Zayden sudah mau menikah, jadi dia mengajak Roland keluar untuk membagikan kabar tersebut.Tak disangka begitu masuk ke restoran, dia melihat pemandangan seperti itu.Madeline baru merayu Zayden dua malam yang lalu.Siang ini dia bahkan menyenangkan Rupert dan Audrey demi menikah dengan Zayden.Sekarang baru lewat beberapa jam, dia sudah melakukan kontak fisik dengan pria lain.Tampaknya Madeline menganggap remeh peringatan Zayden. Sangat bagus.Zayden keluar dari restoran tersebut dengan ekspresi dingin.Kairo menatap wajah Madeline. "Kamu membutuhkannya?""Ya, aku membutuhkannya, sangat membutuhkannya." Madeline mengangguk cepat. "Kak Kairo, sebenarnya aku sudah menemukan bukti yang bisa membuktikan kalau ayahku nggak salah, tapi aku nggak yakin siapa dalang di baliknya yang menjadikan ayahku sebagai kambing hitam.""Orang itu bisa memalsukannya enam tahun lalu, kalau aku mengeluarkan bukti ini enam tahun kemudian, mereka tetap bisa menyembunyikannya. Jadi, aku harus menemukan dalang
Ketika Zayden mendekati Madeline, Madeline refleks melangkah mundur.Melihat Madeline menghindar, Zayden makin emosi.Madeline berani mengambil inisiatif untuk memegang tangan pria lain di luar, tetapi dia malah menghindari calon suaminya sendiri?Sialan!Zayden sudah lama tidak dibuat marah oleh siapa pun.Zayden melangkah maju, kemudian menggendong Madeline dengan cepat menuju kasur."Madeline, apakah kamu pikir kalau aku sangat mudah dihadapi?"Madeline berusaha keras untuk mengendalikan kegugupannya. "Aku nggak berpikir seperti itu.""Tapi perbuatanmu mengatakan hal yang sebaliknya." Tatapan Zayden tampak liar. "Pria di sekeliling benar-benar banyak. Silas itu temanmu, bagaimana dengan Kairo? Jangan bilang kalau dia juga temanmu. Aku nggak pernah melihat wanita mana pun yang memegang-megang tangan temannya di restoran."Madeline refleks menggenggam tangan Kairo karena bersemangat. Tak disangka Zayden melihat adegan tersebut.Madeline tentu tidak akan memberi tahu Zayden alasan dia
Tampaknya Zayden tidak anti-wanita seperti yang dirumorkan. Dia memiliki banyak "sayang", atas dasar apa dia melarang Madeline makan dengan orang lain?Sungguh menyebalkan.Namun apa daya, Madeline yang mengambil inisiatif untuk berurusan dengan pria itu. Dia tidak bisa melakukan apa-apa.'Tunggu saja, Zayden. Begitu aku menemukan kebenarannya, aku akan menyerangmu balik,' batin Madeline.Kurang dari sepuluh menit, pintu kamar diketuk.Zayden memberi tatapan isyarat kepada Madeline.Madeline pergi membuka pintu, lalu dia melihat seorang wanita cantik yang berdiri di depan pintu. Ada dua pengawal di belakang wanita cantik ini.Akan tetapi, wanita cantik ini masih kecil, sekitar enam atau tujuh tahun.Gadis ini tampak cantik dalam balutan gaun berwarna putih. Rambutnya dikucir dua, sangat imut.Madeline berjongkok lalu tersenyum manis kepada gadis itu. "Halo, cantik."Gadis itu tersenyum senang ketika mendengar kata "cantik". Dia berkata, "Kamu juga cantik, Tante.""Kita sama-sama cantik
"Madeline, aku nggak menemukan barang yang kamu minta aku carikan. Jangan cemas, aku akan memikirkan cara untuk mendapatkannya."Tangan kiri Zayden menggenggam ponsel, ujung jari tangan kanannya membelai pelan.Apa yang ingin Madeline cari?Madeline ingin menikah dengan Zayden karena ada tujuan. Jangan-jangan tujuannya ada kaitannya dengan Kairo?Zayden meletakkan ponsel kembali ke atas meja, kemudian pergi ke ruang kerja untuk menelepon sekretarisnya."Cassius, utus seseorang untuk mengawasi Kairo apakah dia menyelidiki sesuatu belakangan ini. Ingat, harus hati-hati, jangan sampai ketahuan."Selesai bertelepon, Zayden kembali ke dapur lagi.Madeline sedang mengajari Gigi cara membungkus pangsit. Madeline belajar dengan serius. Tampaknya dia benar-benar suka melakukannya.Zayden mendekat, lalu mengusap kepala Gigi sambil berkata, "Boleh juga kamu, Nak. Kamu meniru dengan baik.""Jangan mengganggu, Paman Zayden. Bantu atau tunggu di luar."Astaga, Zayden ditegur oleh gadis kecil itu.Ma
