George tersenyum misterius menanggapi ucapan temannya itu. "Kemarilah! Aku punya rencana bagus."Bryan mendekat ke arah George lalu pria bertubuh tinggi tegap dan berparas tampan itu pun membisikkan sesuatu kepada Bryan.Begitu selesai mendengar rencana George, Bryan terpekur. Tapi sejurus kemudian dia ikut tersenyum lalu mengangkat gelasnya dan seakan mengajak temannya itu untuk bersulang. "Untuk keberhasilan kita.""Tentu saja, kita pasti akan berhasil," sahut George dengan begitu yakin.Di sisi lain, Bill sudah berniat untuk segera kembali ke istana dan kini sedang membereskan beberapa barang-barangnya. Cassandra yang hanya mengawasi itu pun bertanya, "Kapan kau akan pulang lagi ke sini?""Tidak akan lama," jawab Bill."Berapa hari yang dimiliki oleh staff istana untuk berlibur?"Bill segera menghentikan kegiatannya lalu menoleh kepada sang istri, "Aku tidak tahu, tapi sepertinya aku bisa mengajukan libur jika aku menyelesaikan satu tugasku."Cassandra mengangkat alis kanannya, "Ja
Pria yang sedang ditanyai oleh Bill itu malah semakin mengumbar tawa hingga membuat Bill tidak bisa menahan diri. Bill kembali memukul orang itu tapi kini dengan tenaga penuh. Giginya sampai rontok dan Bill tidak peduli, dia kembali menarik lehernya meski mulut pria itu penuh dengan darah."Kalau sampai bom itu meledak dan menewaskan orang-orang yang tidak bersalah, aku bersumpah akan mencarimu meski ke liang lahat!" kata Bill dan dia menyempatkan diri menendang perut orang itu tanpa ampun.Bill memejamkan mata, berusaha menenangkan diri. "Tenangkan dirimu, Bill! Ayo berpikir!"Dia mengetukkan jarinya di kaca mobil. "Ayo pikir sekali lagi! Di mana kira-kira musuhmu meletakkan bom itu."Dia melirik ke arlojinya dan sadar waktunya sudah berkurang banyak. Waktu yang dia miliki hanya tinggal dua menit lebih tiga puluh enam detik. Dia melirik ke tubuh Andrew Reece yang sedang jatuh pingsan dan jelas membangunkan pengawal kepercayaan itu hanya akan membuang waktu percuma."Ayo, BIll! Pikir!
Dua orang yang merupakan anak buah dari Jody Gardner dan William Mackenzie mulai melakukan tugas mereka masing-masing. Di saat mereka berdua baru saja kembali bertugas, mereka pun tidak sengaja bertemu di satu titik di mana tidak banyak pengawal lain yang berjaga di sana."Apa yang baru saja kau lakukan dari ruang kontrol, Andrew?""Bukan urusanmu!" jawab Andrew tanpa berniat menatap Steven.Steven mencibir, "Ah, kau pasti sedang melakukan-""Kau sendiri, apa yang baru saja kau lakukan dari ruang penjaga?" tanya Andrew balik sambil memasukkan ponselnya ke dalam sakunya."Itu jelas bukan urusanmu." Steven membalas dengan angkuh.Andrew tentu dengan mudah bisa menebaknya tapi dia memilih untuk tidak mengatakan apa yang dia pikirkan."Baiklah, memang lebih baik tak usah ikut campur urusan orang lain," balas Andrew dan dia berniat melangkah menjauh.Akan tetapi dia sempat mendengar Steven berkata, "Jangan gegabah! Hati-hati, Reece! Kau harus pintar memilih orang yang harus kau layani."An
"Jadi, apa yang harus saya lakukan sekarang, Jenderal?" tanya Steven usai melihat tawa sang jenderal berhenti.Jody Gardner dengan begitu tenang berkata, "Biarkan saja untuk saat ini, Stev.""Maksud Anda, kita tidak usah menyelidiki tentang Bill Stewart lagi, Jenderal?" Steven begitu keheranan dengan perubahan sikap Jody yang sangat tiba-tiba itu.Bagi anak buah kepercayaan Jody Gardner itu, pria di depannya ini terlalu cepat merubah rencana."Ya. Biarkan untuk sementara waktu. Jangan bertindak apapun.""Tapi, Jenderal. Bagaimana jika dia-""Tenanglah! Semakin lama diawasi, dia akan semakin berhati-hati. Jadi, lebih baik tunggu saja dia lengah," sahut Jody cepat-cepat.Steven pun terdiam, mencoba memahami keputusan sang jenderal. Setelah berpikir dengan lebih dalam, akhirnya dia menyimpulkan, "Anda bermaksud membuat Bill Stewart mengungkap rahasianya sendiri?"Jody tersenyum lebar, tampak begitu puas mengetahui Steven tahu apa yang dia pikirkan. "Itu baru anak buahku."Steven balas te
