Share

Bab 3

Author: Benjamin
”Kamu mau putus denganku?” tanya Daffa, masih tidak bisa memercayai apa yang dia baru saja dengar.

“Benar, Daffa, aku mau putus denganmu. Hubungan ini telah berakhir,” kata Sarah tanpa perasaan sedikit pun di suaranya.

“Seperti yang bisa kamu lihat, sekarang aku sudah menjalin hubungan dengan pria kaya dan tampan yang bisa membiayaiku. Semoga kamu bisa segera mendapatkan yang terbaik untukmu, Daffa,” kata Sarah dengan nada yang sudah mantap. Dia sudah memutuskan hubungan apa pun yang mereka jalani bersama dan menegaskan pendiriannya.

Tanpa sepengetahuan Daffa dan Sarah, siaran langsung itu masih disiarkan, jadi adegan kecil ini diketahui oleh semua mahasiswa yang sedang menonton siarannya. Kolom komentarnya sangat berapi-api.

“Apa maksudnya itu? Putus? Kalau begitu, Sarah sedang berpacaran dengan seseorang sebelumnya?”

“Tidak mungkin. Lihat saja pakaian orang itu. Aku berani bertaruh keseluruhan pakaiannya tidak sampai 450 ribu rupiah. Bagaimana mungkin seseorang seperti dia bisa berpacaran dengan Sarah Kusuma?”

“Benar juga. Tunggu, bukannya itu Daffa Halim?”

“Daffa Halim? Siapa itu? Kamu mengenalnya?”

“Tentu saja! Wah, aku tidak pernah menyangka dia adalah orang yang seperti itu. Dia adalah mahasiswa paling miskin di departemen Manajemen Bisnis kami.”

“Apa? Sungguh?”

“Iya. Dia bahkan tidak bisa membeli makan seharga 1,5 juta rupiah. Aku tidak habis pikir bisa-bisanya dia mengaku-ngaku berpacaran dengan Sarah.”

“Benar. Jelas sekali dia hanya mengincar apa yang tidak bisa dia dapatkan. Kalau tidak, untuk apa dia menunggu hingga Sarah menerima Dilan sebelum dia mendatangi mereka?”

Komentar-komentar terus berdatangan dan semua orang yang menonton siaran tersebut segera mulai melihat Daffa Halim dengan cara yang berbeda.

Namun, teman-teman asrama Daffa terkejut. Mereka tidak tahu kapan Daffa meninggalkan ruangan dan pergi ke Hotel Sky Golden. Jika mereka menyadarinya pun, mereka akan mencoba menghentikannya. Mereka juga tidak tahu harus memercayai siapa karena mereka benar-benar tidak tahu apakah dia sungguhan berpacaran dengan Sarah atau tidak.

Daffa tentu saja tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di kolom komentar dan hanya berfokus pada Sarah dan Dilan sepenuhnya. Setelah Sarah mengatakan bahwa dia putus dengannya, Dilan meninggalkan tempatnya dan berdiri di depan Sarah, bersikap protektif. Tidak masalah bagi Dilan jika mereka pernah menjalin hubungan sebelumnya. Sarah sekarang adalah miliknya dan dia tidak akan membiarkan orang jelata seperti Daffa mendekati wanitanya.

“Kamu sudah mendengarnya, bung. Terimalah. Dia tidak menginginkanmu yang miskin itu lagi,” kata Dilan, mengusap garam pada luka Daffa.

Daffa mengabaikannya dan mencoba berjalan mendekati Sarah, ingin mencoba membujuknya. Dia tidak mau membiarkan hubungan mereka berakhir seperti ini. Namun, Dilan tidak membiarkannya.

Dia mendorong Daffa mundur, membuatnya menjauh dari Sarah. Pada saat itu, Daffa akhirnya kehilangan akalnya. Dia mendorong Dilan dan akhirnya mereka saling berkelahi.

Karena Daffa adalah orang miskin sehingga harus bekerja serabutan, tubuhnya menjadi bugar dan memukau. Badannya sehat dan dia memiliki kekuatan yang besar di tubuhnya.

