Selain belajar ilmu kanuragan, Padepokan Campaka Raga juga mengajarkan tentang budi pekerti kepada semua muridnya.Sehingga di waktu pagi dan petang sebelum dan selesai latihan ilmu beladiri, seluruh murid di wajibkan mengikuti kelas pendidikan budi pekerti terlebih dahulu.Satu ruang kelas akan dihuni oleh sekitar 200-280 murid sesuai guru yang mereka ikuti.Di sana mereka akan menghafal dan menerjemahkan semua aturan padepokan serta belajar merapalkannya pada kehidupan sehari-hari.Terdapat sekitar 1000 aturan padepokan yang berkaitan tentang dunia kependekaran, apa itu pendekar, dan apa saja larangan bagi seorang pendekar di dunia persilatan.Selain itu, mereka juga akan menghapal aturan-aturan yang harus dipatuhi seorang murid.Tidak main-main, di padepokan Campaka Raga terdapat kurang lebih 600 aturan yang harus dipatuhi seorang murid.Dan semua aturan itu wajib dihapalkan, apalagi bagi murid pemula yang baru datang.Status murid sendiri terbagi ke dalam 3 tingkat, pertama adalah
Berita tentang pembangkangan Lintang meluas secara cepat, bahkan kini para murid inti mulai menggunjing ketegasan hukum padepokan membuat sesepuh Wirusanala merasa gerah.Wakil sesepuh yang bernama Baya mengusulkan bahwa Lintang harus dikeluarkan karena akan mengancam ketentaraman para murid.Tapi sesepuh Wirusanala tetap tidak menghendaki usulan itu, sehingga Baya terpaksa harus meminta bantuan para ketua agar bisa membujuk sesepuh.Pertemuan tertutup pun di gelar di dalam aula, pertemuan itu terdiri dari 6 ketua, wakil sesepuh, dan Wirusanala.Sementara dua ketua lain tidak turut hadir kerena tidak ingin terlibat dalam masalah sepele seperti itu.6 ketua yang hadir di sana masing-masing memiliki nama, Anggada, Jenewa, Ruhui, Jayanti, Ruhti, dan Gangga Jala.Sementara yang tidak ikut hadir adalah Kantaka dan Ki Luhung. Dua orang pendekar tua yang memiliki sifat tertutup sehingga jarang sekali menampakan diri di padepokan.Selain itu, keduanya juga terkenal sebagai pendekar yang sanga
Setelah 3 bulan lebih mendapatkan penolakan, pada akhirnya Lintang diterima juga sebagai murid oleh Wiguna meski tanpa mengenakan seragam.Hal itu tentu atas maklumat sesepuh yang tidak bisa dibantah, membuat Wiguna terpaksa harus luluh pada pendirian Lintang.Namun walau pun sudah resmi menjadi murid, Lintang tetap meminta guru Wiguna agar selalu mencambuknya dahulu sebelum pelajaran dimulai.Tidak tanggung-tanggung, Lintang meminta sekitar 10.000 cambukan setiap harinya, membuat guru Wiguna dan para murid lain menjadi bingung keheranan.“Apa yang kau inginkan, Kusha? Apa kau berniat menjatuhkanku dengan hukuman yang seharusnya tidak kau terima?” Guru Wiguna menyipitkan mata.“Hihihi, tidak paman guru. Aku tidak bermaksud demikian. Aku memang sudah resmi menjadi murid, tapi apa yang kuperbuat tetap bertentangan dengan aturan perguruan. Jadi hukuman itu tetap akan berlaku bagi diriku untuk selamanya,” tutur Lintang.“Apa kau tidak bercanda, bocah? Tidak ada satu pun orang yang senang