Bill pun kemudian kembali bersiap-siap untuk menembak ke arah sasaran yang lain. Dengan begitu sempurna dia berhasil menembak mengenai bagian jantung dari manekin itu hingga Bryan ternganga ketika melihat hasil yang tidak mungkin bisa dia kejar itu.Tapi dia mencoba untuk menenangkan diri dan juga menembak. Sesuai dugaannya, dia kembali kalah dari Bill."Pertanyaan kedua. Siapa yang kau temui saat kau berada di luar istana?" tanya Bill santai.Kali ini Bryan mulai mengerti alasan di mana Bill bertanya satu persatu.Dengan rasa takut yang mulai mencekik lehernya, Bryan menjawab, "George Wood, Penasihat Perang."Bill kemudian tersenyum puas dengan jawaban jujur itu dan kembali menembak ke arah manekin lagi. Bryan semakin tak bisa menahan rasa ketakutannya.Dia bahkan tidak berani mengangkat senjatanya lagi untuk menembak manekin sasarannya. Hingga Bill harus berkata pelan, "Giliranmu, Bryan."Tetapi Bryan masih juga tidak bergerak dan Bill terpaksa harus membantunya dengan cara memegang
"B-baik, Penasihat Perang," jawab Bryan pada akhirnya karena tentu saja dia tidak ingin kehilangan nyawanya yang amat sangat berharga baginya.Bill baru saja akan memerintah pria itu untuk melakukan sesuatu tetapi hal itu terpaksa harus dia tunda karena Andrew mengganggunya dengan masuk ke ruangan itu."Reece, bukankah aku sudah bilang jangan masuk?" ucap Bill.Andrew membungkukkan kepala dan berkata, "Ampun, Penasihat Perang. Tapi seorang utusan dari Raja Keannu baru saja datang ke sini dan menyampaikan pesan dari sang raja yang berupa undangan makan malam untuk Anda."Bill sedikit agak kecewa karena tidak langsung bisa menghukum Bryan. Tapi, urusan raja tentu tak mungkin ditunda lagi sehingga dia pun melepaskan Bryan untuk sementara waktu.Usai Bryan meninggalkan area gedung latihan itu, Bill segera bersiap-siap untuk menghadiri acara makan malam itu."Siapa saja yang diundang oleh raja?" tanya Bill."Hanya Anda dan Jody Gardner, Jenderal."Bill tidak terlihat heran sama sekali teta
"Iya, Jenderal Gardner." Keannu Wellington justru menoleh kepada Bill yang tidak bergerak ketika mendengar pernyataan dari sang raja.Sementara itu, Jody Gardner dengan segera memprotes, "Anda tidak bisa memiliki dua Jenderal Perang di dalam satu kerajaan, Yang Mulia.""Kenapa tidak bisa? Ini dalam keadaan yang sangat terdesak, apa kau berharap aku tidak akan berbuat apa-apa dan hanya mengirim kau ke salah satu kerajaan itu? Lalu, bagaimana jika terjadi perang secara bersamaan?" balas Keannu dengan tatapan tajam kepada sang jenderal perang itu.Jody Gardner agaknya sedikit mengetahui jika rajanya telah memiliki keputusan yang tidak mungkin bisa diganggu gugat, tapi dia masih ingin mencoba untuk menggagalkan keputusan itu, "Yang Mulia, mereka tidak mungkin menyerang bersamaan karena pasti mereka juga memiliki strategi yang berbeda.""Kau tidak bisa menjamin hal itu, Jenderal Gardner. Kau tahu sendiri selama menjabat sebagai seorang Jenderal Perang, tak ada satupun kepastian mereka kapa
Setelah mengatakan hal itu, Bill mundur dengan begitu tenangnya dan berkata, "Selamat malam, Jenderal Gardner."Jody Gardner membeku di tempatnya dan tidak membalas ucapan Bill. Dia hanya melihat orang yang sebentar lagi akan berbagi jabatan dengannya itu berjalan menjauh dari tempatnya berdiri.Pria itu kemudian memberang marah, "Brengsek, apa dia pikir aku tidak bisa mengatasi perang itu tanpa strategi yang dia miliki?"Jody meludah sembarangan dan dengan begitu jengkelnya kembali ke kediamannya."Bagaimana acara makan malamnya, Jenderal?" tanya Steven dengan senyum lebar yang dia miliki tanpa sadar bila jenderalnya sedang dipenuhi oleh amarah."Raja Keannu akan mengangkat Bill Stewart menjadi Jenderal Perang dalam waktu dekat."Steven mengernyitkan dahi, seakan tidak mempercayai apa saja yang baru saja dia dengar sehingga dia bertanya untuk memastikan, "Bill Stewart akan diangkat menjadi Jenderal Perang, Jenderal?" Jody yang sudah sangat kesal kini dibuat semakin kesal karena kebo
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.