Sesuai dengan apa yang diminta oleh Radhis kepada Ed Ackerley.Kini saat waktu sudah menunjukkan jam setengah delapan malam, beberapa mobil kini sudah berada di depan pintu masuk mansion.Dari mobil pertama turun orang yang selama ini sudah menjadi orang kepercayaan Radhis sekaligus keluarganya. “Ed Ackerley.” Dari mobil belakangnya, ada yang turun juga, dan ini adalah pemimpin dunia bawah daerah Auckland, yang tentunya sudah menjadi orang Radhis cukup lama, tapi diperintahkan untuk istirahat karena suatu hal. “Rocky.”Kini mereka masih berada di depan pintu utama Mansion Radhis.Mereka tidak langsung masuk ke dalam, melainkan mereka masih merapikan pakaiannya terlebih dahulu. Mereka berhati-hati agar mereka tidak sampai membuat kesan yang buruk dihadapan Radhis.Disela-sela itu, Rocky memberi salam kepada Ed.Sehebat apapun Rocky di Auckland, dia masih punya kewajiban untuk memberikan salam kepada Ed, karena bagaimanapun juga, posisi Ed di Auckland cukup tinggi dibanding dirinya. D
“Pergi dari Auckland?” “Apa yang Tuan Muda bicarakan?” Rocky dan Ed sama-sama bingung.Mereka berdua secara bergantian melemparkan pertanyaan kepada Radhis.Mereka sama-sama tidak memahami apa yang sudah dibicarakan oleh Radhis. Lebih tepatnya, mereka berdua sama-sama tidak mau memahami apa yang sudah diucapkan oleh Radhis. Itu karena mereka menganggap jika Radhis pergi dari sana maka mereka tidak akan bisa mengabdikan dirinya lagi.Radhis segera membuat semuanya menjadi jelas. “Kalian salah paham.”Radhis tertawa. Ini adalah kali pertama Ed melihat Radhis tertawa seperti itu. Ketulusan tawa-nya, seolah sedang menutupi perasaannya yang sebenarnya.“Salah paham?” Tanya Rocky.Radhis segera menjelaskan kepada keduanya.Sedari awal Radhis tidak ada niatan aneh-aneh, apalagi sampai meninggalkan Auckkland untuk seterusnya. Bagaimanapun juga istrinya masih ada disana.“Aku pergi dari Auckland karena ada suatu tempat yang ingin aku kunjungi. Hitung-hitung Aku ingin sekalian menenangkan
Dua hari berselang.Kini sebuah pesawat pribadi mendarat di bandara Auckland.“Cepatlah!” Suara khas nenek-nenek terdengar di pintu keluar bandara, yang sepertinya sedang membentak seseorang. Itu adalah Nenek Xion yang baru tiba di Auckland. Dia menunda satu hari penerbangannya karena ada satu hal yang dia kerjakan dan persiapkan.“Sebentar Bu. Bagaimanapun juga kita hanya berdua, dan bawaan kita cukup banyak. Selain itu kita juga tidak membawa orang untuk membawa ini semua.” Jawab Dere dengan mengarahkan tangannya seolah sedang ingin menunjukkan kepada Ibunya."Kau benar! Entah kenapa, tapi aku merasa tidak ada ketulusan di bantuan yang diberikan oleh Huang." Ucap nenek Xion yang dengan terus berjalan di depan anak kesayangannya yang sedang mendorong Airport Trolley dengan tumpukan koper di atasnya.“Ibu benar aku juga merasa— Ibu Tunggu.”“Ada apa?” “Tidak ada, aku hanya merasa lelah berjalan.” Jawab Marot dengan ekspresi bodoh.Untuk di hadapan yang lain mungkin Marot akan bersik
Seorang pria berdiri di depan pintu utama bandara. Tampilannya tidaklah begitu mewah. Bahkan wajahnya tampak begitu tua. “Nyonya. Saya adalah orang yang diminta untuk menjemput anda Nyonya.” Ucap laki-laki tua itu saat dia melihat kehadiran nenek Xion di luar bandara.“Dimana mobil jemputannya?” Ucap nenek Xion dengan begitu arogan.Dia merasa jika dirinya kembali ke Auckland dengan status yang lebih besar dari sebelumnya. Tidak pernah dia bayangkan jika saat ini dia tetap bukanlah siapa-siapa di hadapan Radhis. “Marot. Apa kau sudah memastikan barang-barang kita terjual habis di beberapa negara besar?” Tanya nenek Xion seolah mencoba untuk memastikan sesuatu untuk melakukan sesuatu.“Benar Bu. Produk itu kini sungguh laris di pasar.” Jawab Marot dengan tersenyum licik.Barang? Produk? untuk sebagian orang memang itu adalah suatu kebingungan, dan mengetahui hal apa yang mereka bicarakan adalah suatu keinginan laki-laki tua yang kini menjadi penjemput mereka.Untuk nenek Xion sendi
