Kerajaan Ming adalah tempat dimana para saudagar hidup, kota besar dengan penduduk lebih dari 15 juta jiwa itu menjadi tempat pemberhentian para saudagar. Siapapun akan kagum dengan properti yang ada dikerajan itu, kota kaya dan makmur itu benar benar terlihat anggun.
Dirumah terbesar yang ada di ibu kota kerajaan Ming, seseorang pria bernama Vans terbaring kaku di tempat tidurnya, saudagar yang dahulunya sangat disanjung itu kini berubah menjadi sampah tak berguna. "Lisa tolong ambilkan obat ku," teriak Vans dengan suara lirihnya. Wanita yang dipanggil itu adalah istirnya. Namanya adalah Lisa, beberapa tahun yang lalu dia menikahi wanita itu. Kehidupan bahagia yang seharusnya akan dialami oleh Vans berubah menjadi kesengsaraan semenjak, dia mengalami sakit lumpuh. "Ah merepotkan sekali dasar pria yang hanya bisa menyusahkan orang lain. Mulai hari ini aku tak akan menuruti permintaan mu itu," ucap Lisa. Semenjak Vans mengalami sakit lumpuh, perilaku Lisa berubah seperti itu. Dahulu Vans mengenal Lisa sebagai sosok yang lemah lembut, dia pun jatuh cinta dengan Lisa pada pandangan pertamanya. Namun yang tidak diketahui oleh Vans yang lugu, Lisa memang sengaja berperilaku lemah lembut seperti itu hanya semata mata untuk mengambil keuntungan dari pengusaha muda sukses yang kaya raya. "Lisa aku mohon ambilkan obat ku, jantungku sudah mulai terasa sesak," ucap Vans. Lisa mendecakan lidahnya, mau tak mau dia harus menuruti permintaan suaminya itu, dia berjalan memasuki kamar yang dimiliki oleh Vans. Lisa dengan perlahan berjalan menuju ketempat Vans, Lisa nampaknya begitu sengaja melakukan itu. Vans yang terbujur kaku ditempat tidurnya terus menekan nekan jantung yang terasa nyeri, namun Lisa tetap memelankan kakinya tanpa mengubah ekspresi yang dia miliki. Dia pun akhirnya sampai ditempat tidur suaminya itu, sesampainya disana dia mengambil botol obat. "Benda inikah yang sangat kau inginkan," dengan gelegat congkaknya yang melebihi sampah, Lisa tanpa merasa iba memperlihatkan botol berisikan bermacam macam pil didepan mata Vans. Dia menggoyangkan pil itu seperti mainan yang menyenangkan, tawa yang dikeluarkannya perlahan mulai bocor keatas permukaan. "Lisa tolong berikan itu padaku," ucap Vans sambil melambaikan tangannya berusaha menangkap pil yang digenggam oleh Lisa. Lisa menarik tangannya dengan antusias, "jangan harap aku akan memberikan ini padamu," ucap Lisa. Dia pun membalikkan pil yang susa payah untuk dibeli. Butiran butiran pil yang bermacam warna itu tumpah kelantai lantai. Lisa pun memijak pil itu dengan wajah penuh kemenangan. "Sudah saatnya kau pergi dari dunia ini dasar orang cacat yang begitu merepotkan, aku sudah muak meladeni permintanmu setiap waktu. Ah sebelum itu aku ingin memberitahukan sesuatu padamu, penyakit yang kau derita kali ini bukan tanpa ketidak sengajaan melainkan semuanya sudah aku rencanakan, aku telah memasukkan racun pada makanan mu sebelumnya," Lisa pun menunduk mengambil sebuah pil yang sebelumnya diinjaknya. Dia pun memperlihatkan pil itu tepat didepan mata Vans. "Dan pil ini bukanlah obat untuk menyembuhkan penyakit yang kau derita melainkan ini adalah obat untuk memperparah penyakit mu. Coba saja pikirkan ini dengan kepala dingin, mana mungkin penyakit yang kau derita selama lima tahun tidak pernah sembuh. Dan satu lagi, aku ingin memperkenalkan seseorang padamu, mas Arlon kesini lah," ucap Lisa. Setelah semua hartanya direnggut oleh Lisa, Vans mendengar sebuah kebenaran yang amat menyakitkan seperti itu. Wajahnya kini memerah seperti tomat yang telah