Dilan lahir di keluarga yang kaya, jadi dia diwajibkan untuk mempelajari bermacam-macam seni bela diri seperti taekwondo, tinju tendang, Krav Maga, dan semacamnya. Karena itu, dia selalu merasa percaya diri bahwa dia akan menang jika terlibat perkelahian.

Namun, setelah beberapa kali saling meninju, Dilan ternyata berada di pihak yang terlihat akan kalah. Akan tetapi, itu tidak begitu mengejutkan karena Dilan tidak pernah menganggap teknik-teknik tersebut secara serius. Dia adalah pengikut setia doktrin bahwa uang bisa menyelesaikan segalanya. Dia percaya bahwa selama dia memiliki uang, tidak ada satu pun atau apa pun yang tidak bisa dia kuasai.

Namun, memercayai doktrin tersebut malah membawanya pada kekalahan sekarang. Dia berada di pihak yang kalah ketika sedang melawan orang jelata seperti Daffa.

Dilan-lah yang mengatur kencan mereka untuk disiarkan secara langsung di Groove. Dia ingin menetapkan posisinya sebagai mahasiswa paling populer di kampus, jadi dia mengatur kencan mereka untuk disiarkan secara langsung.

Rencananya adalah menunjukkan pada seluruh kampus bagaimana dia menembak salah satu wanita tercantik di kampus dan hal tersebut akan meningkatkan popularitasnya. Akan tetapi, dia menyadari bahwa rencananya akan sia-sia jika dia tidak bisa mempertahankan reputasinya di sini.

“Sarah! Kenapa kamu diam saja di sana? Panggil satpam sekarang!” perintah Dilan.

Sarah bergegas melakukan perintahnya. Mereka masih berada di dekat Hotel Sky Golden sehingga satpamnya tidak jauh dari mereka. Akan kacau sekali jika Dilan kalah dari mantan pacarnya, Daffa, di sebuah perkelahian di hari pertama mereka berpacaran.

Sarah dengan cepat memanggil para satpam. Mereka bergegas menghampirinya karena mereka melihat Dilan dan wanita tersebut datang dengan mobil sport yang terlihat mewah. Mereka tiba di lokasi dan melihat Daffa sedang memukuli Dilan.

Mereka buru-buru menghampiri Daffa dan menariknya menjauh dari Dilan. Sebelum Daffa menyadari apa yang sedang terjadi, dua tamparan pedih mendarat di wajahnya. Dia melihat ke sekitar untuk mencari siapa yang menamparnya, tapi dia mendapati Sarah menatapnya dengan geram. Hatinya terasa seperti sedang diperas dengan menyakitkan. Tamparan itu sepertinya membuatnya sedikit lebih tenang dan dia membiarkan para satpam membawanya pergi.

Sarah buru-buru menghampiri Dilan yang tergeletak di tanah dan membantunya bangkit.

“Astaga, Dilan, apakah kamu baik-baik saja?” tanya Sarah, suaranya terdengar sangat khawatir.

Dilan tidak menjawab. Tatapannya melekat pada Daffa yang sedang dibawa pergi oleh para satpam. Pada saat itu, rasa benci yang teramat dalam tumbuh di hatinya. Seluruh rencananya telah hancur karena orang jelata itu! Dia telah menghabiskan lebih dari 750 juta rupiah dalam satu malam untuk membuat hari ini hari yang sempurna hanya untuk dihancurkan oleh orang jelata itu! Dia bersumpah akan membuat hidupnya menderita ketika dia kembali ke kampus.

Dia berbalik dan beranjak ke mobilnya yang diikuti oleh Sarah dari dekat. Dia tidak mengetahui apa yang akan Dilan lakukan. Namun, dia tahu sesuatu yang besar akan terjadi.

Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Suherman Syah
siiiip banget
Tignan lahat ng Komento

Kaugnay na kabanata

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 4

    Sementara itu, setelah Dilan dan Sarah pergi, Daffa diserahkan ke polisi oleh para satpam. Mereka memborgolnya dan menaruhnya di mobil mereka sebelum membawanya ke kantor polisi.Di perjalanan menuju kantor polisi, Daffa terus terdiam. Benaknya masih dipenuhi oleh pikiran-pikiran mengenai hubungannya dengan Sarah yang baru saja berakhir. Sudah tidak ada lagi keraguan di dalam dirinya. Sarah telah mengakhiri hubungan mereka. Semuanya sudah selesai.Ketika mereka tiba di kantor polisi, Daffa turun dari mobil dengan tatapan kosong di wajahnya. Mereka menuntunnya ke sebuah ruangan di kantor polisi dan menyuruhnya untuk duduk. Setelah lima menit, seorang polisi datang ke dalam ruangan.“Daffa Halim. Apakah aku benar?”Daffa menganggukkan kepalanya. Dia tidak ingin berbicara.“Anda dituduh dengan tiga pelanggaran atas perilaku Anda malam ini. Anda dituduh atas penyerangan dan penganiayaan, membuat kegaduhan, dan kekerasan.”Mata Darius terbelalak. Dia tidak menyangka akan dituduh seban

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 5

    Daffa berjalan tanpa tujuan selama lebih dari satu jam. Setelah berjalan lama, dia mulai merasa lelah. Rasa lelah dari perkelahiannya, kandasnya hubungannya dengan Sarah, dan penahanannya di kantor polisi akhirnya mulai mengambil alih.Dia melihat ke sekitarnya dan melihat bahwa dia sedang berada di taman yang kosong. Bulan di langit menerangi taman tersebut dengan begitu terang, membuat suasana yang tenang dan tenteram. Daffa memeriksa waktu dan sekarang sudah lebih dari tengah malam. Dia duduk di bangku taman dan menutup matanya.Kejadian-kejadian di hari itu memenuhi pikirannya dan segudang emosi mengalir dalam hatinya. Daffa tidak pernah menyesali fakta bahwa dia terlahir miskin, tapi dia menyesali menjadi orang miskin hari ini. Bukankah akan keren jika dia memiliki kekayaan yang melimpah? Kalau begitu, tidak akan ada yang bisa meremehkannya lagi. Dia tidak akan kehilangan Sarah oleh seseorang seperti Dilan. Lagi pula, jika dia sangat kaya, wanita cantik tidak akan menjadi masala

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 6

    ”Apakah kamu yakin tidak salah orang?” tanya Daffa dengan nada yang skeptis. Dia benar-benar kebingungan kenapa orang kaya sepertinya akan bersikap penuh hormat dan memanggilnya ‘Tuan Muda Halim.’“Tentu saja tidak, Tuan Muda Halim.” Pria tersebut menjawab dengan nada yang meyakinkan. Dia telah mencari begitu lama dan akhirnya menemukan tuan muda itu di sini. Tidak mungkin dia salah orang.Daffa menatap pria itu lagi. Awalnya, dia kira telepon tersebut adalah kasus penculikan, lalu mengira bahwa itu adalah telepon dari orang iseng. Namun, sepertinya kenyataannya jauh sekali dari yang dia kira. Ada pria kaya raya yang memanggilnya Tuan Muda Halim.“Tolong ikut saya, Tuan Muda Halim. Tuan saya sudah menunggu untuk menemui Anda sejak lama sekali.”Daffa menatap pria paruh baya itu lagi. Semua hal terjadi begitu cepat baginya. Belum sehari penuh sejak dia putus dengan Sarah dan sekarang seseorang yang belum pernah dia temui mengaku bahwa tuannya yang tidak dia kenal itu ingin menemuiny

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 7

    Daffa melangkah ke dalam ruangan itu yang terlihat seperti ruang kerja. Ada meja mahoni yang besar dan rapi di ruangan itu dan di balik meja itu terduduk seorang pria. Ada beberapa dokumen yang berserakan di meja dan kelihatannya pria tua itu sedang melihat-lihatnya sebelum Bram mengetuk pintu.Daffa sedari tadi mengira tuannya itu adalah orang yang angkuh dan sombong dengan beberapa wanita cantik menempel di lengannya. Lagi pula, dia tahu kalau orang di balik semua kekayaan itu jauh dari orang yang sederhana. Namun, imajinasinya ternyata terlalu liar dan jauh sekali dari kenyataannya.Tuan itu bukan orang yang angkuh dan sombong, tapi pria tua yang sederhana. Dia adalah tipe orang yang akan diberi bantuan untuk menyeberangi jalan yang ramai.Ketika Daffa memandangi tuan itu, tuan itu juga melakukan hal yang sama padanya. Dia menyipitkan matanya dan membenarkan kacamatanya beberapa kali seolah-olah sedang mempelajari Daffa seperti sebuah spesimen. Setelah beberapa detik dia mempelaj