Ki Luhung adalah salah satu ketua paling misterius di padepokan Campaka Raga.Tidak ada yang tahu entah sudah berapa ratus tahun usianya di mana Ki Luhung sudah berada di padepokan tersebut sebelum sesepuh Wirusanala lahir.Ki Luhung jarang sekali menampakan diri kepada para murid, bahkan satu dua orang ketua saja yang mampu menemuinya.Selain sesepuh Wirusanala, hanya ketua Kantakalah yang bisa bebas menemui Ki Luhung.Hal itu karena Ketua Kantaka adalah sahabat dari Nurbudi Nalasukma, sesepuh padepokan terdahulu.Selain tidak pernah menampakan diri, Ki Luhung juga tidak tertarik dengan perkembangan padepokan. Dia bahkan tidak tertarik akan surut pasangnya dunia persilatan.Tidak ada murid yang pernah melihat paras Ki Luhung, sementara para guru hanya sempat melihatnya beberapa kali dalam upacara Windu Darhama. Yaitu acara mengenang kematian sesepuh terdahulu yang diadakan setiap 8 tahun sekali.Itu pun tidak berlangsung lama karena Ki Luhung sebatas menabur bunga saja sebelum setela
Selama 6 bulan, setiap hari tanpa henti Lintang terus pulang pergi masuk ke dalam hutan.Hampir semua hutan di gunung telah dia jelajahi sendiri, bahkan Lintang kadang tidak pulang untuk karena penasaran ingin menginap di dalam hutan.Otot-otot kaki, lengan, perut, dan tubuhnya kini mulai terbentuk membuat sosok Lintang semakin terlihat dewasa.Namun tubuhnya masih tetap anak kecil yang terlihat polos dan menggemaskan.Selain melaksanakan tugas mengumpulkan kayu bakar, Lintang juga tidak pernah lupa menagih hukuman cambukan kepada Guru Wiguna.Dengan begitu dia tetap bisa berinteraksi dengan teman-temannya meski hanya sesaat.Tidak banyak anak yang bisa bertegur sapa dengan Lintang karena bocah itu selalu segera pergi ke dalam hutan.Hanya Nindhi, Baswara, Basukarna, serta beberapa teman gadis lain yang kerap berbincang dengannya. Selepas itu, Lintang akan langsung berlari meninggalkan kelas.Balada sudah tidak heran lagi dengan kelakuan Lintang, dia membiarkan Lintang bertindak sesuk
Lintang dibawa melesat jauh menyusuri ke dalam hutan, sebelum kemudian dibawa naik ke atas puncak gunung besar.Meski sedang terang bulan, Lintang tidak bisa memastikan dia sedang dibawa ke gunung mana karena kecepatan lari sosok yang membawanya sungguh luar biasa.Lintang juga tidak bisa berteriak di mana mulutnya tetap dibekap. Jantungnya berdebar kencang khawatir sosok itu adalah orang jahat.Dan benar saja, tepat ketika tiba di atas gunung, tubuh Lintang dilemparkan keras pada permukaan tanah membuat dia langsung terkapar tidak sadarkan diri.Sampai saat pagi menjelang, Lintang mulai kembali membuka mata.“A-aku masih hidup? Hahaha, aku hidup,” Lintang tertawa senang.“Uph!” Dia segera membekap mulutnya sendiri takut sosok yang semalam mendengarnya.Lintang tersadar di atas rerumputan di sebuah halaman gubuk sedehana yang terdapat di puncak gunung.Dia sadar itu puncak gunung karena udara di sana terasa begitu berat pertanda dirinya sedang berada di ketinggian.Lintang bangkit den
Hari-hari berlalu begitu cepat hingga tidak terasa pekan terus berganti tersusun menjadi bulan, dan bulan pergi menjadi tahun.Puluhan purnama telah Lintang lewati dengan terus berlatih bersama ketua Kantaka.Hampir semua teknik penyerapan energi milik Ketua Kantaka telah Lintang kuasai membuat kanuragan bocah itu meningkat secara pesat.7 tahun sudah Lintang tinggal di atas gunung, dan kini usianya telah genap menjadi 14 tahun. Lintang tumbuh menjadi pemuda yang kuat, parasnya terlihat mempesona bagai para dewa dari khayangan.Dia memiliki mata bersih berwarna coklat tua, alis hitam sedikit tebal, serta rambut panjang bergelombang yang juga berwarna hitam.Sementara bibirnya sedikit merah muda dengan hidung bangir yang tersemat indah menambah ketampanannya.Lintang kerap mengenakan celana panjang berwarna kuning tua, sabuk kain sutra merah atau kadang biru. Sementara tubuhnya tetap polos tanpa pakaian membuat otot-otot di perut, tangan, bahu, dan dada bidangnya akan terlihat.Namun