matang. Harta miliknya yang diambil oleh Lisa bukanlah penyebab utama dari amarahnya saat ini, melainkan pria yang baru saja masuk itulah yang menyebabkan semua amarah milik Vans meletus seperti itu. "sial sial mengapa semua ini terjadi, lihat saja aku akan membalas perilaku buruk kalian berdua," teriak Vans dengan sisa sisa tenaganya yang nyaris menghilang. "membalas kami berdua? bagaimana cara kau melakukan itu, ayo pukul aku, hahaha kau pasti tidak bisa melakukan itukan sudah terima saja nasibmu, pecundang," ucap Arlon mendekatkan pipinya di depan mata vans. Vans yang terbaring kaku itu pun menertawakan dirinya, seharusnya dia tidak membantu orang jahat seperti Alron. kenyataan pahit bahwa gembel yang diselamatkan olehnya berkhianat benar benar membuat dirinya muak. Dia berpikir tak seharusnya membiarkan Arlon begitu saja, sejak pria itu berusaha mengambil alih perusahaannya. Memang kerjasama mereka sudah terputus sejak insiden itu, namun Vans tetap menjadikan dia teman. lalu pada akhirnya dia mendapatkan penghianatan itu sendiri. Apakah semua ini adalah penebusan untuk dosa masa lalunya? Vans pun merenungkan itu ketika dia merasa hari ini adalah detik detik terakhir hidupnya. "Mengapa kau menghianati ku Lisa, aku tak bisa mempercayai semua ini. Kau juga Arlon kukira kau adalah sahabat yang baik hati, ternyata kau adalah ular yang bersembunyi didalam selimut tidurku. Ah bajiangan,"ucap Vans. "lihat cacing menjijikan ini, bukankah dia melakukan hal percuma. Mas Vans, benar yang dikatakan mas Arlon terima saja nasibmu ini dan mati dengan tenang," ucap Lisa. Dia pun memeluk laki laki lain didepan suaminya yang tak bisa berkutik. Vans yang melihat itu meronta-ronta sambil berharap ada keajaiban yang datang padanya. Namun semua itu mustahil, Vans tak berharap lebih dengan keajaiban itu. jika tuhan memang ada, dia tak akan merasakan hal ini. Tubuhnya semakin lemas, Vans sangat membutuhkan pertolongan akan tetapi sialnya kedua orang itu tak menghiraukan Vans. tanpa peduli sekitar kedua orang itu saling berciuman didepan Vans tanpa ada rasa bersalah sedikitpun. "Mas Arlon ayo kita lanjutkan yang tadi, tinggalkan saja orang tak berguna ini, meladeninya hanya membuang buang waktu kita," ucap Lisa. "pemikiran kita benar benar sama sayang, mari kita nikmati malam ini dengan perayaan," ucap Arlon. Vans yang masih terbujur kaku itu menekan jantungnya dengan sangat kuat, "aku tak ingin mati, aku ingin membalas semua perbuatan mereka. Seandainya waktu bisa diputar kembali aku tidak akan mengulangi kesalahan seperti ini. Maaf atas semua perlakuan burukku Liana, meninggalkan mu adalah penyesalan terbesar ku," ucap Vans dengan sisa sisa tenaganya. Pandangan miliknya mulai kabur, tubuhnya terasa seperti tersambar petir dan pada akhirnya dia benar benar menghembuskan nafasnya untuk terakhir kalinya. **** Vans yang sebelumnya merasakan rasa sakit yang tak pernah dibayangkan olehnya akhirnya mendapatkan ketenangan pada jiwanya. Namun itu kasus lain, pada kasus milik Vans dia belum sepenuhnya menuju alam jiwa. Pada saat ini Vans masih berada dialam penghitungan, hanya butuh beberapa waktu saja sampai akhirnya dia dipindahkan kealam jiwa. Ruangan putih yang begitu mencolok itu membuat kepala Vans menoleh ke-kanan dan ke-kiri. Dilihat dari gelagat tubuh milik Vans, Dia tak tahu harus berbuat apa ditempat semacam ini. "Apakah ini benar benar nyata, mengapa tubuh ku bisa digerakkan. Ini benar benar menyenangkan," ucap Vans. Sudah lima tahun semenjak dia mengalami lumpuh pada tumbuhnya, sensasi ketika berjalan itu