Selepas sholat subuh, seperti biasa Aluna segera ke dapur membantu Mbok Painem menyiapkan sarapan.
‘’Mbak Alun gak usah bantuin Mbok. Biar Mbok kerjain semuanya sendiri,’’ ujar wanita berusia senja mencegah Aluna membantunya di dapur. ‘’Gak apa-apa, Mbok. Biasanya juga aku bantu, kenapa sekarang gak boleh?’’ tukas Aluna sambil tersenyum. Mbok Painem menatap wajah Aluna yang sembab. Dia tahu jika semalaman wanita muda ini pasti tak bisa tidur. Ia bisa merasakan apa yang Aluna rasakan. Bisa jadi semalaman ini Aluna menghabiskan waktu dengan menangis. Hati perempuan mana yang tidak akan terluka saat suaminya menghabiskan malam pertama bersama wanita lain, bahkan harus seatap dengannya. Tak bisa dibayangkan seperti apa hancurnya hati Aluna. ‘’Kenapa Mbok menatapku seperti itu?’’ tanya Aluna menyadari tatapan Mbok Painem yang begitu dalam memindai wajahnya. ‘’Mbok tahu Mbak Alun sedang sedih. Makanya Mbok gak mau Mbak Alun bantuin Mbok di dapur. Lebih baik Mbak Alun istirahat saja di kamar. Mbak pasti kurang istirahat,’’ tuturnya. Ia tangkap ada lingkar hitam di area mata indah Aluna. Hampir setiap malam Aluna tak bisa tidur hingga lingkar hitam itu muncul. ‘’Justru aku ingin menyibukan diri biar bisa melupakan masalahku, Mbok.’’ Aluna menghentikan sejenak kesibukannya. Menatap serius pada wanita yang tingginya jauh lebih pendek darinya. Tak terasa kabut tipis menghalangi pandangan Mbok Painem. Wanita itu segera membuang wajah, menyembunyikan rasa prihatinnya terhadap sang majikan. ‘’Ya sudah kalau begitu,’’ gumamnya pelan. ** Keluarga Aditama satu persatu mulai turun dari lantai atas menuju ruang makan. Shela bersama suaminya Riko sudah lebih dulu datang ke ruang makan. Disusul Megan bersama Sarah juga Oliv yang kini duduk di tempat masing-masing. Menu makanan sudah tersaji di meja. Berbagai menu masakan yang dibuat oleh Aluna bersama Mbok Painem. Diolah dengan penuh cinta hingga membuat mereka yang melihat makanan itu berselera untuk menyantapnya. ‘’Faisal sama Adelia mana? Kok mereka belum turun?’’ tanya Sarah, mengedarkan pandangan, mendapati putra dan mantunya belum bergabung di meja makan. ‘’Ibu ini kayak gak tahu saja. Mereka pasti habis bertempur malam tadi, makanya kesiangan. Capek pasti,’’ sela Megan. Saat yang bersamaan Aluna sedang menuangkan air pada gelas untuk keluarga besar itu minum. Mendengar perkataan Megan membuat Aluna melamun hingga air yang ia tuang ke dalam gelas, meluber kemana-mana. ‘’Aluna!’’ sahut Sarah membuat yang dipanggil terhenyak mengerjapkan matanya. ‘’Astaghfirullah!’’ Aluna menyadari kesalahannya yang telah menumpahkan air putih di atas meja makan. Megan dan Shela saling beradu pandang satu dengan lainnya. ‘’Gimana mau jadi istri yang baik kalau nuangin air aja gak becus. Bisa kamu apa sih?’’ hardik Megan, mulutnya tajam seperti silet. ‘’Maaf, Mbak, aku gak sengaja.’’ Buru-buru Aluna membersihkan air yang tumpah di atas meja tersebut. Mulut Megan bergerak komat-kamit meniru ucapan Aluna barusan. Shela tertawa cekikikan melihat tingkah kakak sulungnya. Sementara Riko, suami Shela yang terkenal tertutup dan pendiam segera mengelus tangan istrinya agar berhenti menertawakan kakak iparnya. ‘’Mbok Painem, tolong panggilkan Faisal sama Adel. Suruh mereka turun. Bilang kalau kami sudah menunggu di meja makan,’’ titah Sarah pada asisten rumah tangganya. Mbok Painem yang masih sibuk dengan pekerjaannya segera mengangguk. ‘’Jangan Mbok Painem, dia lagi sibuk. Biar Aluna saja yang panggil Faisal,’’ sergah Megan dengan sengaja. ‘’Mbok gak sibuk kok,’’ sela Mbok Painem. ‘’Mbok sibuk. Aku mau nyuruh Mbok buatkan oatmeal untukku. Hari ini aku diet gak makan-makanan ginian apalagi buatan tangan wanita mandul. Takut ketularan,’’ tukas Megan semakin berani merendahkan Aluna semenjak Faisal telah menikah dengan Adelia. Lagi-lagi Megan menancapkan duri tajam ke hati Aluna, seolah tak pernah puas menyakiti hati wanita itu. ‘’Aluna! Panggil Faisal dan Adel! Suruh mereka turun.’’ Kali ini Sarah yang memerintah. Aluna tak bisa menolak apalagi sudah Sarah yang bicara. Di rumah ini Sarah merupakan orang tua tunggal di keluarga ini. Aditama suaminya telah berpulang sekitar lima tahun lalu, sebelum Aluna menjadi menantu di rumah ini. Tak mau berdebat, Aluna segera melangkah menaiki anak tangga menuju lantai atas di mana kamar Adelia dan Faisal berada. Tiba di depan pintu kamar. Aluna terdiam sejenak. Ragu-ragu tangannya hendak mengetuk pintu kamar tersebut. Baru saja Aluna mengangkat tangannya bersiap untuk mengetuk pintu. Tiba-tiba pintu dibuka dari dalam hingga tangan Aluna yang melayang di udara segera diturunkan. Pemandangan tak mengenakan yang pertama kali tertangkap oleh netra Aluna. Faisal muncul dari balik pintu bersama Adelia dengan rambut mereka yang setengah kering. Bisa dipastikan keduanya baru saja mengeringkan rambut setelah keramas. Ada nyeri yang menusuk hingga ke ulu hati yang dirasakan Aluna saat ini. ‘’Aluna?’’ Faisal mencoba melepaskan tangan Adelia yang bergelayut manja di lengannya. Tetapi wanita itu malah mengeratkan pelukannya pada lengan Faisal. Padahal Faisal bermaksud menjaga hati Aluna, tapi Adelia seolah tak mengizinkannya. Bibir Adelia mengukir senyum sinis penuh kemenangan. ‘’Mas– ibu dan yang lain menunggu di bawah.’’ Aluna bicara dengan terbata. Dia tak berani berlama-lama menatap suaminya maupun wanita itu. ‘’Ayo, Mas. Aku udah lapar. Tenaga kita habis dan butuh makan,’’ ajak Adelia. ‘’Kamu duluan, nanti aku nyusul. Aku mau bicara sebentar dengan Aluna,’’ ujar Faisal. Wajah Adelia yang semula sumringah kini ditekuk. ‘’Maaf, Mas, aku juga harus segera turun untuk makan. Energiku juga habis karena harus menghadapi orang-orang toxic di rumah ini. Permisi!’’ Aluna segera mengambil langkah seribu. Ia sengaja menghindar dari suaminya. Berulang kali hatinya bagai dihujam oleh benda yang tajam. Terlebih melihat sang suami yang mungkin telah melakukan hubungan suami istri dengan Adelia. Padahal sebelumnya Faisal selalu bilang kalau pria itu hanya mencintainya. Tak akan pernah menyakiti hati Aluna bahkan menolak menikah dengan Adelia. Tapi semua perkataan itu terbantahkan pagi ini. Secepat itukah Faisal menerima Adelia dalam kehidupannya hingga ia sudah melaksanakan kewajibannya terhadap Adelia? Bukankah Faisal tidak mencintai wanita itu? ‘Lambat laun semua itu memang pasti terjadi. Hubungan suami istri adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan oleh mereka. Tapi apakah harus secepat ini Mas Faisal jatuh ke pelukan Adelia?’ hati Aluna berbicara. ‘Faisal laki-laki normal, Aluna. Dia melakukan kewajibannya sebagai seorang suami. Tapi kenapa hati ini rasanya sakit,’ rutuknya kemudian. Rumah ini sudah menjadi neraka bagi Aluna, bahkan sebelum Adelia muncul. Sarah, mertuanya, selalu menuntut Aluna supaya memiliki keturunan. Namun setelah dua tahun pernikahan, Aluna tak kunjung dikaruniai anak. Hal itu menjadi tekanan batin bagi Aluna karena Sarah tak pernah berhenti mendesaknya. Sementara hal semacam itu di luar kuasa Aluna. Hanya kehendak Tuhan yang mampu merubah nasibnya. Aluna tak pernah berhenti berusaha. Mengikuti segala program kehamilan, bahkan kerap kali konsultasi pada dokter. Jika sudah semua ikhtiar dilakukan, sementara ia tak kunjung hamil. Aluna bisa apa? Ia hanya bertawakal. Untungnya Faisal tak pernah banyak menuntut. Hanya Faisal satu-satunya kekuatan bagi Aluna menghadapi mertua dan ipar-iparnya yang bermulut pedas. Tapi kini dia seperti lumpuh dan kehilangan tumpuan. Cinta Faisal telah terbagi. Mampukah Aluna bertahan hidup satu atap dengan madunya? ‘’Mbok, mana jus buat Adelia?’’ tanya Sarah. Mbok Painem segera mengambil jus yang dibuat khusus untuk Adelia. Meletakkannya di atas meja, di dekat Adelia. Wanita itu kini duduk di kursi yang biasa di tempati oleh Aluna. Sehingga Aluna duduk di kursi yang lain, di sebelah Oliv. ‘’Jus apa ini, Bu?’’ tanya Adelia menatap gelas jangkung berisi cairan hijau di dalamnya. ‘’Itu jus sayur. Khusus Mbok Painem buatkan untuk kamu. Jus itu punya khasiat menyuburkan rahim. Supaya kamu dan Faisal segera punya keturunan. Ibu sangat mengharapkan keturunan dari kalian. Ibu ingin cucu dari Faisal,’’ jelas Sarah. ‘’Aku juga gak sabar pengen momong ponakan,’’ sela Megan yang mendapat anggukan dari Shela. Faisal melirik ke arah Aluna yang duduk di seberangnya. Sebuah meja persegi panjang menjadi penghalang mereka. Aluna tampak tertunduk dalam, tangannya memainkan sendok di atas piring. Faisal tahu betul sedari tadi Aluna belum menyuapkan apapun ke mulutnya. Hanya memainkan sendok di alas makan wanita itu. Faisal tahu apa yang ada dalam pikiran istri pertamanya saat ini. ‘’Maaf, Bu. Sepertinya Ibu salah kasih jus ini.’’ Adelia tersenyum tipis, memandang ke arah Sarah, mertuanya. ‘’Maksudnya?’’ Kening keriput Sarah kian mengkerut. ‘’Harusnya jus sayuran hijau ini Ibu kasih ke Mbak Aluna. Rahimku baik-baik saja, Bu. Mbak Aluna lebih membutuhkan jus ini daripada aku,’’ sungut Adelia menatap sinis kepada Aluna yang kini terhenyak mendengar perkataannya.‘’Bicara apa kamu? Kamu tak pantas berkata seperti itu pada Aluna,’’ tegas Faisal kini tak tinggal diam melihat istrinya selalu diperolok.‘’Maaf.’’ Adelia tertunduk dalam setelah mendapat bentakan dari Faisal.‘’Kamu juga jangan bersikap kasar pada Adelia. Dia istrimu. Apa yang salah dengan perkataan Adelia pada Aluna? Apa yang Adel katakan benar. Aluna memang lebih pantas meminum jus itu agar rahimnya subur,’’ tegas Sarah membela menantu barunya.‘’Tapi, ibu sudah sering memberikan jus apapun untuknya. Aluna tetap tidak bisa hamil,’’ lanjut wanita itu memperparah rasa sakit yang dirasakan oleh Aluna.Tak kuat menghadapi hinaan yang ditujukan kepada dirinya, Aluna segera bangkit berdiri. ‘’Maaf, saya duluan.’’ Gegas wanita itu meninggalkan ruang makan. Berjalan menuju kamarnya.Kabut tipis menghalangi pandangan mata Aluna. Ia tak dapat membendung lagi air matanya, hingga akhirnya tumpah juga.‘’Ibu keterlaluan!’’ Faisal bangkit berdiri menyusul istrinya.‘’Mas!’’ Adelia menahan lenga
