"Benar. Bagaimana ikan bakar mereka bisa dibandingkan dengan ikan bakarmu?"Selain merasa tidak adil untuk Arjuna, Jono dan penjual panekuk juga memikirkan kepentingan diri sendiri.Bisnis Arjuna berkurang, maka bisnis mereka juga menurun."Terima kasih atas perhatian kalian, tapi hari ini aku ada urusan, jadi aku harus pergi dulu," ucap Arjuna....Saat Arjuna berjalan menuju pasar, Desa Embun pun mengalami keributan."Kalian sungguh naif, bisa-bisanya percaya pada orang seperti Arjuna.""Kemarin, kalian semua pergi memohon padanya pula. Kalian benar-benar lucu. Sekarang apa? Dia kabur begitu saja."Raditya dan penduduk desa yang tidak memohon kepada Arjuna kemarin terus mengejek penduduk desa yang mengelilingi Arjuna kemarin."Kamulah yang kabur." Magano membalas Raditya. "Kemarin lusa, kamu dihajar oleh Arjuna hingga tak bisa berdiri, 'kan?"Kemarin lusa, Raditya dipukul oleh Arjuna di depan banyak orang.Itu adalah pengalaman paling memalukan dalam hidup Raditya.Setelah Magano men
"Arjuna? Aku tidak melihatnya di pasar."Kepala desa juga mendengar tentang Arjuna yang berjualan ikan bakar. Setelah mengumpulkan uang, dia sengaja pergi ke pasar untuk membeli.Dia ingin melihat bagaimana Arjuna menjual ikan, alhasil dia tidak melihat Arjuna."Apa kubilang? Arjuna memang kabur."Raditya yang awalnya hendak pergi langsung bersemangat lagi saat mendengar kepala desa mengatakan bahwa dia tidak melihat Arjuna."Haha! Arjuna adalah Arjuna. Dia bahkan meminta uang dari pamannya dengan menodongkan pisau. Kalian percaya pada orang seperti itu? Haha, sekarang kalian telah ditipu olehnya, 'kan?""Paman, apakah Arjuna berjualan di tempat lain?"Magano masih tidak dapat memercayainya.Ego bukan masalah, biaya pengobatan ibunya lebih penting.Kemarin dia berpikir bahwa dengan mengandalkan Arjuna, dia bisa membayar obat ibunya. Tak disangka hasilnya akan seperti ini."Tidak!" Kepala desa menggelengkan kepalanya berulang kali. "Tantemu membeli banyak barang hari ini. Kami berkelili
"Hm." Tamael mengangguk. "Sebenarnya, aku cukup menyukai kepribadianmu. Kamu orang yang terus terang dan tidak berbelit. Katakanlah bagaimana cara kerja samanya.""Aku akan mengajari koki di Restoran Kebon Sirih cara memasak ikan."Mata Tamael berbinar saat mendengarnya. "Bagus sekali, berapa harganya?"Arjuna mengulurkan jari telunjuknya."Satu tael perak?"Arjuna menggelengkan kepalanya."Kamu?!" Tamael duduk tegak, kemudian menatap jari telunjuk Arjuna. "Jangan bilang kamu menginginkan seratus tael."Arjuna mengangguk. "Benar!"Tamael memelototi Arjuna. "Aku baru saja memujimu. Sepertinya aku ceroboh. Asal kamu tahu, ikan bakarmu bukan hidangan yang sulit untuk dibuat. Setahuku, sekarang sudah ada beberapa orang yang menjualnya juga di pasar.""Meskipun sekarang buatan mereka masih kalah darimu, mereka akan membalapmu suatu hari. Aku cukup meminta kokimu melihat di kiosmu beberapa kali, kemudian membeli beberapa ekor ikan untuk mereka, maka mereka juga bisa membuatnya.""Bisa-bisany
Piring besar itu berisi ikan.Sesudah meletakkan piring besar itu, Arjuna kemudian berjalan ke dapur lagi.Ketika dia kembali lagi, dia membawa sepotong kayu.Arjuna meletakkan papan kayu tersebut di atas meja."Disa, Daisha, bawakan untuk Tuan Tamael."Disa dan Daisha mengekor di belakang Arjuna. Mereka membawa sebuah wajan kecil bersama-sama, lalu meletakkannya atas di papan kayu yang Arjuna letakkan.Wajan kecil itu juga berisi ikan."Apa ini?"Tamael menatap piring besar dan wajan kecil yang ada di atas meja. Meskipun matanya menunjukkan tatapan mencemooh, mulutnya tidak. Dia bahkan tidak menyadari bahwa dia menelan ludah.Di atas piring besar terdapat potongan ikan yang diiris tipis, dicampur dengan daun asinan kubis berwarna keemasan, warnanya menarik. Ikan dan asinan kubis bercampur menjadi satu, memancarkan rasa yang belum pernah tercium oleh Tamael sebelumnya.Ikan dalam wajan kecil berwarna cokelat keemasan dan mengeluarkan aroma panggang. Ada banyak bahan di bawah ikan, sepe
