Jovan mendengarkan dengan serius, dia tidak mengerti siapa wanita itu kali ini. "Kalau begitu, perkenalkan dia pada ayahmu ini, ayah senang mendengarnya, Juan membutuhkan seorang ibu, seharusnya kalian cepat menikah saja." Jonathan tersenyum, tidak sulit mendapatkan persetujuan semacam ini bukan? "Lalu bagaimana dengan ibu? Apakah ibu setuju kalau aku cepat menikah?" Indriana terdiam, ia tidak terlihat antusias. "Aku tidak yakin wanita seperti apa lagi yang kau pilih sebagai pendamping hidupmu. Tapi aku sudah kehabisan kata-kata untuk membuatmu sadar." Jawaban ibunya membuat Jonathan tidak puas samasekali. "Ibu tidak setuju aku menikah lagi?" "Bukan begitu, Jonathan. Ibu hanya ingin mengenal wanita seperti apakah dia itu. Ibu tentu saja merasa kuatir dengan kisahmu dalam menjalani rumah tangga. Ibu takut kamu terluka lagi." "Ibu, aku tidak seperti ayahku,.dia hanya setia dengan satu wanita saja, bukankah begitu, Ayah?" Jovan dan Indriana tertawa kecil dan sedikit t
Meena terpaksa mencobanya karena permintaan Indriana dan cincin itu sangat pas di jarinya. "Itu sangat pas sama kamu, Meena." Meena mengedikkan bahunya, ia masih tak mengerti. "Kalau begitu, aku akan menikahimu saja, apakah kamu bersedia?" Meena melotot tajam, jadi benar Jonathan sedang bermain-main? "Jonathan, apa maksudmu?" "Ayah, ibu... sebenarnya wanita itu adalah Meena. Wanita yang kusukai adalah Meena, dan sekarang aku ingin mendengar jawaban dari Meena." Indriana lebih terkejut lagi, ia tak menyangka Meena adalah gadis yang dimaksud Jonathan. "Kamu Serius?" "Tentu saja aku serius, Bu. Aku tau Meena adalah yang terbaik untukku dan juga untuk Juan. Apakah menurut ibu tidak seperti itu?" Indriana menatap Meena tak bisa menahan untuk tersenyum. Tentu saja itulah yang ia harapkan selama ini. "Aku sudah pernah menjodohkan kalian dahulu, tapi kalian tidak menuruti keinginan ibu, hah?" Ya, Jonathan juga ingat waktu itu dirinya menolak mentah-mentah tawaran ibuny
Indriana menerimanya, akan tetapi telapak tangannya sudah penuh keringat dingin. Ia merasa inilah yang ia butuhkan selama ini. Sebuah bukti nyata yang bisa mengembalikan ingatannya pada masa itu. Jonathan membiarkan Indriana dalam pikirannya sendiri. Ia terus mencoba banyak hal untuk membantu Indriana pulih. Wanita itu terus membuka album dan melihat apa yang ada di sana. Entah mengapa dadanya bergemuruh hebat saat melihat wajahnya berada di setiap lembar foto di sana. "Aku tak menyangka memiliki kenangan yang begitu indah seperti ini." Indriana melihat sendiri betapa indah senyum yang ia miliki dahulu. Senyum seorang wanita yang penuh kebahagiaan. Pada foto pernikahan itu iapun bisa menyaksikan tatapan matanya yang mencintai Jovan. "Ini adalah pernikahan kita?" tanya Indriana takjub. Jovan hampir menitikkan air matanya karena sangat sedih saat ini. Semua kebahagiaan yang pernah mereka miliki bersama menghilang begitu cepat. Karena tiga bulan setelah itu Indriana meng
Winda berjalan mendekati dengan jantung berdetak hebat. Rasa malu bercampur marah seorang membayang di wajahnya. Akan tetapi ini adalah akhir dari perjalanan yang harus ia lakukan. Setelah semua ini, ia akan pergi menjauh dari pria pujaannya ini. Meena melihat wajah Winda yang tertunduk dalam membuatnya kasihan. "Winda..." "Selamat atas pernikahan kalian, Meena. Semoga kalian bahagia." Jonathan hanya diam melihatnya sementara Hanah melihatnya dengan wajah kesal. "Kamu tau sekarang, seorang lelaki itu tidak akan memaafkan perempuan yang berselingkuh, apa kamu mengerti sekarang?" Hanah berbicara blak-blakan, membuat Winda semakin sedih. "Maafkan aku atas semuanya. Aku sungguh minta maaf," wajah Winda kemerahan menahan air mata. Jonathan berharap penyesalan itu memang benar-benar ada pada wanita ini.Setelah mengatakannya Winda kemudian membalikkan tubuhnya untuk pergi dari sana.Meena sedikit merasa bersalah atas kejadian itu. Iapun tak mengira akan seperti ini akhirnya."Aku mer
