"Kenapa? Kenapa kau harus cemburu?" kini Jono yang juga ikut menghadap ke arah Laila dengan senyuman sinis. "Apa kau juga mulai ketularan jatuh cinta padaku? Heh?"
"Apa kau sehebat itu? Yang kutahu kau ... " '... dicampakkan Winda istrimu...' batinnya berkata, tapi tidak bisa keluar dari kerongkongan."Kau kenapa?""Kau hanya punya kekayaan, tapi tidak punya hati."Jono membalik dan menghempaskan punggungnya ke belakang sambil tertawa, "Wanita selalu saja memperdulikan uang yang dimiliki laki-laki, aku tidak akan tertipu lagi. Seperti kamu juga, pernikahan ini terjadi karena kau membutuhkan uang.""Bagaimana kalau ternyata aku tidak seperti itu? Kau menuduh semua wanita sama dengan mantan istrimu, dasar psikopat!""Bagus. Aku salut kalau kau memang tidak seperti itu. Hanya saja jangan pernah jatuh cinta pada lelaki sepertiku, karena aku juga tidak akan pernah menyukaimu."Setelah mengatakannya, Jono membelakangi Laila,"Jangan salah faham, meskipun pribadi, hal ini berkaitan dengan orang lain, bukan hanya denganmu."Indriana semakin penasaran, ia segera duduk dan menatap Jono, ingin tahu apa yang hendak ia katakan."Aku ingin tahu soal tiga puluh tahun yang lalu, bukankah kau dulu pernah menikah dengan seseorang?"Indriana terlihat gugup, ia terdiam beberapa saat lalu tersenyum."Tiga puluh tahun yang lalu? Hmm, kau pasti baru dilahirkan, ada apa sebenarnya? Apa yang kau inginkan?""Apakah pada waktu itu kau sudah menikah? Atau kau melupakan kisah pernikahan itu?"Wanita itu terlihat menghela nafas, "Apa yang sudah berlalu tidak akan kembali, apalagi kalau itu adalah kisah menyakitkan yang harus dilupakan sepenuhnya.""Apakah begitu mudah melupakan sesuatu yang menyakitkan? Kalau bagiku, aku akan membalas dendam untuk melupakannya dengan baik."Indriana tersenyum masam, ia merasa tak nyaman karena Jono bersikap menggurui.
Laila bergegas menghubungi dokter.Selagi menunggu, iapun . memasukkan seluruh makanan dengan aroma petai ke dalam kantong plastik.Kepanikan terlihat di wajahnya. Tadinya ia mau mengerjai Jono untuk membalas dendam, akan tetapi ternyata Jovan malah seperti mau pingsan."Oh tidak, kenapa hasilnya seperti ini? Ini sangat diluar perkiraanku," gumamnya.Setelah selesai membersihkan makanan dan menyemprotkan pewangi ruangan maka iapun melihat kondisi kedua pria yang mabuk karena aroma petai buatannya. Benar saja, ayah mertuanya terpaksa mendapatkan bantuan pernafasan dan Jono harus terbaring karena kelelahan.Laila diam membeku karena merasa sangat bersalah."Laila, kemarilah," panggilan Jono membuyarkan lamunannya."Ehmm, iya," jawabnya pelan dan mendekat."Apa yang terjadi, kenapa kamu meracuni kami? Kamu meracuni suami dan ayah mertuamu, apa kau sudah gila?"Laila menunduk pasrah, rasa sesal jelas t
Jono berkedip, melihat wanita ini serasa mengingatkan pada Winda dahulu.Ya, dia adalah art yang bekerja untuk Winda dan merawatnya saat buta.Awalnya dia berpikir Laila adalah gadis istimewa dan baik, tapi ternyata dia adalah wanita yang juga memikirkan uang dan uang semata.Bekerja di Fantasia, memiliki banyak kekasih dan juga membuatnya hampir mati.Apa tidak tau berapa uang yang ia keluarkan demi membuat ibu angkatnya sembuh? Nenek tua itu bisa diselamatkan adalah karena uang darinya, dan sekarang dia ingin bebas?"Jonathan, kenapa kau tidak menjawabku? Apakah kau ingin aku bekerja atau berada di rumah?"Pria itu masih diam dan berpikir, andai ia membuat wanita ini manja, mengandalkan uang darinya, maka bisa saja nanti hidupnya makin sengsara jika berpisah darinya. Akan tetapi jika Laila tetap bekerja..."Kau bisa bekerja, selama kau bisa mengatur waktu.""Hmm, baiklah, aku menghargai prinsip ini," celetuk Laila. "Kalau begitu,
Jono sungguh tak mengerti, bagaimana ayahnya berada dalam keyakinan seperti ini.Ia merasa sakit melihatnya, bahwa ayahnya yang sangat setia ini ternyata dilupakan ibunya sendiri."Apa kau yakin mau menemui ibu?" tanya Jono akhirnya menyerah."Jonathan, aku sudah menunggunya selama puluhan tahun, tentu saja kau harus mempertemukan ayahmu dengan ibumu. Aku harus meminta maaf kepadanya karena tidak punya kemampuan untuk memperjuangkan keluarga kita."Jono benar-benar harus terdiam atas penuturan ayahnya. Ia sangat prihatin, tapi tidak bisa berterus terang untuk sementara ini.$$$Di perusahaan akhirnya Winda benar-benar datang dengan penampilan yang sangat berbeda.Wanita itu sudah seperti wanita karir sungguhan, ia berpakaian rapi dan berdandan ala modern.Jono sudah tidak asing lagi dengan penampilan itu, bahkan sekarang penampilan Winda jauh lebih seksi.Dari dinding kaca kantornya, Jono bisa melihat dengan jelas wanita itu bersikap sangat perfeksionis. Akan tetapi jauh di hati Jono
