Tanpa berkedip Riley pun membalas, "Kenapa aku harus bermain tebak-tebakan denganmu? Bukankah kau mengaku paling unggul?" "Jadi, kau bisa menemukan putra Jenderal Mackenzie dengan mudah kan?" tambah Riley. James memberengut kesal, "Tak menyenangkan kalau aku mencarinya sendiri." "Oh, maksudmu dengan kata lain kau mau berkata kalau butuh bantuanku untuk menemukan dia?" tanya Riley dengan mengangkat alis tebal kanannya. Alen terkekeh pelan, sedangkan Diego malah secara terang-terangan berkata, "Saudara satu kamarku, kau sudah bertekad untuk menemukan lalu mengalahkannya. Ya lakukan sendiri." "Kenapa mengajak Riley?" tamya Alen. James yang semula kesal pun kemudian tersenyum, "Padahal aku berniat memberikan uang yang besar untuk permainan ini." Alen dan Diego saling lempar pandang, terlihat kaget. Tapi, Riley dengan cepat berkata, "Siapa yang peduli soal uang di sini?" James menghela napas panjang, "Astaga, Wood. Tidak semua orang yang datang ke kerajaan ini untuk murni mengabd
Mary Kesley yang berdiri di depan gedung itu menyapa mereka dengan senyum ramah, "Selamat datang di gedung es, Tuan-Tuan." Riley mengangguk dan balas tersenyum, begitu juga dengan Jason Hoult. Tapi James Gardner berkata, "Kenapa kita diminta datang ke gedung ini? Kenapa bukan di gedung perak, emas atau titanium?" Mary menjawab, "Saya tidak tahu. Saya hanya menjalankan perintah Jenderal Reece." James tidak menyukai jawaban itu sehingga dia berkata sekali lagi, "Kau menjalankan semua yang diperintahkan kepadamu tanpa tahu alasannya, Nona?" Mary berniat menjawab pertanyaan James yang menjengkelkan itu, tapi Riley berkata terlebih dulu, "Tugas Nona ini hanya menyampikan perintah dari jenderal, bukan untuk menyelidiki alasan Jenderal Reece. Lagi pula, Jenderal Reece tidak perlu menjelaskan atas tindakan yang dia ambil, kecuali Raja Keannu yang memintanya." Jason yang tidak menyukai James pun langsung mengangguk setuju, "Sudahlah, kau sudah membuat waktu berharga Jenderal Reece, Gardner
Setelah Andrew Reece dan Jason Hoult memasuki ruang khusus yang telah disebutkan oleh Andrew tadi, James Gardner menghela napas panjang. Riley tak sabar berkata, "Kau tidak berpikir kalau Jason Hoult itu adalah putra dari Jenderal Mackenzie kan?" James yang sedang meregangkan ototnya membalas, "Kenapa tidak? Kau bisa lihat sendiri, bukan?" "Lihat apa maksudmu?" Riley tak mengerti. James mendesah, "Wood, kau menempati peringkat satu, tapi ternyata cara berpikirmu ternyata sangatlah lambat. Bagaimana kau bisa mendapatkan posisi itu?" Oh, James bukannya tidak mengakui kehebatan Riley, tapi dia hanya kesal karena teman satu kamarnya itu tak langsung memahami situasi yang sedang terjadi. "Aku sedang tidak ingin bermain tebak-tebakkan denganmu, James," balas Riley lalu pemuda itu mengalihkan pandangan karena jengkel. James kembali berbicara, "Hei, Wood. Kalau kau bukan teman satu kamarku, aku pasti sudah akan mengabaikanmu." "Aku lebih suka diabaikan olehmu, terima kasih banyak," bal
Setelah pintu itu ditutup kembali oleh Andrew Reece, Jason Hoult segera bertanya, "Apa yang sudah dia katakan? Mengapa kau terlihat sangat kesal?"Riley Mackenzie tersenyum dengan setengah terpaksa, "Bukan hal yang penting."Jason tidak sepenuhnya percaya sehingga dia bertanya lagi, "Dia tidak menghinamu atau berkata menyebalkan untuk membuatmu kesal kan?""Tidak. Hm, kalaupun dia mengatakan hal menyebalkan, aku sudah terbiasa," kata Riley.Jason menatap heran, "Terbiasa bagaimana?""Kami satu asrama dan kebetulan satu kamar. Jadi ... hm, kau tahu maksudku, bukan?" ucap Riley.Jason terlihat terkejut, "Oh, nasibmu sangat buruk sekali. Satu asrama dengan orang menjengkelkan itu? Dia pasti menguji kesabaranmu."Jason menggelengkan kepala dan menambahkan, "Kalau aku jadi kau, aku tidak yakin bisa bertahan satu kamar dengannya dalam satu malam saja."Riley hanya tertawa kecil."Hm, ya sudah. Aku harus kembali ke asrama. Jenderal Reece memintaku untuk kembali ke asrama langsung," ucap Jaso