"Jonathan, bangunlah nak, sebaiknya kalian tidur di kamar kalian dan bukan di sini," bisik ibunya pelan sementara Jonathan masih belum penuh kesadarannya. "Ibu? Oh, tidak, aku ketiduran tadi." "Mana Mirna pengasuh kalian? Kenapa tidak ada di sini untuk menjaga mereka?" "Anu Bu, Ayah Mirna sakit keras sehingga ia harus ke rumah sakit." "Oh, begitu rupanya. Kalau begitu, bangunkan istrimu dan aku yang akan menjaga anak-anak malam ini." Jonathan sedikit malu, tapi tentu saja itu yang diharapkan. "Baik, Bu, aku akan membangunkan Meena terlebih dahulu." "Baik, bangunkan dia dan aku akan menyiapkan botol susu untuk anak-anak." Setelah ibunya pergi, Jonathan mendekati Meena yang terlelap sementara Juan masih menyusu di tubuhnya. Perlahan iapun mengusap puncak kepala Meena dengan lembut lalu menyentuh pipinya. "Sayang, kamu mau bangun apa enggak?" panggil Jonathan dengan terus membelai pipinya. "Hah? Eh, Jonathan?" "Iya, ini aku, suamimu." "Ya Tuhan, aku lupa. Aku hampir terkejut
"Pak Jono, saya sebenarnya adalah utusan Pak Jovan." Jono mengerutkan kening, bingung. Pria yang tak lama ini menjadi buta akibat kecelakaan itu benar-benar tak tahu siapa pria yang dimaksud oleh sopir sang sahabat. "Pak Jovan? Siapa Jovan?" tanyanya. "Kemungkinan besar, Pak Jovan adalah ayah dari Pak Jono."Deg! "Ayahku?" Jono terkejut. "Sejak kecil, saya tidak punya orang tua, Pak. Mana mungkin ada orang yang bisa menemukan anaknya padahal sudah puluhan tahun lamanya?" Jono menyipitkan matanya, berusaha menatap tajam pria paruh baya di hadapannya, meskipun tak berhasil melihat raut wajahnya."Saya rasa bapak salah orang," tegasnya."Tidak, saya sudah memastikan. Selain itu dari postur tubuh dan juga wajah... kalian punya kemiripan," kata pak Burhan meyakinkan."Hahaha...." Jono tertawa miris. "Sudahlah Pak, biarkan saja orang tuaku menjalani hidupnya sendiri. Saya tidak akan mengganggu mereka. Apalagi mana ada yang mau mengakui seorang anak buta seperti ini." "Saya sudah sangat
Jono melihatnya sekilas.Dari penglihatannya yang tak sempurna itu, dia juga melihat dua tiket bioskop. "Ooh, baik. Masukkan kembali tiket tersebut dan uang yang kau temukan lagi," perintah Jono kemudian."Baik, Pak," ucap Laila hormat.Di sisi lain, Pak Burhan menunggu di ruang tamu, dan tak lama kemudian Laila keluar dengan membawa dompet tersebut."Ini Pak, dompetnya," ujar Laila sambil menyerahkan dompet Winda pada Pak Burhan.Pria itu pergi dan Jono sebenarnya sedang melihat dengan seksama pria yang tempo hari mengatakan semua hal tentang ayahnya.Antara percaya dan tidak percaya, Jono akhirnya memutuskan untuk memercayai pria itu."Laila, bisakah kau memanggil Pak Burhan untukku?" kata Jono setelah Pak Burhan pergi. "Katakan bahwa ada sesuatu yang ingin kukatakan kepadanya."Laila mengangguk dan segera berlari ke arah Pak Burhan. Pria itu melihat Laila yang berlari ke arahnya akhirnya urung menyalakan kendaraannya.Tak lama kemudian, Jono berjalan pelan seperti orang yang benar
Di sisi lain, Jono tengah mempersiapkan dirinya untuk segala kemungkinan setelah mendapat informasi dari satpam.Ia harus melihat sendiri bagaimana dan ke mana kedua orang tersebut pergi. Jono berdiri di dekat area parkir bioskop dan berharap bisa melihat dengan jelas perbuatan mereka.Pria itu mengikuti ke mana mereka akan pergi sehingga bisa mendengar percakapan mereka berdua."Winda, kamu senang bekerja di tempatku?"Terdengar suara Desta tak jauh dari Jono bersembunyi, karena meskipun terlihat, mereka tidak akan menyadari karena masih menganggap Jono buta dan tidak berdaya."Iya dong Mas, inilah hidup yang aku inginkan sebenarnya. Aku bisa bekerja dan juga menikmati hidup dengan uangku sendiri. Selain itu aku bisa mengenal pria hebat sepertimu.""Lalu, bagaimana dengan Jono?"Jono terdiam. Dia masih terus mendengar percakapan mereka meskipun batinnya mendidih."Mau bagaimana lagi, Mas? Dia buta sekarang. Untuk saat ini, biarkan saja dia berada di rumah. Toh ada Laila yang menguru