Lintang menjerit seperti orang gila membuat Ki Jara dan semua pendekar sangat khawatir.Balada segera berlutut di depan sesepuh padepokan meminta pengampunan untuk adiknya, tapi pria keras kepala itu tidak peduli.Bahkan alih-alih memperhatikan Balada, sang sesepuh malah tertawa terbahak-bahak seakan menikmati penderitaan Lintang.“Hahaha, bocah tengik sepertimu memang pantas aku hukum. Kau akan jera setelah ini, dasar nakal,” maki sesepuh padepokan.Lintang terus berguling kesakitan sembari menitikan air mata, dia tidak menyangka ucapan asal-asalannya ternyata berbuah petaka.Padahal Lintang memanggil sesepuh dengan paman Nala agar mereka bisa lebih akrab.Namun sayang, Dia tidak tahu bahwa sesepuh tidak suka disebut nama. Lintang berhenti berguling setelah tubuhnya lemas tidak berdaya, dia mengumpat panjang pendek di dalam hati memaki sesepuh padepokan.“Dasar orang tua sialan, tunggu saja! Aku tidak akan melupakan ini,” gumam Lintang geram.Setelah itu, pandangan Lintang seketika
Selain belajar ilmu kanuragan, Padepokan Campaka Raga juga mengajarkan tentang budi pekerti kepada semua muridnya.Sehingga di waktu pagi dan petang sebelum dan selesai latihan ilmu beladiri, seluruh murid di wajibkan mengikuti kelas pendidikan budi pekerti terlebih dahulu.Satu ruang kelas akan dihuni oleh sekitar 200-280 murid sesuai guru yang mereka ikuti.Di sana mereka akan menghafal dan menerjemahkan semua aturan padepokan serta belajar merapalkannya pada kehidupan sehari-hari.Terdapat sekitar 1000 aturan padepokan yang berkaitan tentang dunia kependekaran, apa itu pendekar, dan apa saja larangan bagi seorang pendekar di dunia persilatan.Selain itu, mereka juga akan menghapal aturan-aturan yang harus dipatuhi seorang murid.Tidak main-main, di padepokan Campaka Raga terdapat kurang lebih 600 aturan yang harus dipatuhi seorang murid.Dan semua aturan itu wajib dihapalkan, apalagi bagi murid pemula yang baru datang.Status murid sendiri terbagi ke dalam 3 tingkat, pertama adalah
Berita tentang pembangkangan Lintang meluas secara cepat, bahkan kini para murid inti mulai menggunjing ketegasan hukum padepokan membuat sesepuh Wirusanala merasa gerah.Wakil sesepuh yang bernama Baya mengusulkan bahwa Lintang harus dikeluarkan karena akan mengancam ketentaraman para murid.Tapi sesepuh Wirusanala tetap tidak menghendaki usulan itu, sehingga Baya terpaksa harus meminta bantuan para ketua agar bisa membujuk sesepuh.Pertemuan tertutup pun di gelar di dalam aula, pertemuan itu terdiri dari 6 ketua, wakil sesepuh, dan Wirusanala.Sementara dua ketua lain tidak turut hadir kerena tidak ingin terlibat dalam masalah sepele seperti itu.6 ketua yang hadir di sana masing-masing memiliki nama, Anggada, Jenewa, Ruhui, Jayanti, Ruhti, dan Gangga Jala.Sementara yang tidak ikut hadir adalah Kantaka dan Ki Luhung. Dua orang pendekar tua yang memiliki sifat tertutup sehingga jarang sekali menampakan diri di padepokan.Selain itu, keduanya juga terkenal sebagai pendekar yang sanga
Setelah 3 bulan lebih mendapatkan penolakan, pada akhirnya Lintang diterima juga sebagai murid oleh Wiguna meski tanpa mengenakan seragam.Hal itu tentu atas maklumat sesepuh yang tidak bisa dibantah, membuat Wiguna terpaksa harus luluh pada pendirian Lintang.Namun walau pun sudah resmi menjadi murid, Lintang tetap meminta guru Wiguna agar selalu mencambuknya dahulu sebelum pelajaran dimulai.Tidak tanggung-tanggung, Lintang meminta sekitar 10.000 cambukan setiap harinya, membuat guru Wiguna dan para murid lain menjadi bingung keheranan.“Apa yang kau inginkan, Kusha? Apa kau berniat menjatuhkanku dengan hukuman yang seharusnya tidak kau terima?” Guru Wiguna menyipitkan mata.“Hihihi, tidak paman guru. Aku tidak bermaksud demikian. Aku memang sudah resmi menjadi murid, tapi apa yang kuperbuat tetap bertentangan dengan aturan perguruan. Jadi hukuman itu tetap akan berlaku bagi diriku untuk selamanya,” tutur Lintang.“Apa kau tidak bercanda, bocah? Tidak ada satu pun orang yang senang
