Doorr..! Seth..! Suara pistol menyalak terdengar. Elang langsung melesatkan tubuhnya ke samping kanan. Lalu cepat dia menangkap sebuah benda yang berdesing, di tempat tadi dia berada. Clapsh..!Telapak tangan Elang telah dilambari dengan tenaga dalamnya, hingga terlihat merah membara. “Brengsek..! Siapa yang menembak..!” seru Bambang, sambil beranjak merunduk di belakang kursi teras. Elang membuka genggamannya, dan terlihat sebutir peluru tajam di sana. Di liriknya ke arah tembakan itu berasal. Dan langsung tertangkap oleh mata tajamnya, seseorang tengah membidikkan lagi pistolnya ke arah dirinya. Seth..! Wessh..! Elang segera melesatkan butiran peluru di tangannya, ke arah penembak itu. Lesatan peluru Elang sangat cepat, karena hampir sebagian tenaga dalam Elang di kerahkan. Cracksh..! "Arghss..!!” si pembokong itu berseru keras kesakitan. Di saat lesatan peluru yang dilemparkan Elang tepat mengenai tangannya yang memegang pistol. Klaghk..! Pistolnya pun terpental, sement
"Baik sekali Elang. Seharusnya memang seperti itu yang akan terjadi," ucap Bambang membenarkan analisa Elang. Sementara itu dari kejauhan, di ujung blok rumah Bambang Hermawan. Nampak sepasang mata mengamati kejadian yang berlangsung di rumah targetnya. Dan orang ini tak lain adalah Tarjo, yang bertugas mengawasi kondisi di sekitar rumah pak Bambang dari kejauhan. Melihat kegagalan aksi kedua rekannya. Tarjo pun enggan untuk kembali, dan melaporkan langsung pada Freddy, ‘Itu sama saja cari bonyok dan konyol di hajar Freddy’, bathinnya. Akhirnya dia memilih melaporkan saja via ponsel pada Freddy. Lalu dia berniat meninggalkan kota Jogja sejauh mungkin. ‘Ini pasti akan melibatkan polisi’, bathinnya. Ya, cukup cerdik juga cecunguk bayaran yang satu ini. Hehe. Tutttt...Tuttt.! Klik.! "Halo Tarjo bagaimana?! Berhasil kan?!” sentak Freddy langsung. “Kami gagal. Yono dan Kelik tertangkap Bos,” sahut Tarjo tenang. Klik.! Tarjo langsung mematikan ponselnya.
Mbah Kromo Sagirat murka, karena menganggap keluarga Bambang telah menyebabkan keluarga cucunya hancur. Rupanya diam-diam Mintarsih istri Setyono, dia langsung menghubungi dan mengadu pada kakeknya itu. Mintarsih mengatakan pada sepuhnya itu, perihal laporan Bambang pada polisi. Hal yang mengakibatkan suami dan anaknya, kini harus mendekam di kantor polisi, dan terancam di penjara. Mbah Kromo Sagirat adalah salah satu sepuh kebathinan yang disegani, di daerah KarangMojo, kabupaten Gunung Kidul. Daerah yang masih masuk wilayah propinsi Yogyakarta. Sepuh itu sering menerima bantuan dari Mintarsih cucunya ini. Dan dia juga sangat sayang sejak kecil, pada cucunya yang satu ini. Mendengar Mintarsih bercerita tentang keadaannya sambil menangis, dia pun menjadi sangat murka. Mbah Kromo yang berusia nyaris 110 tahun itu pun langsung melesat lenyap, menggunakan ajian Jagad Kelana nya. Ajian yang merupakan ilmu meringankan tubuh nomor satu, di jamannya dulu. Hingga hanya dalam waktu ku
