The Teahouse tampak berbeda di abad kedua puluh satu. Tidak, bukan karena pelayannya telah digantikan robot semenjak Nyonya Bache pergi. Tidak juga karena interior antiknya berubah mengusung gaya Inggris modern. Mereka tetap serupa, tapi di bawah naungan atmosfer yang berbeda. Bahkan tempat ini sekarang menyajikan kopi semenjak kebudayaan mengonsumsi kopi tak lagi asing di lidah masyarakat Inggris. Tempat ini pun memiliki tambahan & Cafè setelah kata Teahouse dan mereka menghapus awalan The. Meskipun demikian, pria dengan koper persegi panjang di lantai tak pernah mengubah selera tehnya meski kopi mulai menjajaki daftar terfavorit.Pria itu kini memandang beberapa lembar kertas di dalam sebuah stopmap selagi menanti teh pesanannya tiba untuk dicicipi. Ketika ia selesai menumpuk rapi semua kertas dan memasukkannya kembali ke dalam koper, sebuah jurnal dari dalam sana mengganti posisi si stopmap. Tangan menarikan pena itu untuk menulis 28 April 2010. Tak ada perubahan. Masih aku. Masih
Dua bulan semenjak pertemuannya dengan Dan Nordstrom, dia masih belum menemukan jawaban. Sebuah kotak—sama persis dengan milik Louis Wistletone ketika ia masih menjadi kepala sekolah di sana—berdiri di sudut meja yang sama. Kebenaran dan kebohongan ada di dalamnya. Apabila Pete mencoba memilih mana yang harus dikatakan lebih dulu, ia tak tahu. Keduanya harus dikatakan bersamaan. Sehingga sore ini ia memilih untuk pulang, kendati tinggal di asrama Wistletone’s School seperti beberapa hari sebelumnya.Jikalau kotak itu milik Louis yang diwariskan untuknya, maka ia memiliki benda untuk diwariskan pula nantinya; sebuah jurnal. Mungkin terdengar tak menyenangkan, tapi sama seperti kotak Louis dengan rahasia di dalamnya, ia juga memiliki beberapa di dalam jurnal itu. Yang Pete butuhkan hanyalah seseorang untuk dipercaya menjaga rahasia dalam jurnal dia.Ia baru saja menuruni beberapa anak tangga ketika kotak itu nyaris lolos dari dekapannya sebab sepasang anak laki-laki berumur 14 tahunan b
Pagi itu suasana di Newcastle Central tampak sesak, hampir tak ditemukan celah bagi pemandangan loket ataupun kursi panjang stasiun karena dipenuhi orang-orang yang berdiri rapat, tak mengizinkan se-centi ruang pun tersisa di antara kumpulan massa. Beberapa orang yang baru saja keluar dari dalam kereta menjentikkan lidah mereka merasa kesal, atau hanya sekadar berdiri di depan pintu kereta seraya menghembuskan nafasnya, atau mulai mengangkati koper mereka tak sabaran ingin
Perjalanan terasa cukup singkat baginya mengingat perasaan rindunya tak tertahankan. Dan selama Louis pergi untuk pendidikan militernya, ia mendengar sangat sedikit kabar, seperti Anthony yang sedang belajar untuk menggantikan ayahnya nanti mengurus sekolah. Louis menanggapi berita itu sebagai lelucon mengingat Anthony adalah sosok yang tak suka hidup dalam lilitan aturan dan formalitas yang seperti kemayaan tiada guna. Kendati menjadi kepala sekolah, ia lebih menginginkan mengurus perkebunan milik keluarga. Namun, karena Louis sudah menjadi tentara Inggris sepenuhnya yang artinya dia tak bisa mengurus sekolah, Anthony terpaksa menggantikan
Ia melirik arloji yang baru saja diraihnya dari dalam kantong celananya. Sudah mendekati waktu makan siang dan ia yakin sekali aula utama akan ramai dipenuhi anak-anak yang bersiap untuk makan bersama. Namun, sebelum Louis tiba di ujung
Malam harinya benar saja. Baik Anthony, Richard, maupun Louis pulang ke rumah untuk makan malam bersama. Sayang sekali Celestine belum tampak keberadaannya di sekitar meja makan membuat Louis semakin jengkel dengan sosok Joseph Stefar si bajingan nyaris miskin. Namun, ia tak bermaksud menghancurkan malam pertamanya di Newcastle dengan berteriak memaki-maki nama Joseph Stefar di meja makannya. Ia memilih untuk diam seolah menikmati makan malamnya. Bahkan ketika adiknya, Virginia Wistletone, menawarinya segelas wine, ia hanya mengangguk tak menjawab ya atau tidak. Rasanya makan malam, malam itu, begitu sepi tak ada topik yang bisa dibicarakan.
"Ini seharusnya tak terjadi padamu."Namun dengan cepat Celestine menarik tubuhnya menjauh dan menggelengkan kepalanya setelah mengusap wajahnya. Senyuman pun tercipta saat itu juga. "Aku tak menyesalinya, Lou. Aku dan Joseph saling mencintai dan kami sudah memiliki seorang putri sekarang. Setidaknya sekarang aku mempunyai alasan untuk tetap bersama Joseph m
Tak memiliki pilihan setelah pernyataan ayahnya didengar, Jasper pun mendorong tubuhnya untuk masuk ke dalam rumah dan dari balik jendela, tampak Jasper sedang memaksa istrinya untuk keluar memberikan Abigail kepada Louis. Meskipun wanita itu ragu, pada akhirnya ia keluar dengan Abigail dalam gendongannya membuat Louis sedikit terbelalak mengetahui fakta bahwa Abigail bukan lagi seorang bayi karena dia muncul dalam balutan baju tidur yang cantik dengan rambut pendek mencapai daun telinganya. Tampak sangat cantik dan membuat Louis tersenyum ketika menarik Abigail ke dalam gendongannya karena gadis kecil itu memiliki mata Celestine tapi lebih gelap jadi tampak seperti biru miliknya yang tak t