"Ambisimu ternyata terlalu besar menemukan putra sang jenderal," ucap Alen Smith. James menyeringai, "Kau juga akan melakukan apa yang aku lakukan jika terlahir tanpa ayah." Alen seketika membisu, sementara Riley mencengkeram gelas air putihnya. "Eh, sudah muncul," ucap Diego yang berniat mendinginkan suasana. Semua mata para calon prajurit sontak terpaku pada layar berukuran sangat besar. "Aku tak peduli dengan rankingku, yang penting masuk nilai minimal." "Memang ada standard minimal penilaian?" tanya seseorang yang lain. "Dasar bodoh! Memang sebelum mendaftar, kau tidak membaca semua aturan yang dulu?" Mereka pun mulai asyik lempar kata sampai akhirnya mulai terdiam ketika nama-nama mereka mulai bermunculan. Riley melihat James sedang begitu serius memperhatikan layar, sementara dirinya hanya sekilas membaca nama-nama mereka. "Wah! Kau menempati urutan pertama dalam kemampuan berpedang, Riley," ucap Diego. Alen bertepuk tangan, ikut senang, "Luar biasa! Kenapa kau tidak c
"Aku ingin sekali berkata 'iya', tapi kau tahu kalau 'Wood' bukanlah marga yang langka, itu marga yang terlalu umum, Reece," kata Keannu. Wajah Andrew yang semula terlihat cerah itu kini mendadak kembali agak suram. Keannu seketika merasa bersalah. "Aku bukan bermaksud memusnahkan harapanmu, Reece. Aku hanya tak mau kau terlalu kecewa," ucap Keannu perlahan. Andrew mengangguk, "Anda benar, Yang Mulia. Terlalu cepat bila menebak anak itu adalah putra Jenderal Mackenzie hanya dengan melihat beberapa hasil latihan." "Ya. Perhatikan saja dia sama seperti kau memperhatikan si Gardner muda itu. Ah, tapi ... aku memiliki firasat buruk tentang anak itu," ucap Keannu. Sang raja terlihat menampakkan ekspresi kecemasan, hingga Andrew berkata, "Jangan khawatir, Yang Mulia. Anak itu akan saya awasi lebih ketat. Tidak akan saya biarkan dia mengacau." "Sebaiknya memang begitu," balas Keannu. Andrew pun setelah itu memerintah beberapa anak buahnya untuk selalu berjaga-jaga di sekitar James Gard
Tanpa berkedip Riley pun membalas, "Kenapa aku harus bermain tebak-tebakan denganmu? Bukankah kau mengaku paling unggul?" "Jadi, kau bisa menemukan putra Jenderal Mackenzie dengan mudah kan?" tambah Riley. James memberengut kesal, "Tak menyenangkan kalau aku mencarinya sendiri." "Oh, maksudmu dengan kata lain kau mau berkata kalau butuh bantuanku untuk menemukan dia?" tanya Riley dengan mengangkat alis tebal kanannya. Alen terkekeh pelan, sedangkan Diego malah secara terang-terangan berkata, "Saudara satu kamarku, kau sudah bertekad untuk menemukan lalu mengalahkannya. Ya lakukan sendiri." "Kenapa mengajak Riley?" tamya Alen. James yang semula kesal pun kemudian tersenyum, "Padahal aku berniat memberikan uang yang besar untuk permainan ini." Alen dan Diego saling lempar pandang, terlihat kaget. Tapi, Riley dengan cepat berkata, "Siapa yang peduli soal uang di sini?" James menghela napas panjang, "Astaga, Wood. Tidak semua orang yang datang ke kerajaan ini untuk murni mengabd
Mary Kesley yang berdiri di depan gedung itu menyapa mereka dengan senyum ramah, "Selamat datang di gedung es, Tuan-Tuan." Riley mengangguk dan balas tersenyum, begitu juga dengan Jason Hoult. Tapi James Gardner berkata, "Kenapa kita diminta datang ke gedung ini? Kenapa bukan di gedung perak, emas atau titanium?" Mary menjawab, "Saya tidak tahu. Saya hanya menjalankan perintah Jenderal Reece." James tidak menyukai jawaban itu sehingga dia berkata sekali lagi, "Kau menjalankan semua yang diperintahkan kepadamu tanpa tahu alasannya, Nona?" Mary berniat menjawab pertanyaan James yang menjengkelkan itu, tapi Riley berkata terlebih dulu, "Tugas Nona ini hanya menyampikan perintah dari jenderal, bukan untuk menyelidiki alasan Jenderal Reece. Lagi pula, Jenderal Reece tidak perlu menjelaskan atas tindakan yang dia ambil, kecuali Raja Keannu yang memintanya." Jason yang tidak menyukai James pun langsung mengangguk setuju, "Sudahlah, kau sudah membuat waktu berharga Jenderal Reece, Gardner
Setelah Andrew Reece dan Jason Hoult memasuki ruang khusus yang telah disebutkan oleh Andrew tadi, James Gardner menghela napas panjang. Riley tak sabar berkata, "Kau tidak berpikir kalau Jason Hoult itu adalah putra dari Jenderal Mackenzie kan?" James yang sedang meregangkan ototnya membalas, "Kenapa tidak? Kau bisa lihat sendiri, bukan?" "Lihat apa maksudmu?" Riley tak mengerti. James mendesah, "Wood, kau menempati peringkat satu, tapi ternyata cara berpikirmu ternyata sangatlah lambat. Bagaimana kau bisa mendapatkan posisi itu?" Oh, James bukannya tidak mengakui kehebatan Riley, tapi dia hanya kesal karena teman satu kamarnya itu tak langsung memahami situasi yang sedang terjadi. "Aku sedang tidak ingin bermain tebak-tebakkan denganmu, James," balas Riley lalu pemuda itu mengalihkan pandangan karena jengkel. James kembali berbicara, "Hei, Wood. Kalau kau bukan teman satu kamarku, aku pasti sudah akan mengabaikanmu." "Aku lebih suka diabaikan olehmu, terima kasih banyak," bal
