Kedua orang yang sudah sepakat untuk menuju kerajaan Wuan itu mulai mengemasi barang barang mereka. Vans begitu bersemangat ketika melakukan itu, namun berbeda dengan Rin er. Meskipun sebelumnya dia menerima perkataan Vans akan tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Rin er tetap merasa cemas akan masa depan suaminya itu.
Bukanlah sesuatu yang asing apabila keluarganya menolak Vans dengan mentah-mentah, kemungkinan kemungkinan buruk sudah memenuhi semua isi kepalanya. Rin er pun menggeleng gelengkan kepalanya, dia pastinya tidak ingin berprasangka buruk terhadap keluarganya. "Mana mungkin ayah akan tega melukai suami yang telah aku pilih, selama aku disana semua masalah yang diciptakan oleh keluarga ku pasti bisa aku atasi," batin Rin er. Dengan kepercayaan diri yang tak berdasar itu, Rin er memantapkan hatinya terhadap hal hal yang tak diinginkan dimasa depan. Meksipun badai menerjang dirinya, dia tak akan mundur. "Apakah kau sudah selesai suamiku?" Ucap Rin er. "Sudah mari kita berangkat," ucap Vans. "Mas Vans apakah kau yakin membawa barang barang seperti itu, bukankah terlalu berlebihan membawa kertas sebanyak itu," ucap Rin er. Vans saat ini membawa tas kulit, isinya hanya beberapa baju saja dan yang lebih membuat tasnya mencolok adalah kertas yang tak terhitung jumlahnya. Rin er tak merasa heran apabila suaminya itu memiliki banyak kertas dirumahnya, sebab pekerjaannya adalah membuat novel. Ya meskipun hasil hasil karyanya tak membuahkan hasil sama sekali. "Dari pada kertas kertas ini tak berguna dan menjadi tumpukan abu, lebih baik aku menggunakannya untuk menghibur diriku ketika melakukan perjalanan," ucap Vans. Ketika mengatakan itu, Vans teringat dengan masa lalu yang dilewatinya. Sebelumnya dia membakar semua kertas kertas itu hari ini. Vans yang sudah terlena akan harta yang berlimpah dalam sekejap mata melupakan semua cita cita yang sangat ingin dia gapai sejak kecil. Pepatah mengatakan Uang bisa merubah manusia menjadi berbeda, mungkin saja itu benar. Ketika pria bernama Vans dibutakan oleh setumpuk harta yang tak pernah dia pikirkan, Vans lupa dengan semuanya. Dia mulai membelanjakan uang uang itu tanpa memikirkan jangka panjang. Alhasil kehidupannya mulai kembali sengsara. Mulai saat itulah Vans menyesali semua perbuatannya, dari menjual Rin er sampai tindakannya terhadap orang sekitar. Namun dimasa ini dia tak melakukan itu semua. 'maaf Rin er, aku berbohong. Sebenarnya aku ingin membuat teori untuk menciptakan pestisida pengusir belalang. Aku tahu kau pasti akan melarang ku ketika aku mengatakan itu," ucap Vans didalam hatinya. Vans sudah sangat mengenal istirnya itu, meksipun dia dahulu sangat membencinya. Akan tetapi jauh di lubuk hati kecilnya, Vans selalu memperhatikan Rin er. Istirnya itu adalah orang yang baik, dia tak akan membiarkan siapapun berjuang keras untuk dirinya. Masalah Rin er adalah masalahnya sendiri dan masalah orang lain adalah masalah miliknya. Setiap ada orang yang kesusahan istirnya itu akan mengulurkan tangan untuk orang orang yang membutuhkan. Dirinya yang dahulu begitu bodoh, dia tidak menyukai sifat Rin er yang seperti itu. Namun secara tidak sadar Vans mulai mencontoh perilaku Rin er. Sungguh ironis untuk disebut kenyataan, namun itulah kenyataan yang sebenarnya. Setelah ajal menjemput akhirnya dia sadar, selama ini Rin er adalah satu satunya orang yang sangat dia cintai. Dia terlambat menyadari itu semua, ketamakan yang dimiliki hatinya telah menutup semuanya. Untuk menebus itu, dia ingin berjuang demi Rin er. "Ah jadi begitu aku paham aku paham." Vans memiringkan kepalanya, dia tak mengerti apa yang dikatakan oleh Rin er barusan. Dia pun memberanikan diri untuk bertanya, "paham tentang apa? Suamimu ini kebingungan tahu, apakah kau tidak merasa kasihan dengan