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 8

    ”Sudah waktunya bagimu, Daffa Halim, untuk meninggalkan kehidupanmu yang lama dan menerima posisimu sebagai pewaris Konsorsium Halim.”Daffa kesulitan untuk memahami perkataan kakeknya itu. Dia masih belum selesai mencerna kenyataan tentang identitas kedua orang tuanya, tapi kakeknya malah melemparkan bom lain padanya. Dia bertanya-tanya berapa kali lagi dia harus merasa terkejut sebelum dia bisa istirahat.“Pewaris Konsorsium Halim?” tanya Daffa.“Iya, kamu adalah pewaris Konsorsium Halim,” jawab kakek Daffa.Daffa terkejut sekali lagi. Sebagai mahasiswa Manajemen Bisnis, dia langsung memahami apa itu konsorsium. Dapat dikatakan bahwa siapa pun yang mengaku memiliki konsorsium adalah orang yang sangat kaya!Apa itu konsorsium? Seseorang baru bisa dikatakan memiliki konsorsium jika dia memiliki lebih dari 50% saham di semua bisnis afiliasi yang terlibat!Daffa menatap kakeknya dengan tatapan yang berbeda. Itu sudah cukup menjelaskan mengapa semua hal di sini sangat mewah dan kena

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 9

    Daffa terbangun setelah tidur yang lama dan menyegarkan. Dia menghabiskan waktu yang banyak ketika mandi, mengagumi dekorasi kamar mandi yang mewah dan sangat indah, juga bak berendam yang cantik dan cermin yang tinggi. Setelah selesai mandi, dia mengenakan jubah mandi putih di sekujur tubuhnya dan berbaring di tempat tidur berukuran besar. Dia tidak dapat menikmati kelembutan tempat tidur karena dia sangat lelah. Dia tertidur beberapa detik kemudian, benar-benar kelelahan. Daffa bangkit dari tempat tidur dan berjalan menuju jendela. Dia menarik tirai hitam yang mahal dan melihat ke luar jendela kamarnya. Untungnya hari ini adalah hari Sabtu, jadi tidak ada kuliah atau kelas yang diadakan di kampus. Daffa melihat keseluruhan rumah besar Halim dari jendelanya. Dia belum melihatnya dengan jelas di malam hari, tapi melihatnya sekarang mengingatkannya pada kekayaan yang dimiliki keluarganya. Daffa mengingat semua yang telah terjadi kemarin malam. Seluruh dunianya benar-benar berubah

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 10

    Daffa masih mengingat-ingat hubungannya dengan Sarah ketika kakeknya angkat bicara lagi.“Daffa, kamu belum punya mobil, ‘kan?” tanya kakeknya.Daffa tidak menjawab, tapi ujung mata-matanya berkedut marah. Tentu saja dia tidak memiliki mobil! Bagaimana bisa dia membeli sebuah mobil ketika dia semiskin tikus gereja?!Jauhar Halim tersenyum hangat ketika dia melihat alis cucunya berkedut. Itu mengingatkannya pada anaknya. Anaknya Tristan Halim juga selalu mengedutkan alisnya ketika dia merasa kesal.“Yah, itu sebuah masalah. Kamu harus hidup seperti seorang Halim sekarang. Bram, bawa dia ke garasi dan biarkan dia memilih dua mobil yang dia inginkan. Modifikasi mobilnya sesuai seleranya dan kirimkan padanya sesegera mungkin,” perintah Jauhar dengan berwibawa.“Baik, Tuan Jauhar,” jawab Bram, membungkukkan badannya. Dia berbalik ke Daffa yang mulutnya menganga seperti ikan yang kehabisan nafas sebelum berbicara.“Tuan Muda Halim, lewat sini.”Daffa menghela nafas. Dari menerima kart

