James Gardner terdiam sesaat, tapi pria muda itu dengan segera membalas, "Tentu saja aku mempelajarinya. Maka dari itu aku tahu siapa yang membunuh ayahku." Beberapa orang yang mulanya juga ingin mengeroyok James dengan kata-kata akhirnya memilih untuk membatalkan niat mereka usai mereka mendengar kepahitan dalam nada suara James. Riley Mackenzie pun kehilangan kata-kata. James berujar lagi, "Kau mungkin lebih tahu semua sejarah kerajaan ini dari pada aku, Riley. Tapi ... aku tentu saja lebih paham darimu jika itu masalah yang berkaitan dengan ayahku, termasuk tentang pembunuh ayahku." Kau salah, James. Aku juga sama pahamnya denganmu mengenai masalah yang satu itu, Riley membatin. Keduanya saling memandanga seakan mereka sudah bermusuhan sejak lama, tapi Riley tak membalas ucapan James yang terakhir itu. "Sudah, tahanlah dirimu sedikit, Riley! Kau tahu kan dia itu gila, tak perlu kau hiraukan!" kata Alen yang hanya dibalas Riley dengan sebuah anggukan kecil. Malam hari di ista
"Riley, kau dengar apa yang Ayah katakan?" kata William. Riley segera tersadar, "Tidak ada, Ayah. Untuk saat ini tidak ada. Lagi pula, ini baru hari pertama. Aku belum terlalu mengenal banyak orang." Pemuda itu merasa tidak nyaman telah menyembunyikan sebuah hal besar dari ayahnya, tapi dia tidak ingin membuat ayahnya berpikir macam-macam dan cemas berlebihan sehingga dia harus mengambil keputusan berat itu. "Baguslah kalau begitu. Tapi ... dengarkan pesan Ayah, kau tak boleh terlalu percaya orang di sekitarmu," kata William. Riley manggut-manggut meskipun dia tahu ayahnya tak bisa melihat gerakan wajahnya. "Dan cari Andrew Reece ketika kau mendapatkan masalah. Dia pasti akan membantumu," lanjut William. Riley mendesah pelan, "Tenang saja, Ayah. Sampai detik ini aku masih bisa menjaga diriku sendiri." "Ya sudah, istirahatlah. Besok kau sudah harus memulai latihan kan?" tanya William. "Iya, Ayah," jawab Riley sambil menguap. "Oh, Rileyku. Kau sudah mengantuk ternyata. Kalau beg
"Ambisimu ternyata terlalu besar menemukan putra sang jenderal," ucap Alen Smith. James menyeringai, "Kau juga akan melakukan apa yang aku lakukan jika terlahir tanpa ayah." Alen seketika membisu, sementara Riley mencengkeram gelas air putihnya. "Eh, sudah muncul," ucap Diego yang berniat mendinginkan suasana. Semua mata para calon prajurit sontak terpaku pada layar berukuran sangat besar. "Aku tak peduli dengan rankingku, yang penting masuk nilai minimal." "Memang ada standard minimal penilaian?" tanya seseorang yang lain. "Dasar bodoh! Memang sebelum mendaftar, kau tidak membaca semua aturan yang dulu?" Mereka pun mulai asyik lempar kata sampai akhirnya mulai terdiam ketika nama-nama mereka mulai bermunculan. Riley melihat James sedang begitu serius memperhatikan layar, sementara dirinya hanya sekilas membaca nama-nama mereka. "Wah! Kau menempati urutan pertama dalam kemampuan berpedang, Riley," ucap Diego. Alen bertepuk tangan, ikut senang, "Luar biasa! Kenapa kau tidak c
"Aku ingin sekali berkata 'iya', tapi kau tahu kalau 'Wood' bukanlah marga yang langka, itu marga yang terlalu umum, Reece," kata Keannu. Wajah Andrew yang semula terlihat cerah itu kini mendadak kembali agak suram. Keannu seketika merasa bersalah. "Aku bukan bermaksud memusnahkan harapanmu, Reece. Aku hanya tak mau kau terlalu kecewa," ucap Keannu perlahan. Andrew mengangguk, "Anda benar, Yang Mulia. Terlalu cepat bila menebak anak itu adalah putra Jenderal Mackenzie hanya dengan melihat beberapa hasil latihan." "Ya. Perhatikan saja dia sama seperti kau memperhatikan si Gardner muda itu. Ah, tapi ... aku memiliki firasat buruk tentang anak itu," ucap Keannu. Sang raja terlihat menampakkan ekspresi kecemasan, hingga Andrew berkata, "Jangan khawatir, Yang Mulia. Anak itu akan saya awasi lebih ketat. Tidak akan saya biarkan dia mengacau." "Sebaiknya memang begitu," balas Keannu. Andrew pun setelah itu memerintah beberapa anak buahnya untuk selalu berjaga-jaga di sekitar James Gard