"Istri?" lirih wanita itu dan seketika wajahnya menjadi pucat mendengar pengakuan Jono bahwa Laila adalah istrinya.Ia menatap Jono penuh terkesima, seolah tidak mungkin Laila yang bekerja di tempat tersebut bersuami pria kaya ini."Kenapa kau tidak memanggilnya cepat?""Eh iya...ehmm... tunggu sebentar, saya harus bertanya pada atasanku," gugupnya seketika.Jono menunggu dengan tenang di sebuah ruang tamu.Ia sungguh penasaran apa yang dikerjakan wanita itu.Tak lama kemudian Laila muncul di sana. Ditatapnya pria yang duduk tenang di kursinya dengan menatap layar ponsel di tangannya."Maaf, kau sudah lama menunggu?" tanya Laila dan duduk di dekat Jono."Benar, aku bosan dan hampir saja mau pulang.""Oh, maafkan aku."Jono melihat penampilan Laila dengan seksama, ada rasa penasaran pada wanita yang sekarang berstatus istri ini."Apa kau juga melayani ekstra lelaki yang datang ke tempat ini?""Hmm? Maksudmu?""Kau pura-pura tidak tahu, padahal kau juga sama saja.""Pelayan ekstra? Pela
Winda tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya mendengar penuturan Jono. Ia tak pernah tahu kalau mantan suaminya ini sudah menikah lagi.Dibandingkan dengan dirinya yang semakin kacau hidupnya, terlebih saat Desta memilih menduakan dirinya dengan wanita lain. Ia sungguh ingin terlepas dari jeratan pria brengsek itu, tapi tak kuasa melawannya."Ka-kau sudah menikah?"Jono tersenyum sinis, seolah mengejek keterkejutan Winda."Tidak sulit mencari pengganti, bahkan aku tidak pernah ingat dengan perempuan yang pernah kunikahi."Winda menatapnya dengan menggigit bibirnya kuat, sebenarnya berita ini sangat melukai hatinya."Aku harus pergi, kerjakan apa yang kau butuhkan, tapi tolong jangan menggangguku. Selain itu kau hanya punya waktu satu minggu di tempat ini, setelah itu kau harus pergi."Langkah Jono langsung memasuki ruangan, lalu menutup pintu dengan cepat.Jono berdiri tegak di gawang pintu sebelum benar-benar duduk di kursinya.Neraka hidup baru saja terlihat di matanya dan membua
Sementara itu Laila yang baru saja merebahkan tubuhnya merasa sedikit terganggu dengan darah yang mengalir dari hidungnya. Darah segar itu cukup banyak dan menodai seprai dan juga bantal yang ia pakai."Apa ini? Kenapa banyak sekali darah?"Laila menutup hidungnya, ia cukup takut karena tidak pernah mengalaminya.Ia mulai teringat dengan Hanah yang sering kali mimisan dan mengatasinya dengan cara sederhana. Maka iapun melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Hanah di kampus.Sayangnya cara tersebut tidak begitu berhasil sehingga darah masih keluar cukup banyak dan kini membuatnya sedikit pusing.Laila berusaha menenangkan dirinya, berharap Jono segera muncul dan memberinya bantuan. Akan tetapi pria itu tidak muncul juga.Laila hanya pasrah, ia merasa lemah dan berkunang-kunang. Akan tetapi beruntung ia bisa meraih sofa dan duduk di sana.Pagi harinya, Laila terbangun dan ia merasa tubuhnya sedikit memiliki tenaga. Ia tak tahu apa yang terjadi namun ia yakin dirinya sempat pingsa
Laila tersenyum tipis, mendengar bagaimana Jono tidak merasa bersalah samasekali dengan sikapnya selama ini."Maaf, aku marah bukan karena perduli denganmu, tapi aku perduli dengan diriku sendiri. Apa pandangan orang jika aku membiarkan seorang wanita melakukan hal tak senonoh di rumah istrinya."Setelah mengatakan hal itu, tubuh Laila terasa menggigil, ia mulai merebahkan tubuhnya lagi di tempat tidur. "Jika kau sibuk, sebaiknya urusi saja adik tirimu itu, tak perlu kuatir denganku," katanya dan membalikkan tubuhnya membelakangi Jono.Jono hanya kebingungan sendiri, saat Laila membelakangi dan terlihat marah padanya."Hei, jangan salah sangka. Huft, kenapa kau membuatku bingung... sekarang yang terpenting kau harus ke rumah sakit, kau harus memeriksakan diri," ujarnya."Tidak perlu, aku hanya mau tidur, pergilah.""Jangan keras kepala, aku ini manusiawi, apa aku masih kurang baik? Ah, kalau kau tidak mau bangun, aku akan memanggil ambulans untuk membawamu ke rumah sakit."Sontak saj