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 11

    Ketika dia kembali ke kamarnya, dia berbaring di ranjang dan terus memikirkan perkataan Bram.Ketika dia membuka matanya, sudah hari Minggu malam. Daffa memeriksa jadwalnya dan memastikan bahwa walaupun dia tidak ada kelas di hari Senin, dia perlu kembali masuk kelas di hari Selasa. Artinya, dia tidak bisa tinggal lebih lama di rumah besar Halim dan waktunya di sini sudah habis.Selama akhir pekan, tidak hanya menerima kartu hitam dan dua mobil super baru, kakek Daffa, Jauhar Halim juga memberikannya ponsel baru. Itu adalah ponsel keluaran terbaru yang diproduksi oleh perusahaan teknologi terkemuka PT Nix. Ponsel itu berwarna hitam dan bertuliskan ‘H’ indah di belakangnya yang berwarna emas, bukti bahwa ponsel itu juga telah dikustomisasi.Kemudian, tidak hanya 150 triliun rupiah di kartu hitam itu, kakeknya juga telah mentransfer 75 triliun rupiah tambahan di rekening biasanya, yang berarti dia memiliki total saldo sebanyak 225 triliun rupiah.Akhir pekan yang penuh kejadian itu a

Pinakabagong kabanata

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 598

    “Kupikir jika kalian bisa berhubungan dengan baik, aku tidak akan ikut campur. Sekarang, tampaknya itu tidak semudah yang kukira.” Mata Daffa dingin saat dia menatap mata Yarlin.Beberapa detik kemudian, dia tiba-tiba mengembuskan napas dan mulai terengah-engah. Wajah Daffa melembut. “Selamat datang kembali, Shelvin.”Shelvin batuk-batuk dengan keras, meletakkan tangannya di dinding untuk menopang tubuhnya seraya dia mengangguk. “Terima kasih, Tuan Halim. Aku tidak akan kembali hidup-hidup jika bukan karenamu.” Matanya merah karena batuk-batuk.“B*jingan itu menggunakan kekuatan jiwa hitamnya untuk mencekikku. Aku hanyalah sebuah bola kesadaran, tapi aku hampir mati kehabisan napas! Apakah kamu tahu betapa memalukannya itu? Tampaknya aku terlalu baik pada putranya.” Saat dia berbicara, dia berbalik untuk berjalan kembali ke ruangan.Daffa tidak bergerak. Dia mengerutkan dahinya dan mengamati Shelvin berjalan pergi dengan kesal. Shelvin terluka—setidaknya, pasokan kekuatan jiwanya t

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 597

    Namun, Bakrie jelas-jelas tidak menyukai Keluarga Halim. Maka, Bakrie tidak pernah menyebutkan apa pun tentang mereka. Ini berarti kalaupun Daffa ingin tahu tentang anggota keluarga lain dari Keluarga Halim, dia tidak memiliki cara untuk mengetahui lebih banyak tentang mereka … sampai sekarang. Sekarang, sebuah alternatif terpampang di hadapannya. Dia tersenyum dan berkata, “Tidak akan ada yang mengubah kenyataan bahwa kamu akan mati hari ini, tapi aku akan memberimu kesempatan untuk memilih bagaimana itu akan terjadi.”Brian menundukkan kepalanya dan memandang lantai, merasa kecewa dan marah. Dia tidak pernah membayangkan dirinya mengalami kekalahan sekeji itu. Dia menolak menyerahkan dirinya pada takdir seperti itu! Seketika, dia dipenuhi oleh kekuatan. Dia mendongak ke arah Daffa dengan menantang. “Siapa kamu? Kenapa kamu bisa ….”Sebelum dia bisa menyelesaikan kalimatnya, Daffa melangkah mundur dan menyipitkan matanya. Di sisi lain, Shelvin melangkah maju dengan tangan di dalam s