mengingatkannya ketika masih mudah. Vans yang merasa senang itu akhirnya sadar, sekarang bukan waktunya untuk merayakan keajaiban itu. Dia pun mencari petunjuk, ketika dia melihat tangga Vans pun bergumam pelan. "Ah mungkin aku akan menemukan jalan keluar jika aku menaiki tangga itu," ucap Vans. Tangga yang dimaksud oleh Vans adalah jalan untuk menuju ke-alam jiwa, jiwanya pasti akan tenang ketika memasuki itu. Namun seandainya dia tahu tidak akan bisa kembali ke dunia lagi setelah melewati tangga itu, Vans mungkin tidak akan pernah mau menaikinya. Terkadang ketidak tahun adalah guru terbaik untuk manusia. Dia pun melangkahkan kakinya menuju kearah tangga, ketika dia hendak memijak tangga itu tiba tiba saja sosok pria hitam bertubuh besar menghalanginya. "Siapa kau," Vans yang tersungkur akibat kedatangan pria besar itu berbicara terbatah-batah. Pertanyaan Vans tidak dihiraukan oleh pria besar itu, mungkin pria besar itu merasa bahwa menanggapi Vans bukanlah sesuatu yang penting. Sebagai balasan atas pertanyaan dari manusia itu, pria besar tersebut menatap Vans dengan tajam. Vans yang mendapatkan tatapan itu merinding ketakutan, nyaris saja dia mengompol. "Kau tidak perlu tahu siapa aku," pria itu terdiam sejenak. Dia melihat buku yang aneh. Catatan apa itu ucapan seperti itulah yang memenuhi isi kepala Vans, dia sebenarnya penasaran tapi Vans tidak memiliki keberanian yang cukup untuk bertanya pada pria besar itu "Hem... Nampaknya terlalu dini untuk mu mengakhiri semuanya ditempat ini, menurut catatan kehidupan mu, kau masih memiliki banyak kesalahan dan itu harus kau tebus dengan sungguh sungguh. Aku akan memberikan kau dua pilihan, menebus semuanya atau kau masuk kedalam neraka," ucap pria besar itu. "Neraka? Aku tak mau masuk ketempat itu, aku mohon berikan aku kesempatan kedua, aku berjanji akan menebus semua dosa yang telah aku perbuat. Apapun syarat yang kau berikan akan aku terima," ucap Vans. "baiklah aku akan memberimu kesempatan kedua, tapi ingat apabila kau menyakiti siapapun setelah ini. kau akan mendapatkan murkaku yang jauh lebih pedih dari pada siksa neraka," ucap pria itu. Sinar menyilaukan tiba tiba menebus tubuh Vansl Vans yang merasakan situasi janggal itu membuka matanya, pada saat ini terdapat sosok wanita yang begitu anggun. Kulit putih dan wajah mulus itu bisa dibilang adalah kecantikan yang murni. "Liana benarkah itu kau," ucap Vans dia segera berdiri dari tempat duduknya. Liana yang sedang membawa gelas berisikan teh itu mundur beberapa langkah seolah olah, dia sedang melihat bandit yang kejam. Disisi lain Vans yang terlalu senang karena melihat wanita itu tak menyadari respon tubuh yang janggal tersebut, dia langsung saja memeluk istirnya itu. "Maaf kakanda Vans, aku mohon jangan sakiti aku lagi, aku berjanji tidak akan pergi diam diam seperti tadi," ucap Liana. Dia nyaris meneteskan air matanya ketika mengatakan itu, bagi wanita yang setiap hari disiksa oleh pria yang ada dihadapannya, menangis adalah makanan setiap hari baginya. Terkadang Vans tak peduli dengan Liana, dia acuh seperti manusia rendahan yang menjijikkan. Sempat suatu ketika dia membawa gadis penghibur ker