Setiap setahun sekali, padepokan Campaka Raga akan mengadakan ujian kenaikan tingkat.Hal itu dilakukan untuk mengukur sejauh mana pencapaian para murid dari berbagai kelas. Tapi ujian kali ini bukan untuk itu, melainkan untuk kenaikan tingkat menjadi murid inti dan murid senior.Ujian ini diadakan setiap 10 tahun sekali, dan hari ini sedang diselenggarakan pembukaan acara tersebut.Semua murid berkumpul riuh di alun-alun padepokan, terdapat podium besar tempat para guru dan ketua menilai.Sementara disamping podium itu berdiri gagah singgasana sesepuh beserta wakilnya.Untuk keperluan ujian, alun-alun padepokan diseting sedemikian rupa hingga membentuk lingkaran yang di setiap sisi berderet kursi penonton bagi para murid.Sedangkan di bagian utara alun-alun terdapat ruang terbuka dengan banyak kursi yang kini telah ditempati para peserta.Tidak semua murid bisa mengikuti ujian ini karena hanya murid berbakat dan telah mencapai syarat tertentu sajalah yang bisa mengikutinya.Terdapat
Namun Lintang lupa belum membayar makanan sehingga terpaksa harus kembali lagi.Dan ketika semua itu selesai, Lintang segera melesat lagi mengejar aura yang tadi sempat terasa. Tapi naas, Lintang kehilangan jejaknya, membuat dia mengumpat panjang pendek memaki rombongan Raden Dahlan, menyalahkan mereka karena telah membuang waktunya.“Sial!” umpatnya.“Garuda merajai langit!” seru Lintang melesat jauh ke cakrawala.“Ke mana dia? Aku sangat yakin dia tadi berada di kota ini,” Lintang mengedarkan pandangan berusaha kembali mencari.Waktu saat itu memang sudah mulai gelap membuat pandangan Lintang menjadi semakin terbatas.Tapi beberapa saat kemudian, telinganya mendengar suara dentingan senjata. “Pertarungan?” Lintang mengerutkan kening.Dia segera berbalik menyipitkan mata memandang ke arah batas kota.“Benar! Ini suara pertarungan, suaranya berasal dari hutan pinggiran kota,” gumam Lintang berbicara sendiri.“Hahaha, aku yakin itu pasti dia,” Lintang tertawa sebelum kemudian melesat
Lintang bersama teman-temannya tidak peduli akan kedatangan kelompok putra sang Adipati.Mereka tetap menyantap hidangan dengan sangat lahap sembari sesekali tertawa menertawakan Lintang.Padahal para pelayan dan pemilik rumah makan sudah sedari tadi gemetaran. Wajah mereka pucat ketakutan tapi tidak mampu melakukan apa-apa.“Hey, Jumu. Cepat bawakan kami makanan enak atau rumah makan ini akan kuratakan dengan tanah!” seru seorang pria muda berpakaian mewah.Dia memiliki tubuh tinggi tegap dengan wajah cukup tampan berusia sekitar 28 tahun.Pada bahunya terdapat sebuah kelat gelang dari emas menandakan bahwa dirinya seorang bangsawan.Namun perangai pemuda itu sungguh buruk, dia memperlakukan orang lain layaknya budak belian yang dapat dirinya perintah sesuka hati.“Ba-baik den,” Ki Jumu sang pemilik rumah makan terbata. Dia segera meminta 4 pelayannya untuk membawakan apa yang diminta putra sang adipati agar tidak menimbulkan masalah.“Duduk, di mana kita ketua?” tanya salah satu be
