*** Di China, kini nenek Xion dan anak serta cucu kesayangannya sedang duduk di sebuah ruang tamu.Mereka berbincang-bincang. satu hal yang beda saat ini adalah Sea yang sudah menggendong seorang balita yang sepertinya baru lahir.“Jadi kapan kita akan kembali ke Auckland?” Tanya nenek Xion.“Bu, Sea baru saja melahirkan. Bahkan usia bayinya masih belum genap satu bulan.” Marot mencoba untuk berbicara baik-baik kepada ibunya.“Ayah Marot benar.” Huang mencoba untuk membantu Marot berbicara kepada nenek Xion.“Iya Bu, Kita sebaiknya menunggu kondisi Sea benar-benar sehat dahulu.” Nenek Xion terdiam, dia berpikir bagaimana cara agar dirinya bisa segera kembali ke Auckland. Dan segera membalaskan dendamnya kepada Radhis. Belum lama dia pergi ke china dan entah memulai bisnis apa disana, yang jelas dia sekarang sudah merasa jika dapat menandingi Radhis.Dia belum benar-benar sadar siapa Radhis, seberapa jenjang di antara mereka.Kebencian yang dimiliki oleh nenek Xion selah semakin te
Huang diam. Dia hanya berpikir, sampai sejauh mana nenek Xion akan bertindak untuk memuaskan hasratnya membalas dendam kepada Radhis.Nenek Xion dan Marot kini seolah sudah setuju dengan apa yang disarankan oleh Huang. Bagaimanapun juga jika mereka harus menunggu kesehatan Sea benar-benar pulih, maka itu akan memakan waktu yang lama. Selain itu akan lebih memudahkan mereka jika Sea dan anaknya berada Di sini bersama dengan Huang, mereka akan lebih bebas untuk bergerak. Disaat semua orang sedang mencoba untuk meyakinkan dirinya dengan rencana ini, Huang tiba-tiba berdiri dari tempat duduknya. "Aku akan menghubungi orang-orang ku, biarkan mereka menyiapkan semuanya." Huang berjalan keluar untuk menjauh dari sana dengan mengeluarkan ponsel di sakunya. Saat Huang sudah pergi dari tempat keluarga itu berkumpul, Sea segera bertanya kepada Neneknya. "Apa Nenek yakin akan melakukan ini?" Dengan raut muka yang berubah menjadi serius dan mata menyipit. "Tentu saja!!" Tak cukup disitu,
Sesuai dengan apa yang diminta oleh Radhis kepada Ed Ackerley.Kini saat waktu sudah menunjukkan jam setengah delapan malam, beberapa mobil kini sudah berada di depan pintu masuk mansion.Dari mobil pertama turun orang yang selama ini sudah menjadi orang kepercayaan Radhis sekaligus keluarganya. “Ed Ackerley.” Dari mobil belakangnya, ada yang turun juga, dan ini adalah pemimpin dunia bawah daerah Auckland, yang tentunya sudah menjadi orang Radhis cukup lama, tapi diperintahkan untuk istirahat karena suatu hal. “Rocky.”Kini mereka masih berada di depan pintu utama Mansion Radhis.Mereka tidak langsung masuk ke dalam, melainkan mereka masih merapikan pakaiannya terlebih dahulu. Mereka berhati-hati agar mereka tidak sampai membuat kesan yang buruk dihadapan Radhis.Disela-sela itu, Rocky memberi salam kepada Ed.Sehebat apapun Rocky di Auckland, dia masih punya kewajiban untuk memberikan salam kepada Ed, karena bagaimanapun juga, posisi Ed di Auckland cukup tinggi dibanding dirinya. D
“Pergi dari Auckland?” “Apa yang Tuan Muda bicarakan?” Rocky dan Ed sama-sama bingung.Mereka berdua secara bergantian melemparkan pertanyaan kepada Radhis.Mereka sama-sama tidak memahami apa yang sudah dibicarakan oleh Radhis. Lebih tepatnya, mereka berdua sama-sama tidak mau memahami apa yang sudah diucapkan oleh Radhis. Itu karena mereka menganggap jika Radhis pergi dari sana maka mereka tidak akan bisa mengabdikan dirinya lagi.Radhis segera membuat semuanya menjadi jelas. “Kalian salah paham.”Radhis tertawa. Ini adalah kali pertama Ed melihat Radhis tertawa seperti itu. Ketulusan tawa-nya, seolah sedang menutupi perasaannya yang sebenarnya.“Salah paham?” Tanya Rocky.Radhis segera menjelaskan kepada keduanya.Sedari awal Radhis tidak ada niatan aneh-aneh, apalagi sampai meninggalkan Auckkland untuk seterusnya. Bagaimanapun juga istrinya masih ada disana.“Aku pergi dari Auckland karena ada suatu tempat yang ingin aku kunjungi. Hitung-hitung Aku ingin sekalian menenangkan
