Riley cukup terkesan dengan cara James memandang masalah perebutan posisi prajurit itu. Pria muda itu bahkan menyungging sebuah senyum ramah, "Kau benar. Kita akan bersaing sengit." James dengan cepat menanggapi, "Aku tidak akan mudah kau kalahkan." "Ya, memang kau harus begitu. Kalau kau mudah aku kalahkan, lalu bagaimana mungkin kau bisa menghadapi orang yang sedang kamu cari itu?" ucap Riley. James mendengus sebal tapi di dalam hati dia bertekad akan mengerahkan seluruh tenaganya untuk bisa lebih unggul dari semua saingannya. "Apa kita akan tetap berada di sini sampai semuanya terpanggil?" tanya Alen smith. "Sepertinya begitu," jawab Diego Greco yang sudah terlihat bosan. Riley ikut berkata, "Tidak akan lama. Tas di depan sudah hampir habis." "Benar. Menurutmu, berapa kira-kira jumlah calon prajurit tahun ini?" Diego bertanya pada ketiga orang di sekitarnya. Alen langsung mencoba mengingat-ingat, tapi Riley lebih cepat, "Tahun lalu ada sekitar 3200 orang mendaftar dan mereka
Riley membalas dengan cepat, "Apa yang kau katakan? Dia saja mungkin tidak tahu kalau kau itu ada." James menaikkan sebelah alisnya dan menatap sinis pada Riley, "Bagaimana mungkin dia tidak tahu?" Riley tersenyum sebal, "Dia bisa saja tidak memiliki waktu untuk mengurusi hidup orang lain." James mendecakkan lidah. Alen Smith berkata, "Astaga! Jangankan putra dari Jenderal Mackenzie yang tidak memiliki waktu untuk mencari tahu tentang kau, kami saja juga tidak punya." "Benar. Kami bahkan tidak mengira kalau Jenderal Gardner memiliki seorang putra," ucap Diego jujur. James Gardner menatap ketiga orang yang satu asrama dengannya itu, tetapi dia tidak menemukan sebuah kebohongan di mata ketiganya. Pemuda berusia 22 tahun itu pun mendesah lelah. "Ibuku memang tidak pernah menikah dengan ayaku." Riley amat sangat terkejut mendengar pengakuan yang terlalu jujur itu. Sungguh dia tidak pernah mengira bila James akan langsung terbuka seperti itu. Alen dan Diego saling berpandangan, t
Alen langsung maju dengan penuh emosi tapi Riley cepat-cepat mencegah pemuda itu dengan berkata, "Tahan dirimu!" Alen berusaha melepaskan diri dari Riley tapi Riley tetap menahan lengannya. "Kenapa harus aku yang menahan diri, sementara dia seenaknya sendiri berkata-kata yang membuat orang kesal?" ucap Alen, terlihat tidak terima. Riley berucap pelan, "Karena dia hanya memancing kemarahanmu saja. Paham tidak?" Alen terdiam sehingga Riley pria muda itu sudah lebih tenang dan kemudian dia pun melepaskan diri. Diego pun sudah hampir kehilangan kesabaran menghadapi James tapi belum bertindak apapun. James malah sudah berdiri dan bersedekap, seakan menantang Alen untuk berkelahi. Riley segera berdiri di depan Alen dan berkata dengan nada tajam, "Apa hanya ini yang kau bisa lakukan?" James menatap Riley dengan ekspresi bingung. "Kau melakukan ini, membuat orang lain kesal dan menantang mereka untuk berkelahi denganmu agar kau tidak terlalu banyak mendapatkan musuh di seleksi penerima
Seseorang bahkan memberanikan diri mengangkat tangannya. "Jenderal." Andrew Reece segera ikut mengangkat tangan dan meminta para calon prajurit lain diam dan mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh pria muda yang sedang berdiri itu. "Ya, silakan!" Andrew mempersilakan si penanya. "Jenderal, apa itu semacam program khusus?" Calon prajurit itu bertanya dengan penuh semangat. "Ya. Prajurit yang aku latih langsung di bawah pengawasanku akan secara otomatis ikut dalam pemilihan jenderal perang berikutnya," jelas Andrew. Penjelasan Andrew itu tentu semakin membuat mereka semakin heboh. Begitu banyak yang ingin bertanya tapi Keannu meminta mereka untuk diam dan tenang dulu sebelum membiarlan Andrew kembali melanjutkan penjelasannya. Setelah mereka kembali tenang, Andrew berkata, "Jadi, ada tiga kandidat yang akan menjadi calon jenderal perang berikutnya, menggantikan aku yang akan segera mundur dari jabatan ini satu tahun dari sekarang." Para calon prajurit terlihat semakin kaget