"Apa yang kau lakukan? Mundur!" marah Tamael.Satpam itu menatap Tamael dengan bingung."Bos, kamu memarahinya, bukankah artinya memintaku untuk mengusir mereka?""Pergi, pergi!" Tamael melambaikan tangannya dengan tidak sabar, lalu menarik Arjuna untuk duduk di sebelahnya."Arjuna, bagaimana kamu melakukannya? Bagaimana kamu bisa memasak ikan seperti ini? Sial, ini enak sekali!""Fillet ikannya sama sekali tidak amis, justru lembut dan empuk, diiris begitu tipis hingga tulangnya pun tidak perlu dibuang. Masakan ini banyak minyak, tapi tidak terasa berminyak. Aku biasanya tidak suka asinan kubis, tapi asinan kubis ini enak sekali.""Bagaimana kamu melakukannya? Sial, benar-benar enak!"Arjuna tak bisa berkata-kata mendengar kata "sial" keluar dari mulut Tamael berkali-kali.Tampaknya dia salah telah mengatakan Tamael terdidik.Mungkin saja tidak ada ilmu di dalam otak Tamael."Acar kubis itu diasinkan dengan baik oleh kokimu, aku tidak berani menerima pujian untuk itu."Koki di Restora
"Dua ratus delapan tael." Tamael menggerakkan jarinya. "Selain itu, kelak kamu yang memasok ikan. Selama harga ikan mentah tidak terlalu tinggi, aku bisa menerimanya. Itu saja. Hanya setinggi itu yang dapat kuberikan kepadamu."Arjuna menoleh sambil tersenyum. "Tuan Tamael memang orang yang menyenangkan."Dua ratus delapan tael. Seratus tael lebih banyak dari yang diharapkan. Arjuna yang memasok ikan dan menentukan harganya. Seharusnya tidak ada orang lain yang dapat menawarkan syarat seperti ini di Kabupaten Damai yang kecil.Tamael memelototi Arjuna. "Sudahlah, kamu paling pandai menjebak orang!""Aku tidak akan membiarkan Tuan Tamael membayar dengan sia-sia."Kedua hidangan ini akan memberi Tamael lebih dari dua ratus delapan tael.Sebelumnya, Arjuna berpikir untuk menghasilkan lebih banyak uang di pasar dan membuka restoran di kota kabupaten ini. Namun, waktu tidak menunggunya, jadi dia tidak punya pilihan selain bekerja sama dengan Tamael.Kerja sama tentu bukan sekadar omongan be
"Setelah aku jatuh ke jurang dan tidak sadarkan diri, aku mengalami mimpi yang sangat panjang. Aku pergi ke dunia yang sangat ajaib. Dunia itu sama sekali berbeda dengan dunia yang kita tinggali sekarang. Di dunia mimpi itu, aku mempelajari banyak hal yang tidak ada di sini."Arjuna tidak menyebutkan soal mengalami transmigrasi zaman.Karena sepintar apa pun kedua perempuan ini, mereka masih hidup di zaman kuno. Fenomena seperti ini bahkan tak bisa dijelaskan oleh ilmu zaman modern, apalagi orang zaman kuno."Jadi, aku yang sekarang masih aku yang sama, tapi juga aku yang baru.""Tuan, seperti apa dunia yang ada dalam mimpimu? Bisa-bisanya dunia itu mengajarkanmu banyak hal."Mata Daisha berkedip, wajahnya penuh dengan penasaran."Dunia itu sangat ajaib dan menarik. Lain kali akan aku ceritakan pelan-pelan.""Aku tidak mau mendengarkan, lagi pula aku juga tidak dapat pergi ke sana."Disa membalas dengan suara yang manis dan jernih.Angin sepoi-sepoi bertiup.Arjuna refleks menoleh ....
