Sementara itu, setelah Dilan dan Sarah pergi, Daffa diserahkan ke polisi oleh para satpam. Mereka memborgolnya dan menaruhnya di mobil mereka sebelum membawanya ke kantor polisi.Di perjalanan menuju kantor polisi, Daffa terus terdiam. Benaknya masih dipenuhi oleh pikiran-pikiran mengenai hubungannya dengan Sarah yang baru saja berakhir. Sudah tidak ada lagi keraguan di dalam dirinya. Sarah telah mengakhiri hubungan mereka. Semuanya sudah selesai.Ketika mereka tiba di kantor polisi, Daffa turun dari mobil dengan tatapan kosong di wajahnya. Mereka menuntunnya ke sebuah ruangan di kantor polisi dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah lima menit, seorang polisi datang ke dalam ruangan.“Daffa Halim. Apakah aku benar?”Daffa menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin berbicara.“Anda dituduh dengan tiga pelanggaran atas perilaku Anda malam ini. Anda dituduh atas penyerangan dan penganiayaan, membuat kegaduhan, dan kekerasan.”Mata Darius terbelalak. Dia tidak menyangka akan dituduh seban
Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masala
”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny
Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj
”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena
Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah
Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart
Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a
Isabella menunjuk Daffa dengan jari yang gemetar, tapi lengan itu tidak lama jatuh ke sisi. Mata di sisi tubuh Edward yang berada di bawah kendali Isabella membelalak terkejut. Ujung bibirnya berkedut, tapi dia tidak dapat bersuara.Daffa menyadari hal ini dan mengangkat sebelah alisnya. Dia mengangkat kedua lengannya lagi dan menyelimuti Edward dengan kekuatan jiwanya. Dia awalnya berniat untuk membantu Edward menyerang Isabella, tapi dia tidak dapat menemukan Isabella secara akurat dengan mata yang terbuka.Di sisi lain, Isabella bisa melihat kekuatan jiwa Daffa dan dengan mudah menghindarinya, yang berarti Daffa bisa menyakiti Edward kapan pun. Karena itu, itu bukanlah cara yang tepat untuk menangani hal ini. Namun, Daffa dapat mendorong Edward dan membantunya mengalahkan Isabella dengan menyelimuti Edward dengan kekuatan jiwanya.Ada poin plus dari cara ini. Jika Isabella mengambil kesempatan ini untuk menyerap kekuatan jiwanya, itu akan melukainya alih-alih memberikan dirinya d
“Kamu melakukan hal yang bodoh dengan memandangku dengan tatapan polos seperti itu.” Daffa menatap Edward dengan tatapan menghina. Tatapan mata Edward perlahan berubah setelah mendengarnya. Memang benar setengah dari tatapan itu dimiliki oleh Edward yang sebenarnya, tapi separuh yang lainnya membuat kulit merinding.Ketika dia membuka mulutnya, suaranya serak. “Aku terkejut kamu berhasil mengetahui bahwa aku bukanlah Edward yang sesungguhnya. Itu bukanlah sesuatu yang akan terbesit di pikiran orang biasa, tapi kamu langsung terpikirkan hal itu.”Isabella tiba-tiba tersenyum, membuat wajah Edward terlihat mengerikan. Dia hanya dapat mengendalikan separuh tubuh Edward dan menarik separuh tubuhnya yang lain ke depan. Daffa menaikkan sebelah alisnya ketika dia melihatnya dan berdiri menghalangi jalan Edward dengan tangan di balik punggungnya.Daffa terlihat tenang, tapi tangannya mengkhianatinya karena dia mengetukkan jarinya di tangan yang lain. Isabella tidak dapat melihat ini. Yang d