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 596

    “Mereka semua kehilangan pekerjaan mereka dan hal lainnya yang tidak terhitung karenamu!” Suara Brian menjadi serak karena berteriak-teriak.Daffa menyipitkan matanya. “Tindakanmu sembrono, tapi kamu terdengar berhati-hati. Kenapa?” Dia menatap Brian dari atas sampai bawah.Brian mengernyit, terlihat jijik. “Daffa, hidupmu akan berakhir di sini!” Begitu dia mengucapkan kata-kata itu, dia merasakan embusan angin mengempaskannya ke lantai. Dia terbaring di sana, matanya membelalak karena terkejut. Apa yang baru saja terjadi?Kenapa dia tiba-tiba telentang? Kekejutannya langsung menghilang ketika dia mendengar Daffa berjalan ke arahnya. Meskipun dia masih belum tahu apa yang telah terjadi, dia tahu Daffa-lah yang membuat dia berakhir seperti ini.Sebelum dia bahkan menyadari apa yang sedang dia lakukan, dia menggeram, “Daffa Halim, kamu hanyalah seonggok samp*h yang bergantung pada Keluarga Halim untuk mendapatkan keuntungan dari mereka! Apa hakmu memperlakukan aku seperti ini? Kamu m

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 595

    Ada banyak artikel lain yang ditulis dengan serupa, tapi Daffa tahu artikel-artikel itu dibuat oleh orang yang sama. Dia menyeringai dan berpikir, “Ini mulai menarik.”Pada saat ini, langkah kaki terdengar dari koridor, membuat Daffa menaikkan sebelah alisnya. Dia tidak bangkit dari kursinya. Dia tahu siapa pun yang ada di luar akan menerobos masuk, mau pintunya dikunci ataupun tidak.Seseorang menendang pintunya dengan suara yang keras dan berlari memasuki ruangan. Daffa menoleh untuk menatapnya sambil tersenyum. Tidak ada sedikit pun rasa takut terlihat di matanya.“Mengejutkan sekali melihatmu di sini sekarang,” katanya dengan tenang. Pada saat yang sama, dia menyandarkan punggungnya dan meletakkan lengannya di sandaran tangan kursinya, terlihat santai.Brian menyipitkan matanya melihat penampilan Daffa yang tenang, tiba-tiba bingung bagaimana dia harus bereaksi. Dia tidak menduga Daffa akan seperti ini.Sesaat, dia terlihat bingung, tapi dia segera mengembalikan ketenangannya

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 594

    Daffa menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. “Tidak perlu meminta maaf untuk hal-hal seperti itu.” Dia bangkit berdiri dan berjalan ke arah jendela, meletakkan tangannya di balik punggungnya. “Erin akan segera kemari. Semua pertanyaan kita akan terjawab pada saat itu.”Ketika dia mengucapkan kata-kata itu, dia melihat sebuah telur melayang ke arahnya. Bibirnya berkedut seraya dia melangkah mundur dan berkata dengan tenang, “Lihat. Amarah mereka adalah bukti dari keadaan mereka yang mendesak. Tidak penting sepintar apa seseorang, dia akan membuat kesalahan saat dia merasa cemas.”Shelvin tidak mengatakan apa-apa. Daffa tersenyum lagi. “Kalaupun dia tidak melakukan kesalahan sekarang, dia akan melakukannya nanti.” Dia berpaling dari jendela yang berlumuran telur dan duduk di kursinya lagi. Dia bertingkah seakan-akan tidak ada yang telah terjadi dan mengerjakan dokumen-dokumennya.Pada saat ini, Erin mengetuk pintu. Daffa melihat ke atas dan berkata, “Masuklah, Erin.”Erin mendoron

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 593

    Brian tersenyum dan berbalik untuk menatap Shelvin. Namun, dia tidak terlihat setenang sebelumnya—Daffa masih tidak memperhatikannya.Dia menarik matanya dari Shelvin untuk melihat Daffa dan berhenti tersenyum, ekspresinya berubah menjadi serius. “Pokoknya, itu menguntungkan bagimu.”Daffa mengangkat sebelah alisnya dan mendongak. “Aku tidak merasa begitu.” Dia kembali memperhatikan dokumennya lagi.Napas Brian menjadi lebih cepat. Dia menggertakkan giginya. “Apakah kamu menyadari betapa buruknya sikapmu sekarang? Bagaimana bisa kamu mengatakan hal-hal seperti ini?”Daffa menghela napas. “Aku kira kamu adalah orang yang menepati janjimu karena posisimu, tapi tampaknya aku keliru—kamu banyak bicara omong kosong. Sayangnya, aku tidak memiliki waktu untuk mendengarkanmu, jadi jika kamu terus mengatakan omong kosong, kamu tidak akan meninggalkan tempat ini hidup-hidup.”Brian memucat, tapi tidak ada rasa takut di matanya. Dia menoleh ke arah Shelvin lagi dan merasa khawatir melihat ke