Lihatlah rumah ini. Apakah rumah ini bisa bertahan selama musim dingin? Kalau dia benar-benar menghasilkan uang, dia pasti sudah mulai merenovasi rumah ini.""Kemarin lusa dia meminta uang kepadaku secara paksa. Dia dimarahi oleh beberapa paman kami. Mereka bilang Arjuna tidak punya kemampuan sama sekali dan selalu membuat masalah. Paman-paman kami juga bilang kalau dia terus-terusan begini, Arjuna akan diusir dari keluarga.""Anak itu tidak mau mengakui kesalahannya dan pergi begitu saja di depan paman-paman kami.""Awalnya kami mengira dia akan merenungkan kesalahannya setelah pulang ke rumah, tak disangka dia menggunakan uang dariku untuk pamer. Dia ingin pamer kepada paman-paman kami bahwa dia punya kemampuan.""Hal yang tidak aku duga adalah warga desa yang tidak tahu hal ini ternyata mengira dia benar-benar punya kemampuan dan memohon bantuannya.""Bagaimana mungkin dia memiliki kemampuan itu? Sebenarnya kalau dipikir-pikir, semua orang tidak mungkin makan ikan. Bagaimana mungkin
Andi tidak melarang Firhan. Dia ingin Danis mendengarnya. Betapa konyolnya Danis menggunakan Arjuna.Danis berdiri dengan tenang tanpa ekspresi, dia tidak senang maupun marah. Tidak ada seorang pun yang tahu bagaimana suasana hatinya saat ini.Akan tetapi, bohong jika mengatakan bahwa dia tidak khawatir."Yang Mulia, suruh para prajurit mundur ke depan perkemahan pemanah, bagi mereka menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama gunakan perisai untuk melindungi para pemanah, suruh para pemanah terus menembak. Kelompok kedua gunakan pedang untuk menggali zona isolasi di tempat.""Zona isolasi yang aku tandai di meja pasir. Lebarnya sekitar dua setengah meter."Arjuna memberi isyarat dengan tangannya. Dia tidak menandai lebarnya di atas meja pasir karena dia tidak menyangka Firhan akan datang membawa pasukan."Kelompok terakhir, bawa orang yang terluka turun dengan tertib."Mendengar suara Arjuna yang mendesak, tetapi tenang, ekspresi Danis yang awalnya tidak menunjukkan emosi pun, menunjukkan
Danis melambaikan tangannya. "Bercanda atau bukan, aku bisa tentukan sendiri."Ketika Danis melihat Arjuna memimpin sekelompok wanita, dia juga merasa gelisah.Namun, jangan mempekerjakan orang yang kamu ragukan, jangan meragukan orang yang kamu pekerjakan. Itu adalah prinsipnya.Arjuna mengangkat tangannya.Melihat gerakan Arjuna, Disa yang memimpin tim pun berteriak, "Semuanya, berhenti!"Gadis-gadis itu segera berhenti bergerak maju, mereka berdiri tegak dalam lima baris.Meskipun mereka semua perempuan, Eshan merasa jauh lebih nyaman melihat mereka daripada tiga ribu prajurit pria yang dipimpin oleh Firhan.Selama beberapa hari terakhir, Arjuna meminta gadis-gadis itu untuk melakukan tiga hal: menggali lubang, berbaris, serta melempar karung pasir.Danis juga merasa sangat tertarik.Memimpin sekelompok wanita saja sudah cukup aneh, perintah formasinya juga aneh.Namun biarpun anehnya, formasi dan perintahnya membuat seluruh tim terlihat sangat energik.Jika wanita saja bisa begitu