"Hahahaa..! Tak kusangka aku akan menemukan lawan di penghujung usiaku. Anak muda sebutkan siapa Gurumu?! Agar aku tak menyesal menghabiskan energi bersamamu! Hahahaa!” tawa lepas Mbah Kromo. Hal yang menandakan sepuh itu sangat senang. Ya, sejujurnya Mbah Kromo sudah malas untuk turun gunung. Karena selama ini tak juga di temuinya lawan yang setanding dengannya, di tlatah Jogja dan sekitarnya. Dia lebih senang menyendiri di kediamannya, dan berniat menunggu ajalnya tiba di sana. Tapi tak di sangkanya malam ini dia bertemu lawan muda, yang membangkitkan kembali hasrat bertarungnya. Memang bagi seorang pendekar, menemukan lawan dan saling menguji kepandaian. Adalah hal paling menyenangkan bagi mereka, dibanding hal apapun juga. Maka terlepaslah kini perihal Mintarsih dari benak Mbah Kromo. Kini dia fokus hanya saling bertukar ajian dan jurus, dengan lawannya yang masih muda ini. Bagai pertarungan manusia berbeda jaman dan generasi.“Saya hanya mendapat sedikit pelajaran dari
Slaph..!Elang melesat dan lenyap, untuk kembali ke rumah Bambang. Hatinya merasa senang, karena tak ada korban nyawa dalam duelnya dengan Mbah Kromo. Bahkan Mbah Kromo mengakui, jika mantu cucunya lah yang bersalah dalam masalah ini. Taph.! Sosok Elang menjejak dengan ringan, di teras rumah Bambang. Terlihat keluarga Bambang masih berada di ruang tamu, menunggu kedatangannya kembali. “Mas Elang..! Kau tak apa-apa kan Mas?” seru Nadya, orang yang pertama kali menyadari kehadiran kembali Elang. Dilihatnya pakaian Elang, yang terlihat berbintik-bintik bolong seukuran beras dengan cemas. “Saya baik-baik saja Mbak Nadya,” ucap Elang tersenyum. “Elang! Bagaimana dengan Mbah Kromo?” tanya Bambang penasaran. Jujur saja Bambang merasa cemas, jika Mbah Kromo datang lagi dan memperpanjang urusan dengannya. “Dia titip salam buat Bapak dan keluarga. Dan beliau juga meminta maaf, karena telah berlaku kasar pada keluarga Bapak. Mbah Kromo telah mengakui kesalahan mantu cucunya si Setyono
Slakh. ! Seseorang meluncur cepat dari belakang. Srethhk..! Sosok itu melesat cepat sambil menarik tas vagabond Nadya. Hingga lepas dari pundaknya. Ya, rupanya pelaku jambret itu mengenakan sepatu roda. “Awhh..!” tubuh Nadya pun ikut terhuyung ke depan. Beruntunglah Elang langsung merangkul Nadya, hingga dia tak terjerembab jatuh. Slaph..! Elang langsung melesat cepat, dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan pencuri bersepatu roda itu. ‘Hmm. Masih muda sudah mencuri’, bathin Elang kesal, sambil menarik kembali vagabond bag milik Nadya. Namun tak disangkanya, si pemuda itu balas menarik tas vagabond bag Nadya dengan kedua tangannya. Sraghh..! Gussragh..!! Pemuda itu pun jatuh terguling di atas trotoar, dan menjadi tontonan orang, yang berada di sekitar lokasi itu. Kejadian yang begitu cepat, sehingga orang-orang menganggap itu hanya kecelakaan kecil biasa. Elang tak mempedulikan orang itu, dia pun kembali ke tempat Nadya. “Ini Nadya,” ucap Elang mengangsurkan vagabon
Kembali Elang terpana, melihat tubuh polos Nadya yang sedang membelakangi dirinya. Nampak tonjolan bokong Nadya yang sedang, mulus, dan kencang tengah bergoyang. Dengan bertumpu pada tangan kirinya menempel di dinding kamar mandi, sementara tangan kanannya sibuk di bagian bawah tubuhnya. Timbul rasa kasihan Elang pada Nadya, dia tak ingin Nadya mati lemas, karena mendaki hasratnya yang tak kunjung datang. Karena jika bukan oleh dirinya, Nadya tak akan pernah merasa tercukupkan hasratnya. ‘Ini semua gara-gara kutukan keparat itu!’ maki bathin Elang geram. Perlahan Elang mendatangi Nadya dari arah belakang. "Nadya, biar kubantu ya," bisik Elang lembut di dekat telinga Nadya. Dipeluknya lembut tubuh Nadya, sambil dikecupnya pundak mulus Nadya. "Aihhh..! M-mas Elanggsh..! Tsk, tsk..!" Nadya tersentak kaget bukan kepalang. Namun saat di rasakannya pelukkan Elang mendatangkan rasa damai dan nyaman baginya. Maka perlahan tubuh Nadya kembali relaks dan terisak. Ya, isakkan Nadya ad