‘’Nikahi wanita itu, Mas!’’ gumam Aluna dengan suara bergetar.‘’Kamu ini bicara apa? Wanita mana yang kamu maksud?’’ tanya Faisal tak mengerti apa yang dikatakan oleh istrinya.‘’Adelia. Siapa lagi?’’ tegas Aluna. Dadanya begitu sesak saat berkata. Meski sakit dia tetap harus menyampaikan hal ini.Faisal terlihat gelagapan. Fajar baru saja menjelang, dia baru pulang dari apartemennya yang ditempati oleh sang sekretaris bernama Adelia. Suatu hal telah terjadi di antara dia dengan Adelia. Entah bagaimana ceritanya, Faisal tiba-tiba bangun dalam keadaan tanpa busana, berbaring di tempat tidur yang sama dengan wanita itu.Faisal tidak ingat apa-apa. Semalam dia datang ke apartemen atas permintaan Adelia. Melindungi wanita itu dari gangguan mantannya yang terus mengusik kehidupan Adelia. Suatu hari Adelia sempat meminta tolong karena mendapat ancaman dari mantannya yang saiko. Hingga Faisal menyuruh Adelia menempati apartemen miliknya demi keamanan wanita itu. Dan semalam, Adelia menghub
‘’Kamu harus segera menikahi Adelia!’’ Suara Sarah menggema mengisi seluruh penjuru ruangan. Mengundang semua penghuni rumah bermunculan dari kamar mereka di suasana subuh yang memilukan.‘’Bu, aku tidak melakukan apa-apa dengannya. Ini salah paham!’’ bela Faisal.‘’Mas, kamu lupa kalau semalam kita ….’’ Kalimat Adelia terputus karena tangisnya pecah. Dia berlaku seolah menjadi korban yang paling tersakiti di sini. Senyatanya apa yang sedang dilakukannya saat ini hanya sebuah akting belaka.‘’Ada apa ini?’’ Megan, anak sulung Sarah muncul dan pura-pura terkejut mendengar keributan yang terjadi di depan kamar Faisal.‘’Mbak Adel? Kenapa pagi-pagi sudah ada di sini? Kenapa kamu menangis?’’ tanya Shela, adik Faisal. Anak nomor tiga di keluarga itu.‘’Mas kalian telah merenggut kehormatan Adelia. Sekarang, ibu meminta agar Faisal mau bertanggung jawab dan menikahi Adelia,’’ jelas Sarah membuat dua anak perempuannya membuka mulut lebar dan melotot karena terkejut. Ralat! Mereka hanya pura-
‘’Bagaimana para saksi sah?’’ ujar penghulu.‘’Sah!’’ Kompak semua yang ada di ruangan itu berseru.Tak perlu menunggu lama setelah kejadian tempo hari. Sarah segera menentukan tanggal pernikahan putranya bersama Adelia.Pernikahan digelar di sebuah rumah seorang pemuka agama di kota itu. Wali nikah yang merupakan ayah dari Adelia datang dari luar kota setelah mengetahui putrinya akan menikah secara siri dengan atasannya.Raut-raut bahagia terpancar di wajah mereka. Keluarga Faisal maupun keluarga mempelai wanita. Namun Faisal sendiri sama sekali tak menyangka ia akan menikahi wanita lain, mengkhianati cinta sucinya kepada sang istri, Aluna. Faisal masih berharap ini hanya mimpi baginya, meski tak dipungkiri secara sadar dia menyadari jika semua ini adalah kenyataan.‘’Selamat atas pernikahan kalian, semoga langgeng.’’ Megan menyalami kedua mempelai. Adik kandung serta iparnya yang kini tengah berbahagia di hari pernikahan mereka.‘’Aamiin, makasih,’’ ujar Adelia dengan wajah sumringa
Oliv menutup pintu rumah lalu menguncinya. Dia menatap iba wajah kakak iparnya yang masih mematung berdiri di ruang utama dengan raut wajah pilu.‘’Sabar Mbak Alun. Aku tahu Mbak orangnya kuat,’’ ujar Oliv mengelus bahu Aluna, mencoba menenangkan hati wanita itu. Meski tidak berpengaruh banyak, setidaknya masih ada yang peduli pada Aluna.‘’Makasih, Liv,’’ gumam Aluna dengan suara serak. Lalu keduanya melangkah masuk ke dalam ruangan lain.Terdengar Sarah memanggil asisten rumah tangga mereka.‘’Mbok Painem!’’ sahutnya dan yang dipanggil pun tergopoh-gopoh berjalan keluar dari arah dapur.‘’Iya, Bu?’’ Wanita berusia senja yang sudah mengabdi puluhan tahun di keluarga Aditama, kini berdiri di hadapan majikannya dengan badan merengkuh sopan.‘’Kamu sudah siapkan kamar pengantin untuk Faisal dan Adel?’’ tanya Sarah.‘’Sudah, Bu. Semuanya sudah rapi,’’ jawab wanita tua itu. Sekilas melirik ke arah Aluna yang baru muncul dari ruang depan. Pancaran mata Aluna menyiratkan kesedihan, membuat