*** Liana merapikan meja yang dipenuhi oleh piring kotor, dia pun membawanya ke dapur. Disisi lain Vans sedang berpikir untuk menyiapkan rencana balas dendam pada dua orang penghianat. Siapa lagi kalau bukan Lisa dan Arlon. Namun dia tidak tahu dimana mereka berdua berada. Waktu berjalan begitu saja Liana sudah selesai mencuci piring dan sendok yang sebelumnya kotor. karena malam sudah semakin menggelap mereka bersiap untuk tidur, kedua pasangan yang sebelumnya berpisah rajang itu tak melakukannya lagi. Liana begitu menikmati kasur yang tak pernah dirasakannya selama 3 tahun terkahir. Dia sebelumnya hanya tidur dilantai beralaskan tikar. Ketika mereka berdua hendak tidur tiba tiba saja terdengar ketukan dari arah luar. Liana yang masih menikmati kasur lembut itu segera beranjak lalu berkata pada suaminya. "Kakanda biar aku yang membukanya," ucap Liana. Namun ketika Liana hendak meninggalkan kamarnya, tangan Vans menangkapnya. Vans pun menggeleng gelengkan kepalanya. "Tidak bi
**** Burung berikacau seperti menyanyi, kedua pasangan yang selalu ribut setiap paginya mulai menghilang. Para tetangga yang awalnya selalu terganggu dibuat bingung karena kejadian janggal itu. Di kediaman Vans kedua pasangan yang sedang duduk berhadapan sedang menikmati makan paginya. "Kakanda Vans?" Ucap Liana. "Liana sebenarnya aku merasa aneh dipanggil kakanda, kalau kau mau panggil saja aku mas," ucap Vans. "Iya baiklah aku akan menurutinya," ucap Liana. Vans cukup terganggu karena panggilan itu, dahulu dia memang menyuruh Liana untuk memanggilnya seperti itu. Namun ada alasan tak terpuji mengapa dia melakukan itu. Dengan dipanggil kakanda dia merasa berbeda dengan orang orang lainnya berharap mendapatkan pujian. Namun kenyataannya yang dia dapatkan adalah hinaan dan tertawaan dari para tenggangnya, meskipun begitu dia tetap merasa superior. Karena biasanya orang yang memanggil suaminya dengan sebutan kakanda hanyalah orang orang berdarah biru. Vans sebelumnya meman
Kerajaan Wuan terkenal dengan kekayaannya tidak hanya itu saja mereka memiliki pasukan yang cukup tangguh untuk menjadi benteng utama, semua orang tahu bahwa kerajaan itu sangatlah perkasa, siapapun tak akan mampu untuk menggulingkan kerajaan itu. Begitulah yang dipercaya oleh Rin er saat ini. Namun yang tidak Rin er tahu, ada salah satu kerajan kecil yang mulai berkembang. Dimasa depan mereka akan menguasai separuh benua ini. Nama kerajaan itu adalah Ming. Semenjak kerajaan Ming menemukan bubuk mesiu untuk membuat senjata api, kerajaan itu berubah menjadi bencana yang membakar semua benua dengan lautan darah. Itulah alasan mengapa Vans ingin segera menuju ketanah kelahiran Rin er. Itu semua hanya semata mata untuk menebus kesalahannya. Bisa dibilang Vans adalah salah satu orang yang mengambil peran besar dalam perkembangan kerajaan Ming. "Kau salah Rin er, sebentar lagi kerajaan Wuan akan mengalami kerisis pangan karena hama belalang yang tiba tiba menyerang kerajan Chu," uca
Kedua orang yang sudah sepakat untuk menuju kerajaan Wuan itu mulai mengemasi barang barang mereka. Vans begitu bersemangat ketika melakukan itu, namun berbeda dengan Rin er. Meskipun sebelumnya dia menerima perkataan Vans akan tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Rin er tetap merasa cemas akan masa depan suaminya itu. Bukanlah sesuatu yang asing apabila keluarganya menolak Vans dengan mentah-mentah, kemungkinan kemungkinan buruk sudah memenuhi semua isi kepalanya. Rin er pun menggeleng gelengkan kepalanya, dia pastinya tidak ingin berprasangka buruk terhadap keluarganya. "Mana mungkin ayah akan tega melukai suami yang telah aku pilih, selama aku disana semua masalah yang diciptakan oleh keluarga ku pasti bisa aku atasi," batin Rin er. Dengan kepercayaan diri yang tak berdasar itu, Rin er memantapkan hatinya terhadap hal hal yang tak diinginkan dimasa depan. Meksipun badai menerjang dirinya, dia tak akan mundur. "Apakah kau sudah selesai suamiku?" Ucap Rin er.