Ratusan nyawa pendekar berpakaian hitam melayang di tangan kelompok Balada. Hal itu tentu mengejutkan pemimpin mereka. Dia tidak mengira misi perburuannya akan berakhir dengan pembantaian.Begitu pula dengan 30 pendekar kuat yang dibawa sang pemimpin. Mereka sangat geram terhadap pemuda bertubuh biru di pihak musuh.“Ini pasti perbuatan pemuda itu, sial! Tubuhku sangat gatal sekali,” umpat salah satu dari ke 30 pendekar kuat.Tangannya terus menggaruk kesana-kemari membuat hampir seluruh tubuh pendekar itu menjadi lecet memerah.Bahkan sebagian wajah pendekar lain sampai ada yang telah mengucurkan darah akibat cakaran tangannya sendiri.Beruntung ke 30 pendekar itu memiliki tenaga dalam yang mempuni membuat mereka bisa sedikit menahan rasa gatal menggunakan energi.Kesempatan tersebut mereka manfaatkan untuk menghindar menjauhi tempat pembantaian agar dapat memulihkan diri.Tapi rasa gatal dari racun ulat bulu milik Lintang tetap saja menyiksa.Meski sudah ditahan menggunakan banyak
Malam semakin larut mengurung alam dengan kegelapan.Hewan-hewan siang terlelap tidur dipersembunyiannya masing-masing, sementara para nokturnal sedang berpesta dengan mangsa-mangsa mereka.Lintang, Balada, Balangbang, Wirusa, Jaka, Bagas, Ki Larang, Nindhi dan tiga pendekar gadis lain masih bersiaga menunggu buruan mereka datang.Sementara putri Widuri terlelap di dalam kereta yang Balada sembunyikan dibalik semak-semak.Sedangkan para kuda sengaja ditotok oleh Lintang agar tidak menimbulkan suara.Persiapan mereka sudah sangat matang, jebakan, siasat, formasi bertarung, bahkan sampai cara pelarian pun telah Lintang perhitungkan.Sehingga jika terjadi sesuatu yang tidak terduga, sebagian dari mereka akan langsung dapat melarikan diri bersama kereta.Lintang sangat yakin bahwa pihak musuh pasti masih memiliki para pendekar kuat. Membuat dia tidak bisa memastikan apa akan mampu menghabisi mereka atau tidak.Lintang belum tahu entah apa motif utama para pembunuh itu. Tapi yang jelas mer
Hampir 2 jam para pendekar perpakaian hitam menunggu Lintang di atas daratan.Mereka belum berani beranjak karena tahu bahwa Lintang dan putri Widuri masih ada di sana.Namun menunggu membuat para pendekar itu bosan sehingga pada akhirnya sang pemimpin memutuskan untuk memeriksanya ke atas langit.“Kalian siaga di sini, nanti jika pendekar itu turun, baru serang secara bersamaan,” sang pemimpin memberi perintah.“Kami mengerti,” angguk semua pendekar.Tanpa berbicara lagi, sang pemimpin segera naik ke atas langit. Dia melesat sangat cepat menuju gumpalan awan tempat terakhir Lintang bersembunyi.Namun alangkah terkejutnya pria itu ketika mendapati Lintang tidak ada di sana. Dia mengumpat panjang pendek memaki dirinya sendiri karena tidak melakukan ini sedari tadi.“Bangsat! Ke mana dia?” sang pemimpin mengepalkan tangan.Dia heran karena tidak pernah melihat pergerakan dari Lintang sedari awal. Padahal dari sejak tadi, sang pemimpin terus memantau ke atas langit.Karena mengira diriny
Aaaaaaa!Putri Widuri berteriak panik, meronta berusaha melepaskan diri, tapi cengkraman bayangan hitam yang membawanya begitu sangat kuat. Membuat gadis itu menangis histeris di ketinggian.Sementara para pendekar di bawah terkejut bukan buatan, terlebih 2 pendekar yang sedang berada di tengah sungai.“A-a—apa yang terjadi? Di-di mana gadis itu?” salah satu pendekar di tengah sungai terbata.“A-a—aku juga tidak tahu, bu-bukankan tadi dia tepat di depan kita?” ujar pendekar lain ikut terbata.“Bangsat! Ada yang ingin ikut campur pada urusan kita,” maki sang pemimpin mengepalkan tangan. Dia menengadah jauh ke atas langit memastikan siapa yang berani lancang mencampuri urusannya.Bagi orang lain mungkin akan sulit melihat pergerakan sosok bayangan hitam. Tapi bagi sang pemimpin, dia bisa melihat dengan jelas bagaimana rupa yang membawa putri Widuri.Sang pemimpin sangat yakin bahwa pendekar tersebut pasti merupakan pendekar tingkat ruh atau pendekar tingkat awan tahap awal.Tidak banya
