Kota Val adalah kota yang dipimpin oleh ayahnya Aurbet, kota tersebut nyaris sempurna tidak ada cacat sedikitpun, para warga yang tinggal disana cukup makmur dan juga berbagai agama dan suku hidup dengan rukun tidak hanya itu mereka juga memiliki tempat wisata yang begitu indah begitu pun makanan khas yang cukup beragam. Meksipun Kota itu memiliki luas yang tidak sebanding dengan ibu kota, tempat ini tetap menjadi tempat yang menakjubkan. Sesuatu yang menonjol dari kota itu adalah turis yang berasal dari negeri asing. "Rin er bangunlah kita sudah sampai," ucap Aurbet. Butuh waktu satu malam penuh sampai akhirnya mereka tiba ditempat itu, beruntung saja semalam mereka tidak menemukan masalah ketika melewati hutan. Namun meksipun ada masalah yang menghadang mereka, Aurbet pasti bisa mengatasinya. Bangsawan Values sejak kecil memang sudah diajari seni beladiri. Mereka tak terkalahkan ketika bertarung, sehingga hal itu membuat bangsawan Values diperhitungkan oleh siapapun. Mereka jug
Di ruang tamu kediaman bangsawan values sosok wanita berambut hitam sedang menyesap teh yang disiapkan untuk nya, itu adalah Rin er. Dia tidak sendirian ditempat itu, ada dua pelayan yang sedang berdiri menunggunya. Mata Rin er tiba tiba berkedut, pada saat ini perasaannya sedikit terganggu. Dia yang sudah tak lama merasakan situasi semacam itu merasa aneh. Sebenarnya dia ingin kedua pelayanan itu agar tidak mengawasi dirinya. Namun mengingat posisinya dirumah itu, dia tidak bisa melakukan hal tersebut. Sebagai tamu mengusir pelayan yang sedang ditugaskan adalah tindakan yang sangat tidak sopan. Tindakan itu sama saja menghina pemilik rumah. Rin er yang saat ini merasa jengah itu ingin cepat cepat terbebas dari situasi tersebut, namun orang yang dia tunggu tidak kunjung tiba menemui dirinya. 'ya mau bagaimana lagi, Tante Vanisa yang marah benar benar cukup merepotkan. Dia tidak akan melepaskan Aurbet sebelum dia puas,' batin Rin er. Rin er tak bisa menyalahkan siapapun kali i
*** 17 tahun yang lalu. Disebelah barat daya ibu kota kerajaan Wuan, terdapat wilayah bernama Volka. Tempat itu adalah pembuangan sampah dan tempat itu juga ditinggali oleh orang yang tak begitu beruntung. Kawasan kumuh yang berpenduduk lebih 1000 orang itu menjadi tempat dimana ancaman dan kejahatan bersarang. Kerajaan Wuan meninggalkan mereka seperti cicak yang memotong ekornya. Sosok anak berusia 5 tahun itu menggaruk garuk tempat sampah sambil berharap menemukan makanan sisa untuk mengisi perutnya. Sudah lima hari dia tidak mengisi perutnya, suara yang terus keluar dari perutnya sangat menyiksa dirinya. Dia adalah yatim piatu dan tidak memiliki keluarga untuk bersandar, untuk anak seusia itu dia dihadapkan dengan situasi seperti itu. Mustahil bahwa dia memiliki keinginan dan cita cita. Rong rong hanya ingin hidup dan makan kenyang, namun itu tak bisa dia dapatkan sama sekali. "Menyikirlah dasar anak menjijikkan," ucap prajurit yang baru saja tiba. Dia dengan teganya memuk
"apa.... Mengapa dia bersama bajiangan itu, apakah kakak tidak tahu orang seperti apa dia?" Khan yang membaca kertas putih berisikan tinta memukul mejanya. "Kahn ada apa? Mengapa kau terlihat khawatir sekali, sebenarnya apa isi surat yang dikirim oleh bangsawan Values," Elon yang mengantarkan surat itu memberanikan diri untuk bertanya pada keponakannya. Sebagai paman dia ingin membantu keponakannya itu semampu yang dia bisa. "Lihat saja paman bacalah," ucap Kahn, dia menyerahkan surat itu pada Elon. "Apa! Ini benar-benar berbahaya, jika putri Rin er bergabung dengan faksi mereka akan terjadi ketidak seimbangan dikerajan ini," ucap Elon. Sebenarnya kerajaan Wuan meksipun mereka terlihat tangguh dari luar, namun sebenarnya kerajaan itu tak sebaik yang dikira. saat ini mereka mengalami kerisis yang amat memperihatinkan. Sejak kematian ratu yang memiliki garis keturunan langsung dari raja sebelumnya yang tidak lain adalah ibunya Rin er, mereka terpecah menjadi 2 faksi. Pertama ada
