Iris mata Jono melebar, melihat pemandangan indah di matanya. Ia juga menikmati momen bagaimana Laila sangat terkejut.
'Seharusnya ini lebih baik daripada bekerja di panti pijat, kau hanya memijat tubuhku saja, aku membayarmu cukup mahal,' batin Jono menatap kesal gadis yang pernah menolongnya itu.Ia kecewa, ia berpikir Laila gadis baik-baik, tapi bukankah dia tidak jauh berbeda dengan Winda?'Ah ya, rahasia hidupku ada di tanganmu, sepertinya kita impas,' kata hati Jono bermonolog."Pak Jono ... ehem ... Pak Jonathan...""Panggil aku Jonathan, kau terkesan seperti anakku? Itu keterlaluan."Laila menggigit bibirnya.Pria ini hadir tiba-tiba di dalam hidupnya, dengan nama berbeda dan sikap yang berbeda.Dia dulu adalah lelaki buta yang dikhianati istrinya. Dulu adalah tuannya yang selalu butuh uluran tangannya, tapi sekarang..."Sa-saya... tidak menyangka...""Berikan jemarimu, kamu sudah tida"Apa yang kau lakukan? Kau melecehkan aku?"Leo masih terengah, iapun untuk pertama kalinya mencium seorang gadis."A-Aku... membalasmu," katanya.Hanah semakin menjadi, membalas katanya? Apa maksud bajingan ini?!"Membalas? Apa yang kulakukan?!""Kau selalu menghinaku, tapi aku tidak bisa membencimu, itu adalah balasan karena kau selalu menghinaku," jujur Leo. "Anggap saja aku telah mendapatkan apa yang kuinginkan darimu, meskipun aku tidak mendapatkan cintamu," lirih Leo kemudian, meskipun sebenarnya ia merasa ketakutan dan sedikit menyesal.Hanah mengusap kuat bibirnya karena bekas ciuman Leo tadi. "Ayo pulang! Kau membuatku semakin gila!""Baiklah."Leo mengemudi tapi ternyata Hanah masih protes."Aku mau ke desa, bukan ke rumah ayah angkatku!" bentaknya kemudian."Malam-malam begini?" Leo semakin kaget.###Siapa yang tahu kamar pengantin itu begitu sunyi dan dingin.
Semakin bingung Laila melihat ke arah nakas. Ia melihat peralatan terapi ada di sana.Ia mulai memutar otak atas maksud suaminya ini.'Apakah maksudnya pelayanan itu adalah sebuah pijatan?' batinnya sungguh tak mengerti."Laila, kenapa lama sekali? Aku sangat capek hari ini sehingga butuh relaksasi. Jangan lupa minyak aroma terapinya, sepertinya lebih menyegarkan."Gila! Ini benar-benar gila! Dia pikir mereka akan melewati malam pertama seperti kebanyakan orang. Yah, seharusnya dia sadar bahwa pernikahan mereka adalah kepalsuan. Jadi sepertinya dia hanya akan menjadi terapis di rumah ini?"Ah, iya, Pak. Aku akan mengambilnya."Laila gegas mengambil peralatan pijat yang sudah Jono siapkan.Laila duduk di tepi tempat tidur sambil tersenyum geli pada dirinya sendiri. Sangat lucu, ia terlalu banyak berpikir.Iapun mengoleskan minyak pada punggung suaminya perlahan, menyentuh kulit berotot Jono yang bidang. Perlahan
Jono dan Deo melaju menuju rumah sakit lansia yang dikabarkan ada Indriana di sana.Mereka berjalan menyusuri koridor dengan tenang.Ada beberapa pasien jompo yang duduk di taman yang teduh. Dan beberapa melakukan gerakan senam lansia di sudut yang lain di tempat yang bercahaya penuh.Tak lama kemudian salah seorang perawat mendekati Jono dan juga Deo."Maaf, ada yang bisa saya bantu?" tanya perawat itu."Uhmm, tidak. Saya kemari hanya ingin melihat keadaan klinik ini. Kemungkinan saya membutuhkan tempat ini untuk seseorang.""Ah, apakah orang tua Anda?""Ehmm, mungkin."Perawat itu tersenyum dan berkata, "Sayang sekali, orang tua Anda pasti kesepian..."Jono melihat ke sekeliling, tempat ini cukup ramai, tapi kenapa dikatakan kesepian?"Apa maksudmu?""Eh, enggak, Pak. Kebanyakan mereka yang datang adalah orang tua yang tidak bisa mendapatkan kasih sayang anaknya, mereka terpaksa berada di
Bola mata Jono memerah menahan perasaan yang menyala.Ia tak mengerti mengapa ia begitu marah melihat kemesraan keduanya.Penderitaan ayahnya! Ya, hanya itu yang ia pikirkan.Gerahamnya mengeras, menatap kertas dengan nominal besar itu dan ingin meremasnya. Ia langsung menoleh pada asistennya yang juga sangat tegang. Meminta penjelasan!"Oh ya, siapa tamu kita ini, sayang?" seketika ucapan itu memukul kegalauan Jono."Ehem...""Mereka adalah donatur kita suamiku, mereka orang baik yang merasa prihatin dengan kondisi taman para lansia.""Ooh, sungguh menyenangkan bertemu dengan orang baik seperti kalian, orang yang penuh perhatian kepada orang yang membutuhkan. Maklum saja... mereka tidak semuanya berasal dari keluarga berada," kata lelaki itu dan menyalami mereka berdua.Oh tidak, Jono sudah tak tahan lagi dengan sentimentil di hatinya.Iapun mempercepat perkenalan dan mohon diri untuk pergi.Di mob