Tanpa berkedip Riley pun membalas, "Kenapa aku harus bermain tebak-tebakan denganmu? Bukankah kau mengaku paling unggul?" "Jadi, kau bisa menemukan putra Jenderal Mackenzie dengan mudah kan?" tambah Riley. James memberengut kesal, "Tak menyenangkan kalau aku mencarinya sendiri." "Oh, maksudmu dengan kata lain kau mau berkata kalau butuh bantuanku untuk menemukan dia?" tanya Riley dengan mengangkat alis tebal kanannya. Alen terkekeh pelan, sedangkan Diego malah secara terang-terangan berkata, "Saudara satu kamarku, kau sudah bertekad untuk menemukan lalu mengalahkannya. Ya lakukan sendiri." "Kenapa mengajak Riley?" tamya Alen. James yang semula kesal pun kemudian tersenyum, "Padahal aku berniat memberikan uang yang besar untuk permainan ini." Alen dan Diego saling lempar pandang, terlihat kaget. Tapi, Riley dengan cepat berkata, "Siapa yang peduli soal uang di sini?" James menghela napas panjang, "Astaga, Wood. Tidak semua orang yang datang ke kerajaan ini untuk murni mengabd
Mary Kesley yang berdiri di depan gedung itu menyapa mereka dengan senyum ramah, "Selamat datang di gedung es, Tuan-Tuan." Riley mengangguk dan balas tersenyum, begitu juga dengan Jason Hoult. Tapi James Gardner berkata, "Kenapa kita diminta datang ke gedung ini? Kenapa bukan di gedung perak, emas atau titanium?" Mary menjawab, "Saya tidak tahu. Saya hanya menjalankan perintah Jenderal Reece." James tidak menyukai jawaban itu sehingga dia berkata sekali lagi, "Kau menjalankan semua yang diperintahkan kepadamu tanpa tahu alasannya, Nona?" Mary berniat menjawab pertanyaan James yang menjengkelkan itu, tapi Riley berkata terlebih dulu, "Tugas Nona ini hanya menyampikan perintah dari jenderal, bukan untuk menyelidiki alasan Jenderal Reece. Lagi pula, Jenderal Reece tidak perlu menjelaskan atas tindakan yang dia ambil, kecuali Raja Keannu yang memintanya." Jason yang tidak menyukai James pun langsung mengangguk setuju, "Sudahlah, kau sudah membuat waktu berharga Jenderal Reece, Gardner
Setelah Andrew Reece dan Jason Hoult memasuki ruang khusus yang telah disebutkan oleh Andrew tadi, James Gardner menghela napas panjang. Riley tak sabar berkata, "Kau tidak berpikir kalau Jason Hoult itu adalah putra dari Jenderal Mackenzie kan?" James yang sedang meregangkan ototnya membalas, "Kenapa tidak? Kau bisa lihat sendiri, bukan?" "Lihat apa maksudmu?" Riley tak mengerti. James mendesah, "Wood, kau menempati peringkat satu, tapi ternyata cara berpikirmu ternyata sangatlah lambat. Bagaimana kau bisa mendapatkan posisi itu?" Oh, James bukannya tidak mengakui kehebatan Riley, tapi dia hanya kesal karena teman satu kamarnya itu tak langsung memahami situasi yang sedang terjadi. "Aku sedang tidak ingin bermain tebak-tebakkan denganmu, James," balas Riley lalu pemuda itu mengalihkan pandangan karena jengkel. James kembali berbicara, "Hei, Wood. Kalau kau bukan teman satu kamarku, aku pasti sudah akan mengabaikanmu." "Aku lebih suka diabaikan olehmu, terima kasih banyak," bal
Setelah pintu itu ditutup kembali oleh Andrew Reece, Jason Hoult segera bertanya, "Apa yang sudah dia katakan? Mengapa kau terlihat sangat kesal?"Riley Mackenzie tersenyum dengan setengah terpaksa, "Bukan hal yang penting."Jason tidak sepenuhnya percaya sehingga dia bertanya lagi, "Dia tidak menghinamu atau berkata menyebalkan untuk membuatmu kesal kan?""Tidak. Hm, kalaupun dia mengatakan hal menyebalkan, aku sudah terbiasa," kata Riley.Jason menatap heran, "Terbiasa bagaimana?""Kami satu asrama dan kebetulan satu kamar. Jadi ... hm, kau tahu maksudku, bukan?" ucap Riley.Jason terlihat terkejut, "Oh, nasibmu sangat buruk sekali. Satu asrama dengan orang menjengkelkan itu? Dia pasti menguji kesabaranmu."Jason menggelengkan kepala dan menambahkan, "Kalau aku jadi kau, aku tidak yakin bisa bertahan satu kamar dengannya dalam satu malam saja."Riley hanya tertawa kecil."Hm, ya sudah. Aku harus kembali ke asrama. Jenderal Reece memintaku untuk kembali ke asrama langsung," ucap Jaso
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.