Vans yang melihat Kahn tiba ditempatnya berada sudah pasrah dengan nasibnya yang menyedihkan. Dia sudah tidak memiliki keinginan untuk memberontak seperti sebelumnya. Kahn berjalan pelan menuju kearah Vans, dia dengan sengaja memukul mukul tangannya dengan cambuk. Adegan yang begitu mengerikan terjadi, pertama dia mencambuk lengan Vans yang terikat oleh rantai rantai. "Argh..." Teriak Vans. Suara yang melengking itu terdengar sampai luar. Namun meskipun begitu Kahn tidak menunjukkan tanda tanda untuk berhenti. "Respon seperti inilah yang aku tunggu tunggu darimu? Apakah kau sudah menyerah untuk memberontak?" Ucap Kahn. Cambuk melesat keaarah tubuh Vans, tubuh yang awalnya sudah membiru kini bertambah lagi. Vans sudah nyaris tidak merasakan apa apa seolah olah tubuhnya sudah mati rasa. "Menyerah dengan ini semua? Aku tidak akan melakukan itu tapi karena semua ini terjadi atas kesalahanku sendiri, aku sudah tidak peduli kau mau melakukan apapun pada tubuh ku," ucap Vans. "Ah de
Kahn yang kembali ke ruangannya itu menyiapkan dokumen untuk melanjutkan pekerjaan yang sebelumnya tertunda. Dia mulai menadatangani satu persatu dokumen yang penting. Ketika dia melakukan pekerjaan nya itu selama satu jam, entah mengapa kalimat yang dilontarkan oleh Vans terbayang didalam benak kepalanya. Sehingga hal itu membuat pekerjaannya sedikit terganggu. Dia pun memutuskan untuk beristirahat. Khan berjalan kearah meja penuh dengan berbagai cangkir yang terletak warnanya putih, di dekat cangkir cangkir itu terdapat teko. Setelah mengambil cangkir yang tergeletak ditempatnya, dia beralih mengambil teko perlahan bubuk daun dimasukan, begitu pun sedikit gula. Persiapannya sudah selesai, dia pun berjalan kearah kompor gas lalu menghidupkannya, panasnya api itu akan membuat air yang baru dimasukkan bersama daun teh menjadi hangat. Detik waktu terus berjalan, Kahn menyilangkan tangganya sambil menggerak gerakan tangannya. "Mengapa aku memikirkan perkataan orang sialan itu?"
Pria berambut putih itu turun dari kereta kuda yang dia bawa, pakaian mewah khas kaum bangsawan bergerak karena hembusan angin. Dia memakai pakaian hitam yang dilengkapi ornamen terbuat dari emas yang ada di bahunya. Campuran warna emas dan hitam menyatu dengan kordinasi yang pas. Ditambah rambut putihnya diikat menambah kewibawaan yang dia miliki. Dia berjalan begitu tenang, tubuhnya tegap pandangan nya menatap kedepan tanpa menghiraukan sekelilingnya. Ketika Aurbet memasuki gerbang, para penjaga memberikan salam hormat padanya. Dia berjalan memasuki istana, baru saja dia menginjakan kaki dilantai istana. Aurbet sudah disambut oleh Khan dan ajudan wanitanya yang bernama Elina. "Selamat datang Aurbet, aku sangat menantikan kedatanganmu. Semoga anda menikmati perjamuan yang kami siapkan, aku harap kau puas dengan semua ini dan ketika kau kembali ke kediaman mu aku berharap kau menceritakan semua sambutan baik ini pada kakakku." ucap Khan. Dia mengeluarkan senyum tipis. Khan memang be
Dua hari yang lalu. Dibawah sinar rembulan yang indah Aurbet menaiki kuda dengan kecepatan tinggi, dia sendirian tak ada satupun pengawal yang bersamanya. Bagi anak bangsawan pemandangan itu cukup langka, biasanya anak bangsawan akan meminta pengawalan ketika ingin menuju ke suatu tempat, namun tidak dengan Aurbet. dia begitu percaya dengan kemampuan bela dirinya. Hanya butuh waktu tiga jam sampai akhirnya dia tiba ditempat yang sedang dia tuju, Aurbet turun dari kereta kuda miliknya. Dia pun segera berjalan menuju kearah rumah mewah yang terletak di ibukota. Ketika para penjaga melihat wajahnya, mereka tidak menghentikan Aurbet sedikit pun. Akan berbeda jika itu orang lain, sebenarnya tempat ini adalah rumah miliknya yang dia gunakan untuk menyembuhkan mata mata yang dimiliki oleh keluarga Values. Ketika Aurbet memasuki rumah itu, ada sekitar lima orang yang sedang duduk menikmati anggur. Mereka adalah mata mata yang dimiliki oleh keluarga Values. Pria berotot itu bernama Robert