Andrew Reece membalas, "Yang Mulia, menurut saya semua ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Anda." "Bagaimana bisa tidak ada hubungannya denganku? Sejak dia keluar dari istana, dia langsung menghilang. Perusahaan-perusahaan miliknya juga dijual dan dia pasti membangun perusahaan baru. Keluarga istrinya juga tak pernah membicarakan dia, lalu kenapa kalau bukan karena tak ingin diketahui oleh istana? Olehku tepatnya," jelas Keannu dengan nada kecewa dan juga sedih. Andrew Reece menoleh pada sang raja dan berkata dengan nada menenangkan, "Yang Mulia, jika Jenderal Mackenzie membenci Anda, tidak mungkin di akhir-akhir kepempinannya Anda bisa dekat dengannya. Saya yakin Anda pun merasakan bila Jenderal Mackenzie malah berteman dengan Anda kala itu." "Iya, tapi hanya sebentar," balas Keannu. Andrew mengangguk, mengerti, "Tapi itu sudah cukup menunjukkan bila hubungan Anda dan Jenderal Mackenzie sudah membaik sejak saat itu. Sehingga tidak mungkin hal itu menjadi alasan utama." K
"Iya, Yang Mulia," jawab Andrew Reece tegas, seakan memang tak ada keraguan akan keputusannya. Keannu menatap jenderal perangnya dengan tatapan aneh, seolah orang yang duduk di sampingnya itu sudah kehilangan akal sehatnya. "Kau sudah gila atau bagaimana, Reece?" ucap Keannu dengan sorot mata bingung. "Yang Mulia, saya masih sangat waras. Mohon dengarkan penjelasan saya dulu," kata Andrew Reece. Keannu mendengus jengkel tapi raja yang memiliki dua orang anak itu tetap berkata, "Katakan!" Andrew Reece pun mengangguk, penuh semangat, "James Gardner dikatakan sedang mencari putra dari Jenderal Mackenzie. Tekadnya pastilah sangat kuat. Ini pasti berhubungan dengan kejadian di masa lalu, di mana Jody Gardner, ayahnya dibunuh oleh Jenderal Mackenzie." "Aku sudah tahu. Justru itu masalahnya, Reece," kata Keannu dengan mengertakkan gigi, berusaha keras menahan rasa jengkelnya pada Andrew Reece. "Ya, saya mengerti, Yang Mulia. Namun, hal itu juga yang kita inginkan, bukan?" tanya Andrew.
James Gardner terdiam sesaat, tapi pria muda itu dengan segera membalas, "Tentu saja aku mempelajarinya. Maka dari itu aku tahu siapa yang membunuh ayahku." Beberapa orang yang mulanya juga ingin mengeroyok James dengan kata-kata akhirnya memilih untuk membatalkan niat mereka usai mereka mendengar kepahitan dalam nada suara James. Riley Mackenzie pun kehilangan kata-kata. James berujar lagi, "Kau mungkin lebih tahu semua sejarah kerajaan ini dari pada aku, Riley. Tapi ... aku tentu saja lebih paham darimu jika itu masalah yang berkaitan dengan ayahku, termasuk tentang pembunuh ayahku." Kau salah, James. Aku juga sama pahamnya denganmu mengenai masalah yang satu itu, Riley membatin. Keduanya saling memandanga seakan mereka sudah bermusuhan sejak lama, tapi Riley tak membalas ucapan James yang terakhir itu. "Sudah, tahanlah dirimu sedikit, Riley! Kau tahu kan dia itu gila, tak perlu kau hiraukan!" kata Alen yang hanya dibalas Riley dengan sebuah anggukan kecil. Malam hari di ista
"Riley, kau dengar apa yang Ayah katakan?" kata William. Riley segera tersadar, "Tidak ada, Ayah. Untuk saat ini tidak ada. Lagi pula, ini baru hari pertama. Aku belum terlalu mengenal banyak orang." Pemuda itu merasa tidak nyaman telah menyembunyikan sebuah hal besar dari ayahnya, tapi dia tidak ingin membuat ayahnya berpikir macam-macam dan cemas berlebihan sehingga dia harus mengambil keputusan berat itu. "Baguslah kalau begitu. Tapi ... dengarkan pesan Ayah, kau tak boleh terlalu percaya orang di sekitarmu," kata William. Riley manggut-manggut meskipun dia tahu ayahnya tak bisa melihat gerakan wajahnya. "Dan cari Andrew Reece ketika kau mendapatkan masalah. Dia pasti akan membantumu," lanjut William. Riley mendesah pelan, "Tenang saja, Ayah. Sampai detik ini aku masih bisa menjaga diriku sendiri." "Ya sudah, istirahatlah. Besok kau sudah harus memulai latihan kan?" tanya William. "Iya, Ayah," jawab Riley sambil menguap. "Oh, Rileyku. Kau sudah mengantuk ternyata. Kalau beg
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.