"Oke." Danis menyerahkan lencananya kepada Arjuna. "Mulai sekarang, prajurit penjaga Kota Perai berada di bawah komandomu!"Mata Andi dan Firhan membelalak. Melihat lencana itu bagaikan melihat Danis sendiri.Dengan adanya lencana tersebut, Arjuna tidak hanya dapat memimpin prajurit penjaga Kota Perai, tetapi juga Pasukan Serigala yang melindungi Bratajaya."Yang Mulia, aku tidak membutuhkan lencanamu. Tidak butuh prajurit penjaga Kota Perai untuk menyerang bandit."Arjuna berkata sambil berlari menuruni gunung. "Disa!"Setelah Andi menyerahkan tugas menumpas bandit kepada Firhan, Arjuna meminta Disa untuk membawa seratusan gadis tersebut untuk beristirahat di kaki gunung."Arjuna!"Melihat Arjuna yang berlari menjauh, Eshan begitu cemas hingga ingin menghentakkan kakinya.Anak bodoh, lencana Marsekal Agung adalah benda yang agung. Biarpun lain kali harus dikembalikan, setidaknya Arjuna pernah memegang lencana Marsekal Agung dan memimpin tiga ribu prajurit penjaga Kota Perai. Dia bisa
"Arjuna? Dia hanya seorang pelajar, bagaimana mungkin dia punya ide? Apa idenya? Menggunakan kendi-kendi anggurnya?"Firhan berlidah tajam. Jangankan ketika dia tidak percaya bahwa Arjuna punya ide, seandainya Arjuna benar-benar bisa menangani situasi ini, Firhan tidak mungkin membiarkan Arjuna melakukannya.Dia, seorang kapten yang membawa tiga ribu prajurit, membiarkan seorang pelajar membantunya. Bukankah hal itu akan menjadi lelucon?Selain itu ....Firhan merasa sedikit gelisah.Walaupun Arjuna tidak mungkin bisa menangani situasi ini, anak itu sangat licik.Firhan sudah menyaksikannya sendiri ketika dia dan Fauzi pergi ke Desa Embun untuk menangkap Arjuna.Arjuna jelas-jelas baru belajar selama dua bulan, tetapi dia menduduki peringkat teratas. Arjuna jelas-jelas masih muda, tetapi dia telah membaca lebih banyak buku daripada Bima. Arjuna jelas-jelas seorang pelajar yang lemah, tetapi dia dapat menghindari penangkapan para polisi.Bila hal ajaib terjadi pada anak itu lagi. Bila A
Ratusan prajurit yang sekujur tubuhnya terbakar berguling-guling, berlarian kesakitan. Sedangkan prajurit yang tidak terbakar berlarian kembali.Di tengah kekacauan, banyak prajurit yang berlarian terjatuh sehingga terinjak.Mayoritas orang bukan mati terbakar atau tertembak panah dari bandit, tetapi mati terinjak oleh rekannya sendiri."Saudara-saudara yang tidak terluka, cepat berdiri, bunuh bajingan-bajingan itu!"Di Kampung Seruni, Naga Bermata Satu berteriak dengan keras."Bunuh bajingan-bajingan itu.""Lepaskan anak panah!"Anak panah yang tak terhitung jumlahnya ditembakkan dari benteng gunung."Dorong batu!"Satu demi satu batu besar berguling turun dari kampung.Anak panah yang tadi ditembakkan oleh para prajurit kini menjadi sumber anak panah bagi para bandit.Batu-batu tembok kampung yang runtuh berubah menjadi batu-batu yang tak habis digunakan."Saudara-saudara, ikut aku!" teriak Rajo, lalu mendorong kereta bola api untuk mendobrak gerbang desa yang telah terbakar hingga m
Pada saat ini, di Kampung Seruni yang Firhan bilang akan dia hancurkan."Rizal!" Melihat batu-batu yang jauh lebih akurat dan kuat dari sebelumnya, Galih mengangkat kepalanya, lalu bertanya dengan suara keras. "Apakah mereka mendorong katapel lebih dekat?""Ya, Tuan. Mereka dorong setidaknya sepuluh meter lebih dekat." Suara Rizal terdengar dari atas gua."Bagus!" Mata Galih tiba-tiba berbinar. "Bunuh mereka semua!""Tidak masalah, Tuan. Lihat aku.""Wusss, wusss, wusss!"Satu demi satu anak panah yang cepat dan kuat melayang melewati atas kepala Galih."Bagus sekali! Selanjutnya kita tinggal menunggu Tuhan."Galih mengangkat tangannya, membiarkannya tergantung di udara.Dua menit kemudian, senyum muncul di sudut mulutnya, lalu sedikit demi sedikit melebar."Arah angin telah berubah, arah angin telah berubah.Galih memandang gerbang desa yang masih terbakar, tembok desa yang telah hancur berkeping-keping, serta suara-suara teriakan yang makin dekat. Senyum di wajahnya pun berubah menja
