"Anda benar, mungkin jika kita mengetahui alasan Anda dan apa yang diinginkan oleh mereka, kita tidak perlu berperang," jawab Bill dengan begitu santainya.Jody segera melempar anak panahnya dengan asal dan berkata, "Jangan katakan kalau kau itu takut membuat strategi perang untuk kita kali ini. Apa kau sebenarnya tidak bisa membuat strateginya sampai kau ingin berdamai?"Bill menggelengkan kepala. Sepertinya dia harus lebih keras menahan diri agar tidak terpancing oleh amarah saat bersama dengan Jody Gardner."Jenderal, perang itu adalah solusi terakhir ketika kedua pihak tidak bisa diajak bekerja sama untuk berdamai atau mungkin konflik yang sudah terlalu parah sehingga cara yang paling tepat adalah dengan."Jody tersinggung dengan ucapan Bill tetapi belum sempat dia memprotes, Bill sudah berkata lagi, "Jika konflik yang mendasari sebuah peperangan itu tidak terlalu kuat, cara terbaik adalah bernegosiasi untuk membuat kesepakatan antara kedua belah pihak. Baru, jika nantinya tidak a
"Benar, Yang Mulia. Sekali lagi saya mohon maaf atas kelancangan saya tapi ini demi kebaikan kita bersama," ucap Bill terlihat begitu sungguh-sungguh dan dengan penuh ketenangan."Kebaikan?" ulang Keannu masih mencoba untuk memproses penjelasan dari Bill.Bill mengangguk, "Ya, Yang Mulia. Anda bisa memilih Jenderal Gardner untuk memutuskan semuanya dan saya keluar dari permasalahan ini atau mempertahankan saya namun harus mengeluarkan beliau."Kepala Keannu seakan dilempari sebuah bom yang meledakkan kepalanya. Ia benar-benar tidak mengerti.Ia tidak menyangka pemilihan antara dua orang yang amat penting baginya itu justru telah dimulai sekarang ini.Ia pikir hal itu baru akan terjadi di masa depan. Nyatanya hal itu ternyata harus ia hadapi lebih awal."Yang Mulia," panggil Bill.Keannu mendesah lelah, "Jenderal, ini bukan keputusan yang sangat mudah. Kau sendiri memilih jabatan itu dan sekarang kau yang membuatku harus memilih. Kalau begini caranya, kenapa tidak sedari dulu saja kau
"Penasihat Perang? Merebut posisiku? Yang benar saja. Mana mungkin ada hal seperti itu di sini?" balas Jody sambil tertawa canggung.Pria itu kemudian melanjutkan kata-katanya dengan menampilkan wajah terlihat agak serius."Kau tidak masuk akal, Dorothy. Kenapa aku harus takut pada orang baru macam dia?" ucap Jody yang kini mengalihkan pandangannya ke arah lain, tidak ingin melihat ke arah Dorothy.Dorothy Winks tentu saja tertawa mendengarnya, "Aku? Tidak masuk akal? Kalau kau memang tidak takut posisimu itu direbut oleh dia, bukankah seharusnya kau malah merasa kesal karena kini kau harus berpikir sendiri untuk strategi perang?"Jody Gardner tidak tahan lagi dengan perkataan kekasihnya yang begitu menyinggungnya itu. "Cukup! Aku tidak ingin membahasnya. Dia hanya sedikit mirip dengan Jenderal Mackenzie. Tak ada masalah jika aku membencinya. Aku tidak perlu harus menjelaskannya secara gamblang alasanku kan?" Kesal, Dorothy memilih meninggalkan kekasihnya itu dengan begitu jengkel sa
Bill hanya terdiam, tidak berniat menjawab pertanyaan Andrew Reece. Namun, tanpa perlu mendengar penjelasan Bill secara langsung, Andrew sudah bisa memahami jika Bill memang sesungguhnya tidak mau melepas Kerajaan Mondega pada Jody Gardner. "Sekarang, pastikan saja istriku baik-baik saja." "Sudah, Jenderal. Keadaan Nona Wood cukup stabil. Tidak lama lagi, beliau akan diizinkan pulang," balas Andrew. Bill manggut-manggut, "Lalu, bagaimana rumah yang akan jadi tempat tinggal istriku ke depan?" "Semuanya sudah beres, Jenderal. Sudah siap huni, tinggal menunggu Nona Wood pulih total," jelas Andrew terlihat senang dengan hasil kerjanya. "Bagus!" puji Bill, puas dengan kerja Andrew. "Terima kasih, Jenderal," balas Andrew. Sementara itu, saat ini, di Carlo Hill Hospital, Cassandra Wood baru saja selesai mandi dan telah siap menyisir rambut. Namun, belum sempat ia melakukannya. Mary berkata, "Nyonya Wood, di depan ada keluarga Anda. Apa Anda ingin menemuinya?" Cassandra sedikit terkeju