Mentari pagi begitu tenang di cakrawala. Sementara di atas daratan, keadaan sedikit agak kacau akibat adanya Lintang.Bagaimana tidak, selepas melanjutkan perjalanan. Lintang kembali berbuat ulah dengan mendekati Kitri, Yamuna, dan Gendis.Bocah biru itu menghasut ketiganya agar tidak menyerah dalam merayu Balada, dia mengatakan bahwa Balada sejatinya adalah pemuda kesepian yang sangat membutuhkan teman.Namun karena terlalu kaku, Balada kerap menyembunyikan keinginannya tersebut dengan cara bersikap dingin.“Kakakku adalah orang yang lembut dan penyayang,” tutur Lintang membuat ketiga gadis yang bersamanya berbinar.“Benarkah? Benarkah?” tanya Gendis bersemangat.“Hmmm,” angguk Lintang sembari menyembunyikan senyum jahilnya.Setelah mendengar itu, Kitri, Yamuna dan Gendis pun sangat bahagia seakan menemukan harapan baru.Sehingga tanpa bertanya lagi, kegitanya langsung berlesatan menghampiri Balada membuat pemuda itu seketika menjadi kikuk.Waktu itu Balada sedang menjadi kusir keret
Selepas mendapatkan apa yang dirinya inginkan, Lintang pun seketika menghentikan serulingnya, membuat semua siluman anjing tiba-tiba menjerit kesakitan sebelum kemudian terkulai meregang nyawa.Mereka tidak sadar entah siapa yang membunuhnya, yang jelas para siluman tersebut tahu bahwa inti energi mereka telah ada yang mencurinya.Zull dan para penyamun lain hanya dapat mematung tanpa mampu berbuata apa-apa. Mereka tidak sanggup menghentikan Lintang karena terlalu ketakutan akan kesaktian seruling-nya.Bagaimana tidak, 300 siluman kuat yang seharusnya mampu membunuh prajurit satu kadipaten saja tidak berkutik oleh seruling itu. Lantas apalagi dengan mereka yang jumlahnya hanya tinggal beberapa puluh orang lagi.Lutut Zull bergetar hebat seakan tidak mampu lagi menopang berat tubuhnya, sementara para penyamun sudah berlutut sedari tadi.Zull memegang gada dengan tangan gemetaran, sedangkan wajahnya pucat dipenuhi keringat dingin.“Hari ini aku sedang tidak enak hati, jadi kalianlah pel
Uhuk! Lintang kembali memuntahkan darah, tapi kali ini darahnya berwarna hitam pertanda serangan lawan mengandung racun yang amat kuat.“Hahahaha, bocah ingusan! Kau telah membunuh ribuan anak buahku, maka tidak ada lagi kesempatan hidup buatmu,” Zull tertawa terbahak-bahak.Dia sangat geram karena mendapati banyak dari anak buahnya telah binasa. Tapi Zull juga senang di mana musuh yang menyerang markasnya akan segera mati.“Sial! Aku terlalu terbawa perasaan,” umpat Lintang memegangi dadanya.Beruntung tadi masih ada seruling Surga yang melindunginya. Andai tidak, maka tubuh Lintang pasti telah hancur menjadi serpihan daging.Lintang berlutut di atas permukaan tanah, dia ingin bangkit tapi tubuhnya terlalu lemas akibat serangan racun dan benturan energi.“Siapa kau sialan? Apa masalahmu hingga berani mengusik markasku?” Zull berteriak menanyakan identitas Lintang.Dia bisa saja membunuh Lintang waktu itu, namun Zull tidak melakukannya.Pemuda berbadan biru tersebut telah membunuh ri