Dua hari berselang.Kini sebuah pesawat pribadi mendarat di bandara Auckland.“Cepatlah!” Suara khas nenek-nenek terdengar di pintu keluar bandara, yang sepertinya sedang membentak seseorang. Itu adalah Nenek Xion yang baru tiba di Auckland. Dia menunda satu hari penerbangannya karena ada satu hal yang dia kerjakan dan persiapkan.“Sebentar Bu. Bagaimanapun juga kita hanya berdua, dan bawaan kita cukup banyak. Selain itu kita juga tidak membawa orang untuk membawa ini semua.” Jawab Dere dengan mengarahkan tangannya seolah sedang ingin menunjukkan kepada Ibunya."Kau benar! Entah kenapa, tapi aku merasa tidak ada ketulusan di bantuan yang diberikan oleh Huang." Ucap nenek Xion yang dengan terus berjalan di depan anak kesayangannya yang sedang mendorong Airport Trolley dengan tumpukan koper di atasnya.“Ibu benar aku juga merasa— Ibu Tunggu.”“Ada apa?” “Tidak ada, aku hanya merasa lelah berjalan.” Jawab Marot dengan ekspresi bodoh.Untuk di hadapan yang lain mungkin Marot akan bersik
Seorang pria berdiri di depan pintu utama bandara. Tampilannya tidaklah begitu mewah. Bahkan wajahnya tampak begitu tua. “Nyonya. Saya adalah orang yang diminta untuk menjemput anda Nyonya.” Ucap laki-laki tua itu saat dia melihat kehadiran nenek Xion di luar bandara.“Dimana mobil jemputannya?” Ucap nenek Xion dengan begitu arogan.Dia merasa jika dirinya kembali ke Auckland dengan status yang lebih besar dari sebelumnya. Tidak pernah dia bayangkan jika saat ini dia tetap bukanlah siapa-siapa di hadapan Radhis. “Marot. Apa kau sudah memastikan barang-barang kita terjual habis di beberapa negara besar?” Tanya nenek Xion seolah mencoba untuk memastikan sesuatu untuk melakukan sesuatu.“Benar Bu. Produk itu kini sungguh laris di pasar.” Jawab Marot dengan tersenyum licik.Barang? Produk? untuk sebagian orang memang itu adalah suatu kebingungan, dan mengetahui hal apa yang mereka bicarakan adalah suatu keinginan laki-laki tua yang kini menjadi penjemput mereka.Untuk nenek Xion sendi
Dengan menahan malu dan perasaan emosi, kini nenek Xiond dan Marot berada di dalam mobil minivan tadi.“Kemana kita pergi Nyonya?” Tanya laki-laki tua yang kini sedang menyetir mobil yang dinaiki nenek Xiond dan Marot.Nenek Xion segera memerintahkan kepada laki-laki tua itu agar mengendarai mobilnya ke biro properti dimana dulu nenek Xion menyerahkan rumahnya untuk di sewakan.“Nyonya Wish~”Seorang wanita menyapa nenek Xion dengan nada seperti orang yang sedang bersenandung.“Oh Nona manajer. Lama tidak bertemu …” MArot membalas sapaan yang ditujukan kepada nenek Xion.“Oh … Tuan Marot.” ucap Manajer itu yang kini mendekat ke arah Marot melewati nenek Xion yang berdiri di depan Marot.“Anda masih saja tampak tampan seperti sebelumnya.” Tambah manajer biro properti itu dengan mengedipkan satu matanya kepada Marot.“Nona Manajer.. Aku datang kesini untuk membicarakan tentang rumahku.” Nenek Xion memotong perbincangan seru antara Marot dan manajer biro Properti.Setelah itu manajer tad
Pagi hari sebelum kedatangan nenek Xion.Rachel baru saja keluar dari kamar yang sebelumnya ditempati oleh Radhis.“Selamat pagi.” Suara Vivian yang ternyata pada saat yang sama baru saja keluar dari kamar asli milik Rachel.“Oh pagi …” jawab Rachel yang saat ini sedang menutup pintu kamar. Pagi hari yang hanya masih di lalui dengan cuci muka oleh mereka berdua.Rachel menatap ke arah Vivian. Dengan memikirkan beberapa hal. Utamanya adalah kenapa Vivian justru tinggal di kamar Rachel.“Aku tidak akan biarkan kamu tinggal di tempat tidur yang pernah ditempati Radhis.” Ucap Rachel dalam hatinya saat dia kini berjalan menuju tangga.Kini dengan saling tersenyum mereka menuruni tangga dari lantai dua menuju ke lantai satu.“Selamat pagi Nona,” sapa dua orang pelayan wanita. Yang satu adalah pelayan Wanita yang sebelumnya diminta oleh Tania ke manajer properti yang bertanggung jawab atas kepengurusan Villa. Tapi yang satu baru saja mereka lihat pagi ini.Rachel dan Vivian saling menatap.