Karena nalurinya memberitahunya bahwa ada yang aneh, itu berarti kematian Isabella bukan karena sebab alamiah. Namun, itu cukup sederhana untuk melihat apakah dia sungguh mati atau tidak. Senyuman terukir di wajah Daffa seraya dia berjalan menghampiri Sierra Stevan Sutyastomo yang napasnya hampir tidak dapat terdeteksi.Daffa menaikkan sebelah alisnya. Sekarang, dia tahu kenapa Isabella lemah sekali sebelumnya meskipun dia hanya sedikit lebih lemah dibandingkan dengannya. Sebagai ahli bela diri terbangkit, tidak mungkin dia mengalami luka-luka serius seperti itu karena satu teriakan, tapi sekarang tampaknya dia telah mengorbankan dirinya sendiri untuk melindungi Sierra.Daffa menaikkan sebelah alisnya lagi. Kesimpulan ini tampak menggelikan, tapi itu adalah satu-satunya yang dapat terpikirkan olehnya. Apa pun kenyataannya, itu tidak akan mengubah hasilnya—Isabella bukanlah orang yang manusiawi dengan hati nurani.Isabella pasti memiliki alasannya sendiri untuk melindungi Sierra. Mun
Pemandangan di hadapan Daffa membuatnya sangat tidak nyaman, tapi dia memaksakan dirinya untuk mulai bergerak lagi. Kali ini, dia beranjak ke arah reruntuhan yang dulunya merupakan markas Grup Sierra.Dia bisa merasakan keberadaan Isabella di sana. Napas wanita itu hampir tidak dapat terdeteksi, tapi itu membuktikan bahwa dia masih hidup. Daffa ingin menggoyangkannya untuk membangunkannya dan mengetahui apa yang telah terjadi dalam sepersekian detik rasa sakit itu.Seraya dia menghampiri reruntuhan itu, dia melihat sesuatu yang membuatnya mengangkat sebelah alisnya karena terkejut. Isabella terbaring di tanah dan di pelukannya tergeletak seorang pria yang terlihat jauh lebih tua dari Isabella. Dia mungkin cukup tua untuk menjadi kakek Isabella. Akan tetapi, yang lebih mengejutkan adalah bahwa Daffa mengenalinya.Dia adalah penemu Grup Sierra, Sierra Stevan Sutyastomo, dan orang yang sebenarnya Daffa incar. Ternyata, dia adalah orang yang amat sangat tidak penting.Daffa mengamati m
Dia tidak pernah sekali pun mengalami kekuatan jiwanya terpengaruh oleh faktor eksternal dan itu membuatnya bingung. Isabella terus memperhatikan Daffa seraya dia mengamati setiap pergerakannya. Dia tidak mau percaya kalau semua serangannya sempurna. Pasti ada titik lemah di suatu tempat.Namun, ketika dia merasa dia akan menemukan sesuatu, hal lain menarik perhatiannya. Seseorang sedang menghampirinya dari belakang selagi dia menghadapi Daffa.Isabella terhimpit di tengah-tengah mereka. Jika dia tidak bisa menghindar, dia akan mati dengan mengenaskan. Tekanan yang Daffa kerahkan padanya akan mengubahnya menjadi bubur, mirip seperti apa yang telah Isabella lakukan pada korban-korbannya di masa lalu.Isabella mengangkat kedua lengannya, mengarahkan satu telapak tangan ke arah Daffa dan telapak tangannya yang lain ke arah orang di belakangnya, lalu melepaskan kekuatan jiwanya. Seketika, dia merasa napasnya kembali menjadi normal dan tenang. Dia mencibir dan menatap Daffa dengan menghi
Daffa melompat ke udara tepat ketika Isabella melancarkan serangannya, jadi itu tidak mengenainya. Dia memandang ke bawah dan melihat pusaran hitam di tempat dia berdiri satu detik sebelumnya. Segala hal dalam sekian radius dari pusaran itu tersedot ke dalamnya.Bibir Edward berkedut ketika dia melihatnya dan dia langsung bergerak menjauh. Dia tidak bisa menjamin keselamatan dirinya sendiri, tapi dia yakin jika dia terkena pusaran itu, dia akan langsung kehilangan nyawanya.Seraya dia mencoba memikirkan cara untuk menangani Isabella, dia tanpa sadar bergidik karena suhu di sekitarnya tiba-tiba menurun. Itu bukan karena perubahan cuaca. Seseorang telah mendaratkan tatapan matanya pada dirinya. Edward mengernyit dan menoleh ke arah sumber tatapan mata itu, membawanya ke wajah Isabella yang tersenyum.Entah kenapa, dia tiba-tiba tidak merasa kedinginan lagi. Sebaliknya, kehangatan mengisi dirinya, membuatnya bingung. Baru saja satu detik sebelumnya dia merasa Isabella lebih menakutkan