Ki Luhung adalah salah satu ketua paling misterius di padepokan Campaka Raga.Tidak ada yang tahu entah sudah berapa ratus tahun usianya di mana Ki Luhung sudah berada di padepokan tersebut sebelum sesepuh Wirusanala lahir.Ki Luhung jarang sekali menampakan diri kepada para murid, bahkan satu dua orang ketua saja yang mampu menemuinya.Selain sesepuh Wirusanala, hanya ketua Kantakalah yang bisa bebas menemui Ki Luhung.Hal itu karena Ketua Kantaka adalah sahabat dari Nurbudi Nalasukma, sesepuh padepokan terdahulu.Selain tidak pernah menampakan diri, Ki Luhung juga tidak tertarik dengan perkembangan padepokan. Dia bahkan tidak tertarik akan surut pasangnya dunia persilatan.Tidak ada murid yang pernah melihat paras Ki Luhung, sementara para guru hanya sempat melihatnya beberapa kali dalam upacara Windu Darhama. Yaitu acara mengenang kematian sesepuh terdahulu yang diadakan setiap 8 tahun sekali.Itu pun tidak berlangsung lama karena Ki Luhung sebatas menabur bunga saja sebelum setela
Selama 6 bulan, setiap hari tanpa henti Lintang terus pulang pergi masuk ke dalam hutan.Hampir semua hutan di gunung telah dia jelajahi sendiri, bahkan Lintang kadang tidak pulang untuk karena penasaran ingin menginap di dalam hutan.Otot-otot kaki, lengan, perut, dan tubuhnya kini mulai terbentuk membuat sosok Lintang semakin terlihat dewasa.Namun tubuhnya masih tetap anak kecil yang terlihat polos dan menggemaskan.Selain melaksanakan tugas mengumpulkan kayu bakar, Lintang juga tidak pernah lupa menagih hukuman cambukan kepada Guru Wiguna.Dengan begitu dia tetap bisa berinteraksi dengan teman-temannya meski hanya sesaat.Tidak banyak anak yang bisa bertegur sapa dengan Lintang karena bocah itu selalu segera pergi ke dalam hutan.Hanya Nindhi, Baswara, Basukarna, serta beberapa teman gadis lain yang kerap berbincang dengannya. Selepas itu, Lintang akan langsung berlari meninggalkan kelas.Balada sudah tidak heran lagi dengan kelakuan Lintang, dia membiarkan Lintang bertindak sesuk
Lintang dibawa melesat jauh menyusuri ke dalam hutan, sebelum kemudian dibawa naik ke atas puncak gunung besar.Meski sedang terang bulan, Lintang tidak bisa memastikan dia sedang dibawa ke gunung mana karena kecepatan lari sosok yang membawanya sungguh luar biasa.Lintang juga tidak bisa berteriak di mana mulutnya tetap dibekap. Jantungnya berdebar kencang khawatir sosok itu adalah orang jahat.Dan benar saja, tepat ketika tiba di atas gunung, tubuh Lintang dilemparkan keras pada permukaan tanah membuat dia langsung terkapar tidak sadarkan diri.Sampai saat pagi menjelang, Lintang mulai kembali membuka mata.“A-aku masih hidup? Hahaha, aku hidup,” Lintang tertawa senang.“Uph!” Dia segera membekap mulutnya sendiri takut sosok yang semalam mendengarnya.Lintang tersadar di atas rerumputan di sebuah halaman gubuk sedehana yang terdapat di puncak gunung.Dia sadar itu puncak gunung karena udara di sana terasa begitu berat pertanda dirinya sedang berada di ketinggian.Lintang bangkit den
Hari-hari berlalu begitu cepat hingga tidak terasa pekan terus berganti tersusun menjadi bulan, dan bulan pergi menjadi tahun.Puluhan purnama telah Lintang lewati dengan terus berlatih bersama ketua Kantaka.Hampir semua teknik penyerapan energi milik Ketua Kantaka telah Lintang kuasai membuat kanuragan bocah itu meningkat secara pesat.7 tahun sudah Lintang tinggal di atas gunung, dan kini usianya telah genap menjadi 14 tahun. Lintang tumbuh menjadi pemuda yang kuat, parasnya terlihat mempesona bagai para dewa dari khayangan.Dia memiliki mata bersih berwarna coklat tua, alis hitam sedikit tebal, serta rambut panjang bergelombang yang juga berwarna hitam.Sementara bibirnya sedikit merah muda dengan hidung bangir yang tersemat indah menambah ketampanannya.Lintang kerap mengenakan celana panjang berwarna kuning tua, sabuk kain sutra merah atau kadang biru. Sementara tubuhnya tetap polos tanpa pakaian membuat otot-otot di perut, tangan, bahu, dan dada bidangnya akan terlihat.Namun