Share

Bersiap siap

Kedua orang yang sudah sepakat untuk menuju kerajaan Wuan itu mulai mengemasi barang barang mereka. Vans begitu bersemangat ketika melakukan itu, namun berbeda dengan Rin er. Meskipun sebelumnya dia menerima perkataan Vans akan tetapi jauh di lubuk hatinya yang paling dalam, Rin er tetap merasa cemas akan masa depan suaminya itu.

Bukanlah sesuatu yang asing apabila keluarganya menolak Vans dengan mentah-mentah, kemungkinan kemungkinan buruk sudah memenuhi semua isi kepalanya. Rin er pun menggeleng gelengkan kepalanya, dia pastinya tidak ingin berprasangka buruk terhadap keluarganya.

"Mana mungkin ayah akan tega melukai suami yang telah aku pilih, selama aku disana semua masalah yang diciptakan oleh keluarga ku pasti bisa aku atasi," batin Rin er.

Dengan kepercayaan diri yang tak berdasar itu, Rin er memantapkan hatinya terhadap hal hal yang tak diinginkan dimasa depan. Meksipun badai menerjang dirinya, dia tak akan mundur.

"Apakah kau sudah selesai suamiku?" Ucap Rin er.

"Sudah mari kita berangkat," ucap Vans.

"Mas Vans apakah kau yakin membawa barang barang seperti itu, bukankah terlalu berlebihan membawa kertas sebanyak itu," ucap Rin er.

Vans saat ini membawa tas kulit, isinya hanya beberapa baju saja dan yang lebih membuat tasnya mencolok adalah kertas yang tak terhitung jumlahnya. Rin er tak merasa heran apabila suaminya itu memiliki banyak kertas dirumahnya, sebab pekerjaannya adalah membuat novel. Ya meskipun hasil hasil karyanya tak membuahkan hasil sama sekali.

"Dari pada kertas kertas ini tak berguna dan menjadi tumpukan abu, lebih baik aku menggunakannya untuk menghibur diriku ketika melakukan perjalanan," ucap Vans.

Ketika mengatakan itu, Vans teringat dengan masa lalu yang dilewatinya. Sebelumnya dia membakar semua kertas kertas itu hari ini. Vans yang sudah terlena akan harta yang berlimpah dalam sekejap mata melupakan semua cita cita yang sangat ingin dia gapai sejak kecil.

Pepatah mengatakan Uang bisa merubah manusia menjadi berbeda, mungkin saja itu benar.

Ketika pria bernama Vans dibutakan oleh setumpuk harta yang tak pernah dia pikirkan, Vans lupa dengan semuanya. Dia mulai membelanjakan uang uang itu tanpa memikirkan jangka panjang. Alhasil kehidupannya mulai kembali sengsara. Mulai saat itulah Vans menyesali semua perbuatannya, dari menjual Rin er sampai tindakannya terhadap orang sekitar. Namun dimasa ini dia tak melakukan itu semua.

'maaf Rin er, aku berbohong. Sebenarnya aku ingin membuat teori untuk menciptakan pestisida pengusir belalang. Aku tahu kau pasti akan melarang ku ketika aku mengatakan itu," ucap Vans didalam hatinya.

Vans sudah sangat mengenal istirnya itu, meksipun dia dahulu sangat membencinya. Akan tetapi jauh di lubuk hati kecilnya, Vans selalu memperhatikan Rin er. Istirnya itu adalah orang yang baik, dia tak akan membiarkan siapapun berjuang keras untuk dirinya. Masalah Rin er adalah masalahnya sendiri dan masalah orang lain adalah masalah miliknya. Setiap ada orang yang kesusahan istirnya itu akan mengulurkan tangan untuk orang orang yang membutuhkan.

Dirinya yang dahulu begitu bodoh, dia tidak menyukai sifat Rin er yang seperti itu. Namun secara tidak sadar Vans mulai mencontoh perilaku Rin er. Sungguh ironis untuk disebut kenyataan, namun itulah kenyataan yang sebenarnya. Setelah ajal menjemput akhirnya dia sadar, selama ini Rin er adalah satu satunya orang yang sangat dia cintai. Dia terlambat menyadari itu semua, ketamakan yang dimiliki hatinya telah menutup semuanya. Untuk menebus itu, dia ingin berjuang demi Rin er.

"Ah jadi begitu aku paham aku paham."

