?’’ Faisal membeku. Lidahnya seperti kelu tak mampu berkata apapun. Dia tahu kemana arah pembicaraan Aluna saat ini. Aluna menurunkan tangan suaminya yang memegang kedua sisi tubuhnya. Dia berjalan ke arah jendela, menatap keadaan di luar sana dengan tatapan mengawang. ‘’Aku lupa kalau kamu laki-laki yang hasratnya akan lebih cepat terpancing apalagi ketika harus sekamar dengan wanita cantik seperti Adelia.’’ Aluna tersenyum miris, menertawakan nasibnya sendiri yang begitu malang. ‘’Aluna, tolong jangan salah sangka. Malam tadi aku—’’ ‘’Tak perlu merasa bersalah. Dia istrimu sekarang. Kamu dan dia sudah seharusnya melaksanakan kewajiban masing-masing. Aku saja yang belum terbiasa dengan keadaan ini. Tapi, aku akan berusaha ikhlas. Demi kebahagiaan kamu, Mas.’’ Aluna menatap mata suaminya yang bersemu merah. Faisal kehilangan kata-kata. Dia hanya bisa memeluk istrinya, mendekap wanita itu erat. Berharap bisa meringankan rasa sakit yang pastinya begitu hebat dirasakan oleh Aluna saat ini. Perasaan cinta bercampur dengan luka yang kini Aluna rasakan saat berada dalam dekapan Faisal. Semua tak sama seperti yang dulu ia rasakan. Jika dulu Aluna akan merasa tentram saat berada dalam dekapan Faisal. Kini ada sesuatu yang mengganjal di hatinya. Entahlah. Mungkin Aluna harus mulai menerima semua dengan ikhlas. Berdamai dengan nasib yang menimpanya. ‘’Malam ini, aku akan tidur denganmu di sini,’’ ucap Faisal kemudian mencium puncak kepala Aluna yang tertutup oleh hijab. Aluna menggelengkan kepala cepat. ‘’Kamu tidur dengan Adelia dulu. Ibu pasti tak akan mengizinkan kamu tidur denganku. Kamu tau sendiri kalau ibu sedang menaruh harapan pada Adelia. Menggantungkan mimpi memiliki seorang cucu. Jangan membuat keadaan menjadi runyam. Kalian baru menikah, mana mungkin kamu membiarkan Adelia tidur sendirian.’’ Aluna membantah keinginan Faisal. ‘’Tapi Aluna— aku ….’’ ‘’Sudah, Mas. Aku akan terbiasa jika kamu juga membantuku membiasakan diri tidur tanpamu. Lama-lama semua akan terasa mudah jika kita sudah terbiasa. Insya Allah aku ikhlas dan akan bahagia jika memang Allah akan menitipkan benihmu di rahim Adelia hingga tumbuh menjadi calon bayi. Saat itu terjadi, ibu akan berhenti menuntut keturunan, dan aku harap sikapmu padaku masih sama seperti sekarang. Perhatian dan penuh cinta.’’ ‘’Pasti, Aluna. Aku akan berusaha adil apapun yang terjadi nanti.’’ Faisal kembali mendekap istrinya. ‘’Kamu tetap satu-satunya wanita yang menempati tahta tertinggi dalam hatiku. Pernikahanku pada Adelia semata-mata hanya bentuk tanggung jawab.’’ ** Setiap malam, Aluna harus menahan sakit sendirian. Membiarkan suaminya tidur di kamar madunya. Bahkan hampir setiap hari juga Aluna harus kenyang dengan ocehan mertua serta ipar yang tak pernah puas menghina dirinya. Seolah Aluna hanya wanita mandul di mata mereka. Wanita yang tak bisa memiliki keturunan. Semua itu Aluna terima dengan ikhlas. Dia berusaha lebih kuat saat menghadapi cambuk dalam rumah tangganya yang sudah rapuh ini. Suara bel berbunyi. Seorang pria menunggu pintu dibuka. Nando– suami Megan baru saja pulang dari luar kota. Saat ini dia tak sabar ingin melihat istri baru dari Faisal, adik iparnya. Pintu dibuka oleh seseorang. Adelia yang kebetulan berada di ruang tengah membukakan pintu setelah mendengar bunyi bel berulang kali. ‘’Kau?’’ Nando tak percaya melihat wanita yang membukakan pintu untuknya saat ini. ‘’Mas Nando?’’ Adelia tak kalah terkejutnya dari Nando.‘’Nikahi wanita itu, Mas!’’ gumam Aluna dengan suara bergetar.‘’Kamu ini bicara apa? Wanita mana yang kamu maksud?’’ tanya Faisal tak mengerti apa yang dikatakan oleh istrinya.‘’Adelia. Siapa lagi?’’ tegas Aluna. Dadanya begitu sesak saat berkata. Meski sakit dia tetap harus menyampaikan hal ini.Faisal terlihat gelagapan. Fajar baru saja menjelang, dia baru pulang dari apartemennya yang ditempati oleh sang sekretaris bernama Adelia. Suatu hal telah terjadi di antara dia dengan Adelia. Entah bagaimana ceritanya, Faisal tiba-tiba bangun dalam keadaan tanpa busana, berbaring di tempat tidur yang sama dengan wanita itu.Faisal tidak ingat apa-apa. Semalam dia datang ke apartemen atas permintaan Adelia. Melindungi wanita itu dari gangguan mantannya yang terus mengusik kehidupan Adelia. Suatu hari Adelia sempat meminta tolong karena mendapat ancaman dari mantannya yang saiko. Hingga Faisal menyuruh Adelia menempati apartemen miliknya demi keamanan wanita itu. Dan semalam, Adelia menghub