"terimakasih karena menghentikanku istriku, jika tidak kau hentikan tadi mungkin aku sudah masuk kedalam penjara," ucap Vans. "Bukan masalah besar, bukankah seperti itu gunanya istri menghentikan suami ketika hendak melakukan kesalahan besar," ucap Rin er. Semalam dia memikirkan apakah suaminya ini adalah orang lain, tapi hari ini dia sudah tidak peduli dengan itu. Kejadian aneh yang terjadi pada suaminya sudah dianggapnya anugrah tiada tanding. Dia yakin bahwa Tuhan telah menjawab semua doa yang dia lontarkan selama 3 tahun terkahir. Mau didalam suaminya adalah orang lain, dia tetap mencintai Vans. Sebesar itulah dia dibutakan oleh cinta. Dia yang selalu mendapatkan siksaan tak bisa menjadi istri yang dia impikan, menasehati suami ketika melakukan kesalahan, mendukung suami ketika kesulitan, dan memikul semua masalah bersama. Dia sudah membuang jauh jauh keinginan untuk menjadi istri impian itu, namun semalam dia akhirnya mendapatkan itu semua ditangannya. Mana mungkin dia tida
Hari demi hari berlalu begitu cepat, sampai pada akhirnya mereka sampai di kerajaan Wuan. Lebih tepatnya dikota pelabuhan kerajaan Wuan. Butuh beberapa jam lagi sampai akhirnya mereka tiba di ibu kota.Semua orang menyambut kedatangan mereka dengan meriah, para rakyat yang begitu memuja Rin er menangis terharu atas kembalinya ketempat dia dilahirkan ."Ayah benar benar melakukan tindakan yang tidak perlu, sebenarnya aku tidak suka diperlakukan seperti ini," ucap Rin er.Di berguma pada dirinya sendiri, sejak kecil wanita itu memegang tidak menyukai perlakuan istimewa seperti ini. Rin er lebih suka diperlakukan seperti rakyat biasa, sebenarnya dia sudah sering memperingati ayahnya agar jangan menyuruh orang orang memperlakukan dirinya secara istimewa. Akan tetapi sebagai raja, ayahnya tentu saja dengan kesadaran penuh tidak mau menuruti itu semua. Ayahnya benar benar ingin menjaga harga diri keluarganya, seandainya para rakyat berpilaku tak hormat didepan keluarga bangsawan seperti me
Vans dan istirnya sudah tiba didepan gerbang istana, Vans kali ini tidak bisa menutup matanya. Dia melihat sekeliling dengan mata berbinar. Rin er menyeret suaminya begitu saja tanpa peringatan, mereka berdua melewati jalan batu berbentuk bulat yang lurus menebus istana, disisi kanan dan kiri dipenuhi oleh bunga bunga yang bermekaran. Para perajurit istana yang berbaris itu melakukan gerakan penghormatan ketika dua sepasang kekasih berjalan melewati mereka. Dengan iringan terompet dan kerumunan masa yang tak terhitung jumlahnya membuat jantung Vans tak bisa berhenti berdebar. "Suamiku tenanglah, aku yakin kau bisa menghadapi ayahku, mungkin dia awalnya akan membenci mu tapi aku yakin dia akan menyukaimu perlahan," ucap Rin er. Meksipun Rin er tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan, sebagai istirnya dia harus menyemangati suaminya. Begitulah apa yang dia pikirkan. "Tapi aku takut tidak mendapatkan restu darinya dan yang terburuk dia meminta ku untuk menceraikanmu," ucap Van