Hari sudah menjelang malam, suara adzan magribh pun baru saja usai berkumandang. Saat mereka berdua keluar dari penginapan itu. 'Hmm. Ternyata Kutukkan Naga Asmara tak harus dipenuhi, dengan persetubuhan secara sempurna. Asalkan si wanita mendapatkan klimaksnya dariku, maka itu sudah memenuhi kutukan itu', bathin Elang senang, dan mulai memahami. Elang memacu motornya dengan kecepatan sedang saja. Tak lama kemudian merekapun sampai di pintu gerbang rumah Nadya. Pak Moko bergegas membukakan pintu gerbang, begitu melihat Elang dan non putrinya berada di depan gerbang. “Malam Pak Moko,” sapa Elang ramah. “Malam Mas Elang, Non Nadya,” balas pak Moko sopan, sambil menutup kembali pintu gerbang setelah keduanya melintas masuk. Elang dan Nadya langsung menemui Bambang, yang tengah asyik minum teh bersama istrinya di teras rumah. “Wah, cantiknya ayah baru pulang shoping di Malioboro ya,” ucap Bambang sambil tersenyum lebar, melihat putrinya yang baru pulang bersama E
“Arrgghkksskh..!!” Terdengar suara teriakkan narsis kesakitan 11 oktav, yang dilantunkan oleh duo preman itu bersamaan. “Hahh..!!” seru para pedagang dan pengunjung, yang menyaksikan hal itu. Ya, tadinya mereka semua menyangka tubuh Elang akan terluka parah. Akibat sabetan dan tusukkan dua preman illegal itu. Namun yang mereka lihat ternyata berkebalikkan, dari apa yang mereka bayangkan. Justru kedua preman itulah, yang kini berkelojotan menahan sakit. Nampak ketiga preman nyasar itu kini memegangi pergelangan tangan kanan mereka masing-masing, yang terjuntai bagai tanpa otot itu.Seolah sepakat, para pedagang lelaki maju serentak, mengeroyok ketiga preman pasar ilegal tersebut. "Hajaarrr..!!" seru para pedagang serentak.Bakk..! Bukk..! ... Deziggh..! Dughh! Prang..!Segala jenis pukulan, tendangan, maupun gaplokkan benda apa saja di sekitar pasar pun, menghujani tubuh ketiga preman dadakkan itu. “Adduuhhhh..!! Ammpyuuunnn biyung..!” teriakkan minta ampun ketiganya pun tak d
Tentu saja para pedagang kuliner di blok itu, banyak yang merasa kaget dan heran. Sebab selama ini mereka telah membayarkannya, pada pengelola pasar yang resmi. Namun karena mereka tak mau terjadi keributan, maka terpaksa mereka memberikan uang yang diminta oleh ketiga preman tersebut. Hingga sampailah ketiga preman sangar itu, di lapak sang nenek dan cucunya itu, “Nek..! Untuk lapak Nenek kena 30 ribu perhari. Mana uangnya..?!” seru salah seorang dari mereka, yang berambut cepak dan bertato ‘jangkar’ di bagian lengannya. “Waduhh Masse. Dagangan saya belum banyak lakunya, baru ada 15 ribu yang masuk,” sahut sang nenek, merasa keberatan membayar uang yang diminta ketiga preman itu. “Haahh! Masa sih 30 ribu saja nggak ada..! Apa kau nggak bawa uang dari rumah?!” bentak si Tato jangkar lagi. “Belum ada Mas. Atau nanti siangan mas ke sini lagi, mudah-mudahan sudah ada,” sahut sang nenek tetap berusaha tenang, walau hatinya berdebar panik. Braghh.! Brakk ! Prangg..!!Kedua teman si