Andrew sedikit menahan napas, menunggu jawaban Riley yang dia perkirakan adalah putra dari William Mackenzie setelah dia melihat anak muda itu berhasil menempati ranking pertama dengan nilai sempurna.Tetapi, dia kemudian dia melihat Riley mengangkat wajah dan tersenyum kepadanya, "Tentu, Jenderal Reece. Mana mungkin saya tidak tahu mengenai jenderal perang terkuat yang pernah ada di Kerajaan Ans De Lou?""Saya sangat mengidolakan beliau, Jenderal. Saya juga bahkan membaca semua buku yang membahas tentang beliau."Riley mengambil jeda sesaat dan melanjutkan, "Dan alasan saya mendaftar sebagai prajurit di sini juga karena beliau. Saya pun berlatih keras juga karena ingin menjadi salah satu orang yang memakai baju perang yang sama dengan Jenderal Mackenzie."Andrew tercengang dan tidak lama kemudian dia tersenyum pada Riley. "Kau terlihat benar-benar sangat mengidolakan Jenderal Mackenzie rupanya," ucap Andrew.Riley mengangguk dengan penuh semangat, "Beliau adalah orang nomor satu yan
"Apa? Bagaimana bisa?" ucap Riley dengan nada tak percaya.Mary Kesley sekali lagi melihat sekelilingnya dan setelah yakin bila tak ada orang yang benar-benar melihat mereka, gadis muda itu segera menarik tangan Riley dan menuntunnya ke sebuah tempat yang tak ada penjagaan.Riley yang masih sangat bingung pun tak bisa menahan diri untuk segera bertanya pada Mary, "Jadi, bagaimana Anda bisa melakukannya?"Mary mendesah, "Kita tidak bisa lama-lama berada di sini, jadi saya akan langsung saja mengatakan intinya kepadamu."Riley pun mendengarkan baik-baik."Ibu saya dan ayahmu dulu berteman baik. Ibu saya adalah Amanda Clark, dulunya merupakan seorang sekretaris istana," kata Mary.Mary kemudian bertanya, "Apa kamu pernah mendengar nama ibu saya? Apa ayahmu pernah menyebut nama ibu saya?"Riley mengangguk dengan cepat, "Saat ayah saya dulu kembali istana, orang-orang yang mengetahuinya adalah Andrew Reece dan Amanda Clark. Beliau jugalah yang memberikan nama 'Bill Stewart' pada ayah saya.
William menggelengkan kepala, "Tidak. Dia tidak ingin meniruku, aku tahu hal itu dengan pasti. Hanya saja ... aku pikir dia juga sudah jatuh cinta dengan dunia perang, maksudku seolah itu menjadi sesuatu yang ingin dia kejar. Cita-cita atau mimpi, mungkin lebih mirip seperti itu."Amanda seketika memegang kepalanya yang berdenyut. "Saat itu kau bisa melakukan pemalsuan identitasku tanpa ketahuan siapapun. Kali ini pasti bisa kan?" tanya William.Amanda menghela napas panjang, "Dulu itu perintah raja, Bill."William berkata, "Sistem keamanan istana sangat ketat, aku tidak bisa menembusnya. Uangku rasanya tak ada gunanya jika berhadapan dengan istana.""Kenapa harus dipalsukan? Kalau kau sudah mengizinkan putramu ke istana, kenapa harus ditutupi lagi identitasnya?" tanya Amanda.William menjawab, "Dia akan menarik perhatian yang sangat besar. Semua orang akan langsung menyorotnya dan aku tidak ingin dia terganggu."Amanda pun segera berpikir agak lama, "Hm, begini. Kau berniat menyembu
Mary Kesley tersenyum penuh penyesalan, "Aku minta maaf. Masalah penempatan kamar itu aku sama sekali tidak bisa ikut campur. Kalau aku ikut campur, aku takut orang-orang akan curiga."Riley Mackenzie membalas, "Ini bukan salahmu."Mary menghela napas panjang, "Tapi, jangan khawatir. Meskipun kau satu kamar dengannya, untuk masalah jadwal latihan dan tes rasanya tidak mungkin kau satu kelompok.""Kecuali kau sangat sial," tambah Mary.Riley hanya tersenyum samar menanggapinya.Sekitar satu minggu kemudian, atau lebih tepatnya di minggu ketiga mereka berada di istana Kerajaan Ans De Lou, Riley terpana ketika melihat daftar namanya masuk ke dalam sebuah kelompok yang mana terdapat James Gardner yang menempati satu baris di atas namanya.Mereka sekarang ini belum sampai di bagian gedung umum yang menjadi tempat di mana mereka menyantap makanan mereka. Mereka masih berada di sekitar taman yang tak jauh dari kediaman Rowena Wellington."Ternyata aku memang sedang sial," gumam Riley pelan.