Edward menoleh untuk menatap Isabella sambil tersenyum, tapi yang bisa Isabella rasakan hanyalah penghinaannya. Isabella mendengus dan memejamkan matanya, seketika membuat Edward merasa berkepala jernih. Sekarang, dia tahu kenapa Daffa ingin dia yang menanyakan pertanyaannya.Edward berkata, “Tuan Halim, dia tampaknya lebih kuat daripada Damar Maru, tapi Anda berhasil mengalahkan Damar hanya dengan satu jentikan jari. Malah, dia tidak keberatan Anda merekam video dirinya. Kita bahkan tidak berkeringat ketika menangani mereka.”Isabella membuka matanya dan menatap mereka dengan curiga. Daffa memasukkan tangannya ke dalam saku dan mengangkat bahunya. “Mungkin itu karena Damar tahu batasannya.” Dia menatap Isabella, melangkah mundur, dan memiringkan kepalanya. “Edward, bagaimana kalau kamu kirimkan video itu pada Nona Bramadya? Mungkin dia akan mempelajari satu atau dua hal dari video itu.”Daffa terdengar tenang, tapi Isabella memucat. Dia sekarang memercayai segala hal yang Daffa kat
Apa pun jawaban terhadap pertanyaan Daffa, itu tidak akan mengubah kenyataan bahwa dia sekarang sedang menghadapi orang ini. Dia menatap wanita itu dengan dingin dan bertanya, “Apakah kamu bagian dari organisasi ini?”Wanita itu tersenyum dengan lembut. “Itu adalah pertanyaan yang menarik. Apakah kamu sudah lupa apa nama organisasi ini? Ataukah kamu hanya tidak mau repot-repot memeriksa latar belakangnya?” Suaranya manis dan merdu dan senyumannya menarik perhatian Edward.Daffa bahkan tidak mengedip. Dia menatap wanita itu dengan tatapan meremehkan dan berkata, “Kamu tidak sadar betapa konyol dirimu kedengarannya, ya? Pokoknya, kamu sudah mencoba dan gagal untuk menjebakku dengan cara itu. Kenapa kamu cukup bodoh untuk mencobanya lagi?” Dia tersenyum mengejek.Ekspresi wanita itu berubah dan dia memaksakan dirinya untuk berbicara melalui gertakan giginya, “Daffa Halim, aku tahu kamu kuat, tapi kesombonganmu akan menjadi penyebab dari kejatuhanmu!” Dia menatap Daffa dengan tatapan me
“Tidak pernah terbesit di pikiran dia bahwa seseorang akan dapat mengalahkannya.” Seraya Daffa berbicara, dia berjalan ke arah sofa yang Damar duduki sebelumnya. Ada dua boks di atas meja kopi di hadapannya.Edward mengikutinya, mulutnya menganga terkejut. Setelah menghabiskan waktu yang lama sekali di sisi Daffa, dia telah cukup memahami bagaimana Daffa bekerja dan dia tidak berpikir Daffa akan menghancurkan Grup Maru hanya untuk melindungi Kota Almiron.Edward bertanya dengan suara yang kecil, “Tuan, apakah Anda mengenal Damar di masa lalu?” Kemudian, dia kembali menyusut dan memandang Daffa dengan gugup.Daffa memandang ke luar jendela. Seketika, Edward merasa benak Daffa berjarak amat sangat jauh darinya. Perasaan itu tidak menghilang bahkan ketika Daffa berbicara. “Sebelum aku kembali ke Keluarga Halim, aku adalah yatim piatu miskin yang harus melakukan pekerjaan-pekerjaan aneh untuk melanjutkan pendidikanku. Aku selalu percaya bahkan orang miskin pun pantas untuk dicintai dan