"Hm. Tidak akan, aku akan pulang," ucap Cassandra tegas, terlihat tidak terpengaruh. Peter menggelengkan kepala tak percaya, "Dasar wanita! Mudah sekali luluh!" "Keputusan yang bagus, Cassie," ucap Christopher dengan senyum cerah. "Kami akan menyiapkan kamar barumu," ucap George dengan senyum yang juga sama cerahnya seperti milik Christopher Wood. Chistopher kemudian berkata, "Tentu saja, aku sangat yakin kau akan pulang. Buat apa bertahan dengan Bill yang tidak jelas itu? Segera saja urus perceraianmu itu, Cassie!" "Apa kau mau aku saja yang mengurusnya, Cassie?" tawar George terlihat senang hati melakukannya untuk sang adik. "Lagi pula, pekerjaannya sangat berbahaya, kita tidak tahu apa yang mungkin terjadi ke depan," ujar Shirley. Peter mendengus keras, "Yang benar saja, Cassie. Kau percaya apa yang dikatakan mereka ini?" Peter menunjuk tiga orang itu dengan begitu jijk. Pandangannya benar-benar telah berubah dan ia sekarang terlihat tidak berada di dalam pihak pembenci Bill
"Hentikan, Peter!" bentak Christopher tidak tahan mendengar ucapan Peter lagi. "Bicara sekali lagi, maka akan aku potong lidahmu! Dasar sampah! Sama saja kau dengan Bill!" umpat Christopher, tak lagi menjadikan Peter sebagai cucu menantu kesayangannya. Peter tertawa senang dengan kemarahan Christopher Wood yang memang tak disukainya sejak awal. Ia seakan memiliki kesempatan dengan berkata, "Hm. Sampah? Kau yakin mengataiku sampah, Pak Tua? Apa kau lupa kau yang membujukku untuk menikahi cucumu? Ayahku, tidak akan terima jika putra kesayangannya disebut sampah, kalau kau mau tahu." Christopher terbatuk-batuk dan ia tidak berbicara selama beberapa saat. Jika ia dihadapkan dengan ayah Peter Green, sudah tentu dia tidak berdaya. Keluarga Green cukup tersohor, dia pasti akan dipermalukan. Peter tersenyum puas melihat laki-laki tua itu tidak berkutik. "Kakak Ipar, kurasa Bill bekerja di istana." Cassandra terdiam untuk beberapa saat tapi kesadaran segera mengguncangnya kembali. "Hah? K
Bill tentu saja juga sudah memperhitungkan hal itu akan terjadi, sehingga dengan tenang ia menjawab, "Ya, Jenderal. Saya bersedia mundur dari istana ini bila saya kalah dalam perang dengan Kerajaan Mondega."Dalam hati Jody Gardner menertawakan kebodohan Bill. Akan tetapi, di luar, ia tetap bersikap layaknya jenderal yang dingin. "Baiklah, aku pegang kata-katamu. Kalau kau melanggar, aku tidak segan-segan untuk memaksamu pergi dari istana ini. Kau mengerti?""Mengerti, Jenderal Gardner.""Bagus," balas Jody.Ia pun bersiap-siap membalik badan, tapi tak disangka jika ternyata ia ditahan oleh Bill. "Namun, bagaimana jika saya menang, Jenderal Gardner?"Jody mendesah. Yang benar saja? Dia sombong sekali berani mengatakan kalau ia bisa menang? Apa dia tidak tahu keadaannya sedang bahaya sekarang? Perang dingin tentu jau lebih buruk dari pada perang secara terbuka. Apa dia sama sekali tidak menyadarinya? Jody membatin heran."Kau yakin bisa menang?" ucap Jody dengan bersedekap, seolah mena
"Itu sangat bagus, Jenderal. Sangat bagus!" puji Steven tulus.Jody Gardner pun tertawa, berbangga hati atas ide cemerlangnya itu. "Sudah kuduga, aku memang hebat!"Steven tersenyum senang, "Anda memang hebat, Jenderal. Dengan begini, Anda tidak akan terlihat seolah memaksa dia untuk mundur. Raja Keannu dan orang-orang tidak akan mengira jika Anda yang telah membuat Penasihat Mundur, Jenderal."Jody senang sekali sang anak buah dengan mudah mengetahi niatnya."Memang itulah yang aku mau!" ucap Jody."Selamat, Jenderal Gardner. Saya yakin Anda akan menang dari Bill Stewart!" ujar Steven sekali lagi.Jody hanya tersenyum senang menanggapinya.Sedangkan saat ini, Andrew Reece sedang uring-uringan setelah mendengar cerita dari Bill mengenai perjanjiannya dengan Jody Gardner."Jenderal, saya tahu kehebatan Anda dan saya sama sekali tidak memiliki keraguan akan hal itu, tapi Jenderal ... membuat perjanjian seperti itu dengan Jenderal Gardner rasanya ... sebuah keputusan yang kurang tepat,"