Dengan menahan malu dan perasaan emosi, kini nenek Xiond dan Marot berada di dalam mobil minivan tadi.“Kemana kita pergi Nyonya?” Tanya laki-laki tua yang kini sedang menyetir mobil yang dinaiki nenek Xiond dan Marot.Nenek Xion segera memerintahkan kepada laki-laki tua itu agar mengendarai mobilnya ke biro properti dimana dulu nenek Xion menyerahkan rumahnya untuk di sewakan.“Nyonya Wish~”Seorang wanita menyapa nenek Xion dengan nada seperti orang yang sedang bersenandung.“Oh Nona manajer. Lama tidak bertemu …” MArot membalas sapaan yang ditujukan kepada nenek Xion.“Oh … Tuan Marot.” ucap Manajer itu yang kini mendekat ke arah Marot melewati nenek Xion yang berdiri di depan Marot.“Anda masih saja tampak tampan seperti sebelumnya.” Tambah manajer biro properti itu dengan mengedipkan satu matanya kepada Marot.“Nona Manajer.. Aku datang kesini untuk membicarakan tentang rumahku.” Nenek Xion memotong perbincangan seru antara Marot dan manajer biro Properti.Setelah itu manajer tad
Pagi hari sebelum kedatangan nenek Xion.Rachel baru saja keluar dari kamar yang sebelumnya ditempati oleh Radhis.“Selamat pagi.” Suara Vivian yang ternyata pada saat yang sama baru saja keluar dari kamar asli milik Rachel.“Oh pagi …” jawab Rachel yang saat ini sedang menutup pintu kamar. Pagi hari yang hanya masih di lalui dengan cuci muka oleh mereka berdua.Rachel menatap ke arah Vivian. Dengan memikirkan beberapa hal. Utamanya adalah kenapa Vivian justru tinggal di kamar Rachel.“Aku tidak akan biarkan kamu tinggal di tempat tidur yang pernah ditempati Radhis.” Ucap Rachel dalam hatinya saat dia kini berjalan menuju tangga.Kini dengan saling tersenyum mereka menuruni tangga dari lantai dua menuju ke lantai satu.“Selamat pagi Nona,” sapa dua orang pelayan wanita. Yang satu adalah pelayan Wanita yang sebelumnya diminta oleh Tania ke manajer properti yang bertanggung jawab atas kepengurusan Villa. Tapi yang satu baru saja mereka lihat pagi ini.Rachel dan Vivian saling menatap.
“Tapi–?” Vivian yang penasaran menanyakan kelanjutan penjelasan dari Rachel.“Benar juga apa yang kamu bicarakan.” “Kenapa?!” Tanya Vivian dengan sangat antusias.Untuk setelahnya, Rachel mulai bercerita kepada Vivian tanpa rasa ragu sedikitpun.Rachel bercerita jika dia sendiri juga merasa aneh, kenapa seorang Ed Ackerley bisa begitu memperhatikan keluarganya.“Eh salah. Aku merasa jika tuan Ed itu seperti sangat memperhatikan dan mendukung suamiku.” Ralat Rachel di akhir katanya.“Suami?” Tanya Vivian yang pura-pura tidak menyadari semuanya.Vivian seolah sedang bertekad untuk mendapatkan informasi sebanyak mungkin dari Rachel untuk saat ini. Itu membuat dia selalu menanyakan apa yang dia ingin ketahui tentang Radhis dengan secara tersirat kepada Rachel.“Iya benar.” Ucap Rachel.“Sebelumnya aku merasa memang ada yang aneh dengan suamiku, Dia hanyalah seorang pesuruh bagi Tuan Ed. Tapi sedikit demi sedikit Radhis seolah tampak seperti orang yang sangat penting bagi Tuan Ed.” Tambah
“Oh Rachel, Cucuku…” Nenek Xion kini berdiri dan berjalan mendekat ke arah Rachel yang duduk di kursi direkturnya.“Ib–”Marot dengan satu tangan terangkat seolah ingin menggapai Nenek Xion, mencoba untuk menghentikan laju kaki ibunya yang saat ini mendekat ke Rachel.Satu hal yang di takutkan oleh Marot adalah jika sampai dia harus terlantar di Auckland karena ibunya yang tiba-tiba saja berpihak kepada keluarga adiknya.Dipihak nenek Xion sendiri saat ini, tanpa ada rasa malu, kini nenek Xion memegang bahu sebelah kanan milik Rachel, bagaikan seorang anak kecil kini nenek Xion berbicara seperti sedang merengek kepada cucunya itu.Rachel dengan menarik nafas panjang berbicara dalam hatinya, “Kenapa firasatku tidak enak begini.”“Bagaimana? Apakah kamu akan membawa kami untuk melihat-lihat Villa barumu?” Tanya nenek Xion.Rachel menghembuskan nafasnya, seraya berkata. “Baiklah, lagipula kalian sudah lama pergi, mungkin akan senang bertemu dengan Ayah dan Ibu.” Ucap Rachel kemudian.