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 592

    Kemudian, Shelvin merasa seperti dia telah membeku. Dia tidak dapat bersuara. Dia ingin melihat ke arah Daffa untuk meminta bantuan, tapi dia tidak lama mengetahui bahwa mustahil baginya untuk melakukannya—dia bahkan tidak bisa mengedip! Itu membuatnya ingin menangis.Pada saat ini, suara Brian yang tenang terdengar. “Jangan segugup itu. Ayahku, Yarlin Weis, adalah pria yang baik. Jika bukan karena itu, kamu tidak akan hidup sekarang maupun bisa mengambil alih tubuhnya.Mata Shelvin membelalak. Dia kira Yarlin sudah tidak ada lagi ketika dia memilih untuk menyelamatkannya.Daffa menatap Brian. “Jadi, apa yang sedang terjadi sekarang?”Brian mengangkat bahunya. “Dia ingin mengatakan sesuatu yang jahat padaku. Tidak mungkin ayahku akan membiarkannya.” Ada ekspresi senang di wajahnya, tapi itu dengan cepat menghilang.“Ini menyedihkan. Aku tahu kalau ayahku masih hidup, tapi aku juga tahu bahwa tidak ada kemungkinan bagiku untuk melihatnya lagi.” Dia berjongkok dan membenamkan wajahn

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 591

    Bimo tidak berani membayangkan apa yang akan terjadi pada dirinya selanjutnya. Dia melongo ke arah Daffa, pada akhirnya menutup mulutnya dan memejamkan matanya dengan pasrah.Daffa menghela napas. Begitu dia merasa sedikit lebih memiliki kendali atas situasi dan tidak setidak berdaya itu, teriakan kesakitan keluar dari bibir Umar.“Daffa, tolong, aku memohonmu untuk membunuh tunanganku secepat kamu membunuhku sekarang jika dia masih bersikap seabsurd sebelumnya,” teriak Umar. Kemudian, dia memalingkan kepalanya ke samping dan memegang jarum perak Shelvin, menusuk jarum itu ke dalam lehernya.Itu bukanlah apa yang Daffa ataupun Shelvin sangka. Meski begitu, Shelvin tidak sekaget Daffa. Dia menghampiri sisi Daffa dan meletakkan tangannya di pundak Daffa.“Tuan Halim, jangan gundah. Melakukannya adalah pilihan terbaik bagi Umar.”Situasi yang tidak diduga itu membuatnya menggigit bibirnya dengan sangat keras hingga berdarah saat dia berbicara.Daffa menatap Shelvin pada saat itu. Di

  • Sang Pewaris Konsorsium   Bab 590

    Bimo memucat, lututnya lemas begitu dia mendengar orang yang berbicara di telepon—itu adalah atasannya.“Ini nomor Brian Weis. Siapa, ya?”Bimo jatuh berlutut hampir seketika, memandang Daffa dengan gugup. Dia tidak dapat terus berdiri saat itu juga. Matanya gemetar begitu hebat hingga hampir copot dari tempatnya.Merasakan kecemasan Bimo, Daffa menyeringai dan menjawab, “Ini Daffa.”Suara di telepon itu langsung berubah menjadi penuh hormat. “Oh! Saya merasa terhormat berbicara dengan Anda, Tuan Halim! Bolehkah saya tahu kenapa Anda menelepon saya?”Senyuman terukir di wajah Daffa, tapi itu hanya karena formalitas dibandingkan untuk menunjukkan kegembiraan yang tulus. Dia berputar badan untuk menatap Bimo dan membentak, “Kurasa kamu dan aku perlu mendiskusikan investasiku ke kepolisianmu.”Keheningan selama dua detik berlalu sebelum Brian terkekeh dengan malu-malu. Ingin menyenangkan Daffa, dia bertanya dengan nada menjilat, “Apakah Anda ingin mendiskusikannya melalui telepon at

I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status