Vans memiringkan kepalanya, dia tak mengerti apa yang dikatakan oleh Rin er barusan. Dia pun memberanikan diri untuk bertanya, "paham tentang apa? Suamimu ini kebingungan tahu, apakah kau tidak merasa kasihan dengan ku?"

"Seorang penulis tak akan bisa tidur nyenyak tanpa pena dan kertas disisinya, pena, kertas dan penulis. Bukan dua kacang polong lagi tapi tiga kacang polong yang tak bisa dipisahkan," ucap Rin er.

Vans pun tertawa, "tiga kacang polong aku baru denger itu, dimana dia sekarang?" Ucap Vans.

Dia pura pura polos didepan istirnya itu. Bukannya Vans tak tahu siapa yang dimaksud oleh Rin er.

"Ini didepan ku," ucap Rin er.

Mereka terus mengobrol disepanjang jalan, para warga desa yang melihat mereka berdua berjalan dengan harmonis mengaruk garuk kepalanya. Mungkinkah ini ilusi, itu pasti kalimat yang dipikirkan oleh mereka.

Dua pasangan itu tak pernah sekalipun menunjukkan kebersamaan mereka selama tiga tahun terkahir, pemandangan yang sangat langka ini membuat mereka bingung. Tapi disisi lain banyak orang yang bersyukur bahwa mereka bisa akur seperti itu. Terlebih lagi orang orang yang tahu bahwa Rin er selalu disiksa oleh Vans.

Namun ketika mereka sampai di warung kopi yang biasanya Vans nongkrong di sana, Vans mendapatkan kejadian yang tak terduga. saat ini semua teman temannya sedang menikmati acara pengangguran mereka.

"Vans apakah kau sudah memutuskan untuk menjual istri mu, aku tak menyangka kau mengusir Roni semalam demi mendapatkan semua uang yang diberikan pembeli itu. Benar apa yang dikatakan orang, ketika setumpuk emas didepan mata orang akan lupa dengan segalanya." teriak salah satu orang yang berada dikedai kopi. Mereka adalah kawan kawan yang dimiliki Vans. Di gerombolan itu juga ada Roni yang berkunjung semalam, namun saat ini dia tak menoleh sedikitpun untuk melihat Vans. Mungkin saja dia masih marah dengan Vans, mengingat semalam dia diusir mentah mentah seperti itu.

"Suparno kau tidak boleh begitu, istirnya adalah haknya, kita tak bisa meminta pada orang yang sudah buta dengan uang. Jika kau ingin mendapatkan uang seperti Vans, kau harus mencari istri seperti itu yang tentunya cantik lalu jual ke pedagang budak dan jadikan pelacur" ucap Sugianto.

"Mustahil mustahil, aku tak akan mau menjadi sampah seperti itu, menjual istri dan menjadikan mereka pelacur," ucap Suparno.

Semua orang yang ada disana tertawa, itu adalah penghinaan yang menyakitikan sekali.

Vans berhenti ditempat itu, tangannya mengepal dengan erat. "Cih omong kosong konyol apa ini, dahulu kalian begitu senang ketika aku membagikan uang pada kalian. Sampai akhirnya semuanya tak tersisa, sampai aku menjual tanah warisan ku dan membuka bisnis. Aku benar benar ingin menghancurkan kepala mereka sekarang," batin Vans.

Sebelumnya uang hasil menjual Liana habis tak bersisa untuk berjudi dan berfoya-foya bersama mereka, setelah Vans terpuruk mereka menghilang seperti belatung yang menghabiskan buah segar. Vans pun memutuskan untuk meninggalkan kampung halamannya mengadu nasib ke ibu kota.

Vans mulai melangkah menuju keaarah gerombolan pria itu. Hanya butuh beberapa detik saja sampai akhirnya kekacauan akan meletus, namun ketika Vans hendak melangkahkan kakinya lebih dekat Rin er menghentikan Vans.

"Sudahlah mas Vans, abaikan saja mereka. Meladeni orang orang seperti itu hanya menguras waktu kita," ucap Rin er.

Vans pun menenangkan nafasnya, dia pun menjadi tenang. Tanpa menghiraukan omelan tak berguna itu Vans dan Rin er berjalan acuh.

"sepertinya kau benar istriku, sampah seperti mereka memang seharusnya diabaikan saja," ucap Vans.

Setelah itu mereka melanjutkan perjalanan lagi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status