Gigi sudah puas bermain. Sebelum pergi, dia membuat janji dengan Madeline untuk bertemu pada hari Sabtu.Tampaknya Gigi benar-benar menyukai Madeline.Madeline mengantar Gigi ke lantai bawah. Saat dia kembali ke kamar, Zayden sedang mandi.Madeline agak khawatir Zayden akan menyiksanya begitu pria tersebut selesai mandi.Bagaimanapun juga, hal yang ingin Zayden lakukan terganggu oleh Gigi.Makin berpikir, makin gelisah. Lantas, Madeline berjalan ke ruang tamu, lalu mengambil ponsel untuk melihat berita.Saat melihat sebuah pesan baru, dia membacanya, lalu ekspresinya tampak kecewa.Madeline membalas pesan itu, kemudian mencari angin di balkon.Ketika Zayden keluar dari kamar mandi, dia melihat Madeline yang bersandar pada pagar balkon.Dari belakang, wanita itu terlihat sangat kesepian.Zayden melangkah menuju balkon, kemudian membuka pintu balkon.Madeline menoleh, melihat Zayden.Pria itu bertanya, "Apa yang sedang kamu pikirkan?""Bukan apa-apa." Madeline menggeleng. "Hanya ingin ca
Jett tidak meminta mahar, melainkan bertanya, "Tuan Muda Zayden, kalau kamu ingin menikahi Maddie, kenapa sebelumnya kamu keluar-keluar bersama Chiara? Apakah kamu tahu kalau perilakumu akan merugikan Chiara?""Ada banyak wanita yang terlihat bepergian denganku. Semua orang mengatakan kalau aku cocok dengan mereka. Apakah aku harus menikahi semuanya?""Tapi pernikahan antara keluarga kita sudah diumumkan sebelumnya.""Memangnya Madeline bukan bagian dari keluargamu? Atau Madeline diperlakukan secara berbeda karena dia bukan anak kandungmu? Bukankah kamu selalu mengatakan kalau kamu memperlakukan kedua putrimu secara adil?"Kata-kata Zayden membuat Jett agak tersedak.Jett memang pernah mengatakannya, tetapi Madeline dia simpan untuk diri sendiri, bagaimana boleh diberikan kepada orang lain?"Madeline nggak boleh. Ibunya nggak menyetujui pernikahan ini."Zayden tersenyum tenang sambil menyilangkan kaki. "Di era sekarang ada kebebasan menikah, bukan karena larangan seseorang, maka pernik
"Apa katamu?" Helen tertegun sejenak."Ibu, aku nggak suka melihat Ibu hidup bersama pria lain. Aku nggak suka Jett, nggak suka Chiara, juga nggak suka Ibu yang sekarang. Tinggalkan Jett, oke?"Helen terdiam cukup lama.Madeline dengan gelisah berkata, "Ibu ....""Ayahmu sudah pergi." Suara Helen terdengar tenang. "Aku sudah hidup bersamanya selama dua puluh tahun lebih, tapi sebelum meninggal, dia nggak meninggalkan satu patah kata pun untukku.""Ya, kalian sudah hidup bersama selama dua puluh tahun lebih. Setelah insiden itu terjadi, kamu terus menyalahkan Ayah. Apakah kamu nggak pernah berpikir kalau ayahku mungkin saja nggak salah? Apakah kamu paham betapa sedihnya dia?""Dia melakukan kesalahan, jangan membelanya lagi, Maddie. Ayah yang menurutmu baik itu nggak sebaik yang kamu pikirkan. Apa yang dia tinggalkan untuk kita? Hujatan, penghinaan."Mata Madeline memerah."Aku tahu betul ayahku seperti apa. Dia jauh lebih baik daripada Jett. Ayah sudah pergi, jadi aku nggak mau mendeba
Zayden tidak tahu apa yang terjadi, hanya saja tangisan gadis yang biasanya tegar ini membuat hatinya kacau.Zayden melangkah maju, membuka pintu balkon pelan-pelan, kemudian bersandar di samping, menemani Madeline dalam diam.Setengah jam kemudian, Madeline mengangkat kepalanya untuk melihat langit.Dia melepas earphone. Saat berdiri dan berbalik, dia terperanjat oleh sosok yang ada di belakangnya.Madeline menatap Zayden dengan terkejut. "Ka ... kapan kamu datang ke sini?"Zayden berpikir. "Sejak kamu menangis, sudah beberapa saat."Ketika mendengar kata menangis, Madeline segera memalingkan wajahnya untuk menyeka air matanya. Setelah memutar bola mata kepada Zayden, dia berjalan ke dalam kamar.Zayden mencekal pergelangan tangan Madeline tatkala wanita itu berjalan melewatinya."Apakah terjadi sesuatu?""Nggak," jawab Madeline dengan tenang."Kalau begitu apa yang kamu tangiskan?"Madeline cemberut. "Menguping orang lain menangis sangatlah nggak sopan.""Kalau aku memotong tangisanm