Laila sungguh tak mengerti, pria di hadapannya ini mengapa menjadi sekejam ini.Bisa ia rasakan betapa bencinya pria ini terhadapnya.'Tapi apa salahku? Aku sudah menuruti semua keinginannya, dan inikah yang kudapatkan?' batinnya dan netranya terus menatap Jono yang tertawa mengejek kepadanya.Dilihatnya makanan di lantai dengan kondisi kotak yang hancur. Maka iapun duduk untuk mengambil makanan itu.Ia bersyukur tidak sepotong pun yang menyentuh lantai, meskipun secara harfiah ini cukup melecehkan dirinya.'Mengapa dia mengujiku? Apa tujuannya?' batinnya terus bertanya-tanya."Wanita selalu bersikap rendahan, aku hanya mengajarimu bahwa perempuan harus berada di kaki lelaki, kalian lebih baik seperti itu dan tidak melanggar batas!" tegas Jono."Lain kali aku tidak akan memaafkan kamu berbicara dengan lelaki manapun saat aku berada di rumah ini, mengerti?"Lelaki itu melangkah melewati Laila, ia membuka kemejany
"Kenapa? Kenapa kau harus cemburu?" kini Jono yang juga ikut menghadap ke arah Laila dengan senyuman sinis. "Apa kau juga mulai ketularan jatuh cinta padaku? Heh?" "Apa kau sehebat itu? Yang kutahu kau ... " '... dicampakkan Winda istrimu...' batinnya berkata, tapi tidak bisa keluar dari kerongkongan."Kau kenapa?""Kau hanya punya kekayaan, tapi tidak punya hati."Jono membalik dan menghempaskan punggungnya ke belakang sambil tertawa, "Wanita selalu saja memperdulikan uang yang dimiliki laki-laki, aku tidak akan tertipu lagi. Seperti kamu juga, pernikahan ini terjadi karena kau membutuhkan uang.""Bagaimana kalau ternyata aku tidak seperti itu? Kau menuduh semua wanita sama dengan mantan istrimu, dasar psikopat!""Bagus. Aku salut kalau kau memang tidak seperti itu. Hanya saja jangan pernah jatuh cinta pada lelaki sepertiku, karena aku juga tidak akan pernah menyukaimu."Setelah mengatakannya, Jono membelakangi Laila,
"Jangan salah faham, meskipun pribadi, hal ini berkaitan dengan orang lain, bukan hanya denganmu."Indriana semakin penasaran, ia segera duduk dan menatap Jono, ingin tahu apa yang hendak ia katakan."Aku ingin tahu soal tiga puluh tahun yang lalu, bukankah kau dulu pernah menikah dengan seseorang?"Indriana terlihat gugup, ia terdiam beberapa saat lalu tersenyum."Tiga puluh tahun yang lalu? Hmm, kau pasti baru dilahirkan, ada apa sebenarnya? Apa yang kau inginkan?""Apakah pada waktu itu kau sudah menikah? Atau kau melupakan kisah pernikahan itu?"Wanita itu terlihat menghela nafas, "Apa yang sudah berlalu tidak akan kembali, apalagi kalau itu adalah kisah menyakitkan yang harus dilupakan sepenuhnya.""Apakah begitu mudah melupakan sesuatu yang menyakitkan? Kalau bagiku, aku akan membalas dendam untuk melupakannya dengan baik."Indriana tersenyum masam, ia merasa tak nyaman karena Jono bersikap menggurui.
Laila bergegas menghubungi dokter.Selagi menunggu, iapun . memasukkan seluruh makanan dengan aroma petai ke dalam kantong plastik.Kepanikan terlihat di wajahnya. Tadinya ia mau mengerjai Jono untuk membalas dendam, akan tetapi ternyata Jovan malah seperti mau pingsan."Oh tidak, kenapa hasilnya seperti ini? Ini sangat diluar perkiraanku," gumamnya.Setelah selesai membersihkan makanan dan menyemprotkan pewangi ruangan maka iapun melihat kondisi kedua pria yang mabuk karena aroma petai buatannya. Benar saja, ayah mertuanya terpaksa mendapatkan bantuan pernafasan dan Jono harus terbaring karena kelelahan.Laila diam membeku karena merasa sangat bersalah."Laila, kemarilah," panggilan Jono membuyarkan lamunannya."Ehmm, iya," jawabnya pelan dan mendekat."Apa yang terjadi, kenapa kamu meracuni kami? Kamu meracuni suami dan ayah mertuamu, apa kau sudah gila?"Laila menunduk pasrah, rasa sesal jelas t