“Syukurlah.! Terimakasih sekali Elang!” seru Bambang merasa sangat gembira. Bahkan dia sampai hendak mencium tangan Elang. Namun Elang segera menarik tangannya dari genggaman tangan Bambang dengan rikuh. “Tak perlu sampai seperti ini Pak Bambang,” ucap Elang, sambil tersenyum. “Ahh, bagaimana tidak Elang. Kini kau adalah guruku Elang. Terimakasih atas kesediaanmu mengajarkan ilmu ‘Wisik Sukma’ pada bapak. Bapak akan mempelajarinya setekun mungkin Elang,” ucap Bambang dengan wajah berbinar bahagia. Ya, ilmu 'Wisik Sukma' adalah ilmu yang sangat penting baginya di dunia bisnis. Maka malam itu juga, Elang pun langsung membangkitkan dan mengisi tenaga bathinnya pada Bambang, di ruang kerjanya. Dan Bimo juga bisa merasakan, pada dasarnya sudah ada sedikit daya bathin dalam diri Bambang. Namun memang masih kurang terarah. Setelah itu, Elang lalu menuliskan teori dari ilmu ‘Wisik Sukma’, yang di berikannya pada Bambang. Teori itu berisi tentang cara melatih, menerapkan, serta menari
Hari sudah menjelang malam, suara adzan magribh pun baru saja usai berkumandang. Saat mereka berdua keluar dari penginapan itu. 'Hmm. Ternyata Kutukkan Naga Asmara tak harus dipenuhi, dengan persetubuhan secara sempurna. Asalkan si wanita mendapatkan klimaksnya dariku, maka itu sudah memenuhi kutukan itu', bathin Elang senang, dan mulai memahami. Elang memacu motornya dengan kecepatan sedang saja. Tak lama kemudian merekapun sampai di pintu gerbang rumah Nadya. Pak Moko bergegas membukakan pintu gerbang, begitu melihat Elang dan non putrinya berada di depan gerbang. “Malam Pak Moko,” sapa Elang ramah. “Malam Mas Elang, Non Nadya,” balas pak Moko sopan, sambil menutup kembali pintu gerbang setelah keduanya melintas masuk. Elang dan Nadya langsung menemui Bambang, yang tengah asyik minum teh bersama istrinya di teras rumah. “Wah, cantiknya ayah baru pulang shoping di Malioboro ya,” ucap Bambang sambil tersenyum lebar, melihat putrinya yang baru pulang bersama E
Kembali Elang terpana, melihat tubuh polos Nadya yang sedang membelakangi dirinya. Nampak tonjolan bokong Nadya yang sedang, mulus, dan kencang tengah bergoyang. Dengan bertumpu pada tangan kirinya menempel di dinding kamar mandi, sementara tangan kanannya sibuk di bagian bawah tubuhnya. Timbul rasa kasihan Elang pada Nadya, dia tak ingin Nadya mati lemas, karena mendaki hasratnya yang tak kunjung datang. Karena jika bukan oleh dirinya, Nadya tak akan pernah merasa tercukupkan hasratnya. ‘Ini semua gara-gara kutukan keparat itu!’ maki bathin Elang geram. Perlahan Elang mendatangi Nadya dari arah belakang. "Nadya, biar kubantu ya," bisik Elang lembut di dekat telinga Nadya. Dipeluknya lembut tubuh Nadya, sambil dikecupnya pundak mulus Nadya. "Aihhh..! M-mas Elanggsh..! Tsk, tsk..!" Nadya tersentak kaget bukan kepalang. Namun saat di rasakannya pelukkan Elang mendatangkan rasa damai dan nyaman baginya. Maka perlahan tubuh Nadya kembali relaks dan terisak. Ya, isakkan Nadya ad
Slakh. ! Seseorang meluncur cepat dari belakang. Srethhk..! Sosok itu melesat cepat sambil menarik tas vagabond Nadya. Hingga lepas dari pundaknya. Ya, rupanya pelaku jambret itu mengenakan sepatu roda. “Awhh..!” tubuh Nadya pun ikut terhuyung ke depan. Beruntunglah Elang langsung merangkul Nadya, hingga dia tak terjerembab jatuh. Slaph..! Elang langsung melesat cepat, dan tiba-tiba saja dia sudah berada di depan pencuri bersepatu roda itu. ‘Hmm. Masih muda sudah mencuri’, bathin Elang kesal, sambil menarik kembali vagabond bag milik Nadya. Namun tak disangkanya, si pemuda itu balas menarik tas vagabond bag Nadya dengan kedua tangannya. Sraghh..! Gussragh..!! Pemuda itu pun jatuh terguling di atas trotoar, dan menjadi tontonan orang, yang berada di sekitar lokasi itu. Kejadian yang begitu cepat, sehingga orang-orang menganggap itu hanya kecelakaan kecil biasa. Elang tak mempedulikan orang itu, dia pun kembali ke tempat Nadya. “Ini Nadya,” ucap Elang mengangsurkan vagabon