‘’Kamu harus segera menikahi Adelia!’’ Suara Sarah menggema mengisi seluruh penjuru ruangan. Mengundang semua penghuni rumah bermunculan dari kamar mereka di suasana subuh yang memilukan.‘’Bu, aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Ini salah paham!’’ bela Faisal.‘’Mas, kamu lupa kalau semalam kita ….’’ Kalimat Adelia terputus karena tangisnya pecah. Dia berlaku seolah menjadi korban yang paling tersakiti di sini. Senyatanya apa yang sedang dilakukannya saat ini hanya sebuah akting belaka.‘’Ada apa ini?’’ Megan, anak sulung Sarah muncul dan pura-pura terkejut mendengar keributan yang terjadi di depan kamar Faisal.‘’Mbak Adel? Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? Kenapa kamu menangis?’’ tanya Shela, adik Faisal. Anak nomor tiga di keluarga itu.‘’Mas kalian telah merenggut kehormatan Adelia. Sekarang, ibu meminta agar Faisal mau bertanggung jawab dan menikahi Adelia,’’ jelas Sarah membuat dua anak perempuannya membuka mulut lebar dan melotot karena terkejut. Ralat! Mereka hanya pura-
‘’Bagaimana para saksi sah?’’ ujar penghulu.‘’Sah!’’ Kompak semua yang ada di ruangan itu berseru.Tak perlu menunggu lama setelah kejadian tempo hari. Sarah segera menentukan tanggal pernikahan putranya bersama Adelia.Pernikahan digelar di sebuah rumah seorang pemuka agama di kota itu. Wali nikah yang merupakan ayah dari Adelia datang dari luar kota setelah mengetahui putrinya akan menikah secara siri dengan atasannya.Raut-raut bahagia terpancar di wajah mereka. Keluarga Faisal maupun keluarga mempelai wanita. Namun Faisal sendiri sama sekali tak menyangka ia akan menikahi wanita lain, mengkhianati cinta sucinya kepada sang istri, Aluna. Faisal masih berharap ini hanya mimpi baginya, meski tak dipungkiri secara sadar dia menyadari jika semua ini adalah kenyataan.‘’Selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng.’’ Megan menyalami kedua mempelai. Adik kandung serta iparnya yang kini tengah berbahagia di hari pernikahan mereka.‘’Aamiin, makasih,’’ ujar Adelia dengan wajah sumringa
Oliv menutup pintu rumah lalu menguncinya. Dia menatap iba wajah kakak iparnya yang masih mematung berdiri di ruang utama dengan raut wajah pilu.‘’Sabar Mbak Alun. Aku tahu Mbak orangnya kuat,’’ ujar Oliv mengelus bahu Aluna, mencoba menenangkan hati wanita itu. Meski tidak berpengaruh banyak, setidaknya masih ada yang peduli pada Aluna.‘’Makasih, Liv,’’ gumam Aluna dengan suara serak. Lalu keduanya melangkah masuk ke dalam ruangan lain.Terdengar Sarah memanggil asisten rumah tangga mereka.‘’Mbok Painem!’’ sahutnya dan yang dipanggil pun tergopoh-gopoh berjalan keluar dari arah dapur.‘’Iya, Bu?’’ Wanita berusia senja yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Aditama, kini berdiri di hadapan majikannya dengan badan merengkuh sopan.‘’Kamu sudah siapkan kamar pengantin untuk Faisal dan Adel?’’ tanya Sarah.‘’Sudah, Bu. Semuanya sudah rapi,’’ jawab wanita tua itu. Sekilas melirik ke arah Aluna yang baru muncul dari ruang depan. Pancaran mata Aluna menyiratkan kesedihan, membuat
Selepas sholat subuh, seperti biasa Aluna segera ke dapur membantu Mbok Painem menyiapkan sarapan.‘’Mbak Alun gak usah bantuin Mbok. Biar Mbok kerjain semuanya sendiri,’’ ujar wanita berusia senja mencegah Aluna membantunya di dapur.‘’Gak apa-apa, Mbok. Biasanya juga aku bantu, kenapa sekarang gak boleh?’’ tukas Aluna sambil tersenyum.Mbok Painem menatap wajah Aluna yang sembab. Dia tahu jika semalaman wanita muda ini pasti tak bisa tidur. Ia bisa merasakan apa yang Aluna rasakan. Bisa jadi semalaman ini Aluna menghabiskan waktu dengan menangis. Hati perempuan mana yang tidak akan terluka saat suaminya menghabiskan malam pertama bersama wanita lain, bahkan harus seatap dengannya. Tak bisa dibayangkan seperti apa hancurnya hati Aluna.‘’Kenapa Mbok menatapku seperti itu?’’ tanya Aluna menyadari tatapan Mbok Painem yang begitu dalam memindai wajahnya.‘’Mbok tahu Mbak Alun sedang sedih. Makanya Mbok gak mau Mbak Alun bantuin Mbok di dapur. Lebih baik Mbak Alun istirahat saja di kamar