Naga Bermata Satu memimpin sebagian besar bandit untuk menjaga gerbang desa, serta membunuh prajurit yang memanjat ke atas menggunakan tangga.Di udara, anak panah yang melesat dari gunung bagaikan bunga yang disebarkan oleh para peri.Dengan adanya perisai, panah-panah itu tidak menyebabkan banyak kerusakan pada Naga Bermata Satu dan anak buahnya.Akan tetapi ....Batu yang dilemparkan dari katapel berbeda. Tidak hanya lebih akurat dari sebelumnya, tetapi juga jauh lebih kuat. Batu-batu berjatuhan, menghancurkan gerbang desa satu demi satu.Bagaimanapun, mereka adalah bandit yang menguasai pegunungan dan memiliki perisai yang terbatas. Sebagian besar digunakan untuk menangkis anak panah yang jatuh dari langit. Tanpa gerbang desa sebagai penutup, mereka akan menjadi sasaran hidup.Kampung Seruni tidak mampu menahan serangan Firhan, hampir tidak memiliki kemampuan untuk melawan."Bunuh mereka!"Suara pembunuhan di kaki gunung makin keras dan makin dekat.Tampaknya Kampung Seruni akan di
Komandan pertahanan kotanya tidak kalah dari para prajurit Marsekal."Yang Mulia!"Sebelum Firhan menjawab Andi, wakil jenderalnya berlari mendekat. Wakil jenderal itu diselimuti kabut hitam dan asap, tampak sangat mengenaskan."Para bandit tidak menembakkan anak panah atau mendorong batu kali ini. Mereka melempar bola api yang menyala dari gerbang benteng. Semua prajurit terbakar. Kita menderita kerugian besar, tidak dapat menyerang lagi!""Bola api?" Firhan mengerutkan kening, lalu menggertakkan giginya sambil berujar, "Bandit sialan, licik sekali!"Ketika Firhan datang untuk menumpas para bandit beberapa kali sebelumnya, Galih tidak pernah menggunakan serangan api. Jadi, Firhan belum pernah melihat trik ini."Ah!""Ahhh!"Teriakan terus terdengar di atas gunung."Firhan, apa yang terjadi? Bukankah kamu bilang padaku bahwa kamu sangat yakin kali ini?" Andi murka."Marsekal sedang mengawasi. Firhan, kamu hanya boleh berhasil kali ini, tidak boleh gagal.""Yang Mulia, jangan khawatir.
Saat Andi dan Firhan berbicara, mereka sengaja melirik prajurit tua yang sedang merebus air.Apa yang mereka katakan sebenarnya ditujukan kepada si prajurit tua.Prajurit tua itu tidak mendongak, dia hanya fokus memasak air dengan kepala menunduk.Dari sudut yang tidak terlihat oleh Andi dan Firhan, senyum acuh tak acuh muncul di wajah prajurit tua tersebut.Gaya serangan Firhan memang membuat Naga Bermata Satu lengah.Di Kampung Seruni, terjadi kerugian besar. Hampir seratus orang tewas atau terluka.Hanya ada tiga ratusan orang di seluruh Kampung Seruni.Hal yang paling parah adalah batu-batu yang dilempar katapel membuat tembok desa berlubang-lubang.Tanpa perlindungan tembok desa, itu seperti kehilangan baju zirah di medan perang, nyawa bandit-bandit bisa terancam kapan saja."Wusss, wusss, wusss!"Pelemparan batu berhenti, tetapi anak panah tidak berhenti. Anak panah masih berjatuhan ke Kampung Seruni dari langit bagaikan bunga yang ditebarkan oleh para peri."Gawat!" Galih berter