ku?" "Seorang penulis tak akan bisa tidur nyenyak tanpa pena dan kertas disisinya, pena, kertas dan penulis. Bukan dua kacang polong lagi tapi tiga kacang polong yang tak bisa dipisahkan," ucap Rin er. Vans pun tertawa, "tiga kacang polong aku baru denger itu, dimana dia sekarang?" Ucap Vans. Dia pura pura polos didepan istirnya itu. Bukannya Vans tak tahu siapa yang dimaksud oleh Rin er. "Ini didepan ku," ucap Rin er. Mereka terus mengobrol disepanjang jalan, para warga desa yang melihat mereka berdua berjalan dengan harmonis mengaruk garuk kepalanya. Mungkinkah ini ilusi, itu pasti kalimat yang dipikirkan oleh mereka. Dua pasangan itu tak pernah sekalipun menunjukkan kebersamaan mereka selama tiga tahun terkahir, pemandangan yang sangat langka ini membuat mereka bingung. Tapi disisi lain banyak orang yang bersyukur bahwa mereka bisa akur seperti itu. Terlebih lagi orang orang yang tahu bahwa Rin er selalu disiksa oleh Vans. Namun ketika mereka sampai di warung kopi yang biasanya Vans nongkrong di sana, Vans mendapatkan kejadian yang tak terduga. saat ini semua teman temannya sedang menikmati acara pengangguran mereka. "Vans apakah kau sudah memutuskan untuk menjual istri mu, aku tak menyangka kau mengusir Roni semalam demi mendapatkan semua uang yang diberikan pembeli itu. Benar apa yang dikatakan orang, ketika setumpuk emas didepan mata orang akan lupa dengan segalanya." teriak salah satu orang yang berada dikedai kopi. Mereka adalah kawan kawan yang dimiliki Vans. Di gerombolan itu juga ada Roni yang berkunjung semalam, namun saat ini dia tak menoleh sedikitpun untuk melihat Vans. Mungkin saja dia masih marah dengan Vans, mengingat semalam dia diusir mentah mentah seperti itu. "Suparno kau tidak boleh begitu, istirnya adalah haknya, kita tak bisa meminta pada orang yang sudah buta dengan uang. Jika kau ingin mendapatkan uang seperti Vans, kau harus mencari istri seperti itu yang tentunya cantik lalu jual ke pedagang budak dan jadikan pelacur" ucap Sugianto. "Mustahil mustahil, aku tak akan mau menjadi sampah seperti itu, menjual istri dan menjadikan mereka pelacur," ucap Suparno. Semua orang yang ada disana tertawa, itu adalah penghinaan yang menyakitikan sekali. Vans berhenti ditempat itu, tangannya mengepal dengan erat. "Cih omong kosong konyol apa ini, dahulu kalian begitu senang ketika aku membagikan uang pada kalian. Sampai akhirnya semuanya tak tersisa, sampai aku menjual tanah warisan ku dan membuka bisnis. Aku benar benar ingin menghancurkan kepala mereka sekarang," batin Vans. Sebelumnya uang hasil menjual Liana habis tak bersisa untuk berjudi dan berfoya-foya bersama mereka, setelah Vans terpuruk mereka menghilang seperti belatung yang menghabiskan buah segar. Vans pun memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya mengadu nasib ke ibu kota. Vans mulai melangkah menuju keaarah gerombolan pria itu. Hanya butuh beberapa detik saja sampai akhirnya kekacauan akan meletus, namun ketika Vans hendak melangkahkan kakinya lebih dekat Rin er menghentikan Vans. "Sudahlah mas Vans, abaikan saja mereka. Meladeni orang orang seperti itu hanya menguras waktu kita," ucap Rin er. Vans pun menenangkan nafasnya, dia pun menjadi tenang. Tanpa menghiraukan omelan tak berguna itu Vans dan Rin er berjalan acuh. "sepertinya kau benar istriku, sampah seperti mereka memang seharusnya diabaikan saja," ucap Vans. Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan lagi."terimakasih karena menghentikanku istriku, jika tidak kau hentikan tadi mungkin aku sudah masuk kedalam penjara," ucap Vans. "Bukan masalah besar, bukankah seperti itu gunanya istri menghentikan suami ketika hendak melakukan kesalahan besar," ucap Rin er. Semalam dia memikirkan apakah suaminya ini adalah orang lain, tapi hari ini dia sudah tidak peduli dengan itu. Kejadian aneh yang terjadi pada suaminya sudah dianggapnya anugrah tiada tanding. Dia yakin bahwa Tuhan telah menjawab semua doa yang dia lontarkan selama 3 tahun terkahir. Mau didalam suaminya adalah orang lain, dia tetap mencintai Vans. Sebesar itulah dia dibutakan oleh cinta. Dia yang selalu mendapatkan siksaan tak bisa menjadi istri yang dia impikan, menasehati suami ketika melakukan kesalahan, mendukung suami ketika kesulitan, dan memikul semua masalah bersama. Dia sudah membuang jauh jauh keinginan untuk menjadi istri impian itu, namun semalam dia akhirnya mendapatkan itu semua ditangannya. Mana mungkin dia tida
Hari demi hari berlalu begitu cepat, sampai pada akhirnya mereka sampai di kerajaan Wuan. Lebih tepatnya dikota pelabuhan kerajaan Wuan. Butuh beberapa jam lagi sampai akhirnya mereka tiba di ibu kota.Semua orang menyambut kedatangan mereka dengan meriah, para rakyat yang begitu memuja Rin er menangis terharu atas kembalinya ketempat dia dilahirkan ."Ayah benar benar melakukan tindakan yang tidak perlu, sebenarnya aku tidak suka diperlakukan seperti ini," ucap Rin er.Di berguma pada dirinya sendiri, sejak kecil wanita itu memegang tidak menyukai perlakuan istimewa seperti ini. Rin er lebih suka diperlakukan seperti rakyat biasa, sebenarnya dia sudah sering memperingati ayahnya agar jangan menyuruh orang orang memperlakukan dirinya secara istimewa. Akan tetapi sebagai raja, ayahnya tentu saja dengan kesadaran penuh tidak mau menuruti itu semua. Ayahnya benar benar ingin menjaga harga diri keluarganya, seandainya para rakyat berpilaku tak hormat didepan keluarga bangsawan seperti me
Vans dan istirnya sudah tiba didepan gerbang istana, Vans kali ini tidak bisa menutup matanya. Dia melihat sekeliling dengan mata berbinar. Rin er menyeret suaminya begitu saja tanpa peringatan, mereka berdua melewati jalan batu berbentuk bulat yang lurus menebus istana, disisi kanan dan kiri dipenuhi oleh bunga bunga yang bermekaran. Para perajurit istana yang berbaris itu melakukan gerakan penghormatan ketika dua sepasang kekasih berjalan melewati mereka. Dengan iringan terompet dan kerumunan masa yang tak terhitung jumlahnya membuat jantung Vans tak bisa berhenti berdebar. "Suamiku tenanglah, aku yakin kau bisa menghadapi ayahku, mungkin dia awalnya akan membenci mu tapi aku yakin dia akan menyukaimu perlahan," ucap Rin er. Meksipun Rin er tidak tahu apa yang akan terjadi dimasa depan, sebagai istirnya dia harus menyemangati suaminya. Begitulah apa yang dia pikirkan. "Tapi aku takut tidak mendapatkan restu darinya dan yang terburuk dia meminta ku untuk menceraikanmu," ucap Van
Nafas yang berat menderu selayaknya angin malam yang dingin, sinar rembulan menembus sosok gadis yang sedang berjuang keras untuk menuju keaarah tempat tertentu. Namanya Rin er, dia saat ini hampir sampai ditempat suaminya ditahan. Hanya butuh beberapa langkah saja sampai akhirnya dia tiba di pintu penjara, namun ketika dia ingin melangkah masuk kedalam penjara itu sosok perajurit mengetahui keberadaannya. Dengan berat hati dia lari menjauhi tempat yang ingin dimasuki olehnya. "Berhenti putri mengapa kau berada disini, ini sudah malam sangat berbahaya disini," teriak perajurit itu. Rin er tak menghiraukan peringatan perajurit itu, dia yakin setelah dia tertangkap tak akan ada kesempatan kedua untuk menyelamatkan suaminya. Semakin lama dia berlari, semakin kesusahan dia bergerak. "Gaun ini sulit sekali digunakan untuk berlari," ucapnya. Rin er memutuskan untuk menarik gaun yang dia kenakan. Pada saat ini kaki mulusnya disinari oleh rembulan, pemandangan itu tak pantas untuk dili