Slaph..!Elang melesat dan lenyap, untuk kembali ke rumah Bambang. Hatinya merasa senang, karena tak ada korban nyawa dalam duelnya dengan Mbah Kromo. Bahkan Mbah Kromo mengakui, jika mantu cucunya lah yang bersalah dalam masalah ini. Taph.! Sosok Elang menjejak dengan ringan, di teras rumah Bambang. Terlihat keluarga Bambang masih berada di ruang tamu, menunggu kedatangannya kembali. “Mas Elang..! Kau tak apa-apa kan Mas?” seru Nadya, orang yang pertama kali menyadari kehadiran kembali Elang. Dilihatnya pakaian Elang, yang terlihat berbintik-bintik bolong seukuran beras dengan cemas. “Saya baik-baik saja Mbak Nadya,” ucap Elang tersenyum. “Elang! Bagaimana dengan Mbah Kromo?” tanya Bambang penasaran. Jujur saja Bambang merasa cemas, jika Mbah Kromo datang lagi dan memperpanjang urusan dengannya. “Dia titip salam buat Bapak dan keluarga. Dan beliau juga meminta maaf, karena telah berlaku kasar pada keluarga Bapak. Mbah Kromo telah mengakui kesalahan mantu cucunya si Setyono
"Hahahaa..! Tak kusangka aku akan menemukan lawan di penghujung usiaku. Anak muda sebutkan siapa Gurumu?! Agar aku tak menyesal menghabiskan energi bersamamu! Hahahaa!” tawa lepas Mbah Kromo. Hal yang menandakan sepuh itu sangat senang. Ya, sejujurnya Mbah Kromo sudah malas untuk turun gunung. Karena selama ini tak juga di temuinya lawan yang setanding dengannya, di tlatah Jogja dan sekitarnya. Dia lebih senang menyendiri di kediamannya, dan berniat menunggu ajalnya tiba di sana. Tapi tak di sangkanya malam ini dia bertemu lawan muda, yang membangkitkan kembali hasrat bertarungnya. Memang bagi seorang pendekar, menemukan lawan dan saling menguji kepandaian. Adalah hal paling menyenangkan bagi mereka, dibanding hal apapun juga. Maka terlepaslah kini perihal Mintarsih dari benak Mbah Kromo. Kini dia fokus hanya saling bertukar ajian dan jurus, dengan lawannya yang masih muda ini. Bagai pertarungan manusia berbeda jaman dan generasi.“Saya hanya mendapat sedikit pelajaran dari
Mbah Kromo Sagirat murka, karena menganggap keluarga Bambang telah menyebabkan keluarga cucunya hancur. Rupanya diam-diam Mintarsih istri Setyono, dia langsung menghubungi dan mengadu pada kakeknya itu. Mintarsih mengatakan pada sepuhnya itu, perihal laporan Bambang pada polisi. Hal yang mengakibatkan suami dan anaknya, kini harus mendekam di kantor polisi, dan terancam di penjara. Mbah Kromo Sagirat adalah salah satu sepuh kebathinan yang disegani, di daerah KarangMojo, kabupaten Gunung Kidul. Daerah yang masih masuk wilayah propinsi Yogyakarta. Sepuh itu sering menerima bantuan dari Mintarsih cucunya ini. Dan dia juga sangat sayang sejak kecil, pada cucunya yang satu ini. Mendengar Mintarsih bercerita tentang keadaannya sambil menangis, dia pun menjadi sangat murka. Mbah Kromo yang berusia nyaris 110 tahun itu pun langsung melesat lenyap, menggunakan ajian Jagad Kelana nya. Ajian yang merupakan ilmu meringankan tubuh nomor satu, di jamannya dulu. Hingga hanya dalam waktu ku