Setelah pintu itu ditutup kembali oleh Andrew Reece, Jason Hoult segera bertanya, "Apa yang sudah dia katakan? Mengapa kau terlihat sangat kesal?"Riley Mackenzie tersenyum dengan setengah terpaksa, "Bukan hal yang penting."Jason tidak sepenuhnya percaya sehingga dia bertanya lagi, "Dia tidak menghinamu atau berkata menyebalkan untuk membuatmu kesal kan?""Tidak. Hm, kalaupun dia mengatakan hal menyebalkan, aku sudah terbiasa," kata Riley.Jason menatap heran, "Terbiasa bagaimana?""Kami satu asrama dan kebetulan satu kamar. Jadi ... hm, kau tahu maksudku, bukan?" ucap Riley.Jason terlihat terkejut, "Oh, nasibmu sangat buruk sekali. Satu asrama dengan orang menjengkelkan itu? Dia pasti menguji kesabaranmu."Jason menggelengkan kepala dan menambahkan, "Kalau aku jadi kau, aku tidak yakin bisa bertahan satu kamar dengannya dalam satu malam saja."Riley hanya tertawa kecil."Hm, ya sudah. Aku harus kembali ke asrama. Jenderal Reece memintaku untuk kembali ke asrama langsung," ucap Jaso
Andrew sedikit menahan napas, menunggu jawaban Riley yang dia perkirakan adalah putra dari William Mackenzie setelah dia melihat anak muda itu berhasil menempati ranking pertama dengan nilai sempurna.Tetapi, dia kemudian dia melihat Riley mengangkat wajah dan tersenyum kepadanya, "Tentu, Jenderal Reece. Mana mungkin saya tidak tahu mengenai jenderal perang terkuat yang pernah ada di Kerajaan Ans De Lou?""Saya sangat mengidolakan beliau, Jenderal. Saya juga bahkan membaca semua buku yang membahas tentang beliau."Riley mengambil jeda sesaat dan melanjutkan, "Dan alasan saya mendaftar sebagai prajurit di sini juga karena beliau. Saya pun berlatih keras juga karena ingin menjadi salah satu orang yang memakai baju perang yang sama dengan Jenderal Mackenzie."Andrew tercengang dan tidak lama kemudian dia tersenyum pada Riley. "Kau terlihat benar-benar sangat mengidolakan Jenderal Mackenzie rupanya," ucap Andrew.Riley mengangguk dengan penuh semangat, "Beliau adalah orang nomor satu yan
"Apa? Bagaimana bisa?" ucap Riley dengan nada tak percaya.Mary Kesley sekali lagi melihat sekelilingnya dan setelah yakin bila tak ada orang yang benar-benar melihat mereka, gadis muda itu segera menarik tangan Riley dan menuntunnya ke sebuah tempat yang tak ada penjagaan.Riley yang masih sangat bingung pun tak bisa menahan diri untuk segera bertanya pada Mary, "Jadi, bagaimana Anda bisa melakukannya?"Mary mendesah, "Kita tidak bisa lama-lama berada di sini, jadi saya akan langsung saja mengatakan intinya kepadamu."Riley pun mendengarkan baik-baik."Ibu saya dan ayahmu dulu berteman baik. Ibu saya adalah Amanda Clark, dulunya merupakan seorang sekretaris istana," kata Mary.Mary kemudian bertanya, "Apa kamu pernah mendengar nama ibu saya? Apa ayahmu pernah menyebut nama ibu saya?"Riley mengangguk dengan cepat, "Saat ayah saya dulu kembali istana, orang-orang yang mengetahuinya adalah Andrew Reece dan Amanda Clark. Beliau jugalah yang memberikan nama 'Bill Stewart' pada ayah saya.
Reiner mengernyitkan dahi saat melihat ekspresi James yang menurutnya sangat aneh. Apalagi dia juga melihat bagaimana tiba-tiba bibir James membentuk sebuah senyuman.“Ada apa denganmu?” Reiner akhirnya memilih untuk bertanya.James sekali lagi malah tersenyum pada Reiner, membuat Reiner mengedipkan mata.Reiner juga langsung merinding seketika. “Kau ini kenapa? Jangan bilang kau jadi gila, James!”Helaan napas langsung terdengar dari James. Dia mendengus jengkel, “Sialan! Aku masih memiliki harapan bertemu dengan Riley, meskipun tidak sekarang. Untuk apa aku harus jadi gila?”Mendengar hal itu, Reiner menghela napas penuh kelegaan. Sebab, omelan James adalah salah satu cara yang memperlihatkan bahwa sahabat baiknya itu memang benar-benar baik saja. “Lalu, kenapa kau jadi seperti itu? Tersenyum mengerikan. Sangat aneh, asal kau tahu! Tidak seperti kau yang biasanya,” jelas Reiner yang masih terlihat agak ngeri.James kembali menyeringai, memperlihatkan deretan giginya yang bersih. Di
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k