Awan yang menutupi rembulan perlahan tertiup oleh angin, cahaya yang pada awalnya tak menunjukkan wujudnya perlahan menyinari kedua orang yang sedang saling bertatapan. Pria berambut putih itu menunjukkan ekspresi yang cukup aneh, mulut nya tersenyum tapi tidak dengan matanya. Air matanya menetes begitu dia melihat Rin er. Dengan langkah yang berani dia memeluk wanita itu tanpa peringatan. Pria itu sangat mengenali Rin er, sudah lama sekali dia tidak bertemu dengan Rin er. Rasa rindu yang begitu besar menghancurkan batasan miliknya. "Putri Rin er," ucap pria itu. Rin er memiringkan kepalanya, pada saat ini dia merasa tidak nyaman. Rin er mendorong pria itu perlahan. "Aurbet kenapa kau meneteskan air mata? Eh ngomong-ngomong mengapa kau ada disini," ucap Rin er. Aurbet nama panjangnya adalah Aurbet Values, dia adalah anak bangsawan yang sejajar dengan Elon, Nama terkahir nya adalah marga milik keluarganya. Dahulu Values adalah salah satu orang yang membangun kerajan Wuan bersama r
Kota Val adalah kota yang dipimpin oleh ayahnya Aurbet, kota tersebut nyaris sempurna tidak ada cacat sedikitpun, para warga yang tinggal disana cukup makmur dan juga berbagai agama dan suku hidup dengan rukun tidak hanya itu mereka juga memiliki tempat wisata yang begitu indah begitu pun makanan khas yang cukup beragam. Meksipun Kota itu memiliki luas yang tidak sebanding dengan ibu kota, tempat ini tetap menjadi tempat yang menakjubkan. Sesuatu yang menonjol dari kota itu adalah turis yang berasal dari negeri asing. "Rin er bangunlah kita sudah sampai," ucap Aurbet. Butuh waktu satu malam penuh sampai akhirnya mereka tiba ditempat itu, beruntung saja semalam mereka tidak menemukan masalah ketika melewati hutan. Namun meksipun ada masalah yang menghadang mereka, Aurbet pasti bisa mengatasinya. Bangsawan Values sejak kecil memang sudah diajari seni beladiri. Mereka tak terkalahkan ketika bertarung, sehingga hal itu membuat bangsawan Values diperhitungkan oleh siapapun. Mereka jug
Di ruang tamu kediaman bangsawan values sosok wanita berambut hitam sedang menyesap teh yang disiapkan untuk nya, itu adalah Rin er. Dia tidak sendirian ditempat itu, ada dua pelayan yang sedang berdiri menunggunya. Mata Rin er tiba tiba berkedut, pada saat ini perasaannya sedikit terganggu. Dia yang sudah tak lama merasakan situasi semacam itu merasa aneh. Sebenarnya dia ingin kedua pelayanan itu agar tidak mengawasi dirinya. Namun mengingat posisinya dirumah itu, dia tidak bisa melakukan hal tersebut. Sebagai tamu mengusir pelayan yang sedang ditugaskan adalah tindakan yang sangat tidak sopan. Tindakan itu sama saja menghina pemilik rumah. Rin er yang saat ini merasa jengah itu ingin cepat cepat terbebas dari situasi tersebut, namun orang yang dia tunggu tidak kunjung tiba menemui dirinya. 'ya mau bagaimana lagi, Tante Vanisa yang marah benar benar cukup merepotkan. Dia tidak akan melepaskan Aurbet sebelum dia puas,' batin Rin er. Rin er tak bisa menyalahkan siapapun kali i
*** 17 tahun yang lalu. Disebelah barat daya ibu kota kerajaan Wuan, terdapat wilayah bernama Volka. Tempat itu adalah pembuangan sampah dan tempat itu juga ditinggali oleh orang yang tak begitu beruntung. Kawasan kumuh yang berpenduduk lebih 1000 orang itu menjadi tempat dimana ancaman dan kejahatan bersarang. Kerajaan Wuan meninggalkan mereka seperti cicak yang memotong ekornya. Sosok anak berusia 5 tahun itu menggaruk garuk tempat sampah sambil berharap menemukan makanan sisa untuk mengisi perutnya. Sudah lima hari dia tidak mengisi perutnya, suara yang terus keluar dari perutnya sangat menyiksa dirinya. Dia adalah yatim piatu dan tidak memiliki keluarga untuk bersandar, untuk anak seusia itu dia dihadapkan dengan situasi seperti itu. Mustahil bahwa dia memiliki keinginan dan cita cita. Rong rong hanya ingin hidup dan makan kenyang, namun itu tak bisa dia dapatkan sama sekali. "Menyikirlah dasar anak menjijikkan," ucap prajurit yang baru saja tiba. Dia dengan teganya memuk