William menggelengkan kepala, "Tidak. Dia tidak ingin meniruku, aku tahu hal itu dengan pasti. Hanya saja ... aku pikir dia juga sudah jatuh cinta dengan dunia perang, maksudku seolah itu menjadi sesuatu yang ingin dia kejar. Cita-cita atau mimpi, mungkin lebih mirip seperti itu."Amanda seketika memegang kepalanya yang berdenyut. "Saat itu kau bisa melakukan pemalsuan identitasku tanpa ketahuan siapapun. Kali ini pasti bisa kan?" tanya William.Amanda menghela napas panjang, "Dulu itu perintah raja, Bill."William berkata, "Sistem keamanan istana sangat ketat, aku tidak bisa menembusnya. Uangku rasanya tak ada gunanya jika berhadapan dengan istana.""Kenapa harus dipalsukan? Kalau kau sudah mengizinkan putramu ke istana, kenapa harus ditutupi lagi identitasnya?" tanya Amanda.William menjawab, "Dia akan menarik perhatian yang sangat besar. Semua orang akan langsung menyorotnya dan aku tidak ingin dia terganggu."Amanda pun segera berpikir agak lama, "Hm, begini. Kau berniat menyembu
Mary Kesley tersenyum penuh penyesalan, "Aku minta maaf. Masalah penempatan kamar itu aku sama sekali tidak bisa ikut campur. Kalau aku ikut campur, aku takut orang-orang akan curiga."Riley Mackenzie membalas, "Ini bukan salahmu."Mary menghela napas panjang, "Tapi, jangan khawatir. Meskipun kau satu kamar dengannya, untuk masalah jadwal latihan dan tes rasanya tidak mungkin kau satu kelompok.""Kecuali kau sangat sial," tambah Mary.Riley hanya tersenyum samar menanggapinya.Sekitar satu minggu kemudian, atau lebih tepatnya di minggu ketiga mereka berada di istana Kerajaan Ans De Lou, Riley terpana ketika melihat daftar namanya masuk ke dalam sebuah kelompok yang mana terdapat James Gardner yang menempati satu baris di atas namanya.Mereka sekarang ini belum sampai di bagian gedung umum yang menjadi tempat di mana mereka menyantap makanan mereka. Mereka masih berada di sekitar taman yang tak jauh dari kediaman Rowena Wellington."Ternyata aku memang sedang sial," gumam Riley pelan.
Melihat Riley yang hanya diam saja, James tersenyum masam lalu dia menabrakkan sebagian badannya dengan badan Riley dan kemudian berkata, "Kau sama saja dengan yang lain. Hanya melihat sesuatu dari satu sisi." Setelah itu, James berjalan menjauh dari Riley. "Kau mau pergi ke mana?" James tidak menjawabnya. Riley berteriak memanggilnya, "James." "Kau mau ke mana?" ulang Riley. "Bukan urusanmu, Wood." James menjawab tanpa berhenti berjalan atau puun menoleh ke arah Riley. Riley tidak menyerah begitu saja dan langsung berjalan dengan setengah berlari menyusul James. "Berhenti, James Gardner!" James masih mengabaikan Riley, Riley pun berkata dengn cepat, "Sebentar lagi latihan dimulai." "Aku tidak peduli," sahut James masih tak mau berhenti berjalan dan terus melangkah dengan langkah lebar-lebar. "Kita satu kelompok." Riley berkata dengan tergesa-gesa. Ternyata hal itu berhasil membuat James berhenti berjalan dan langsung menoleh. "Apa katamu? Kita satu kelompok?" Berhasil. Rile
Riley pun tak mengatakan kata-kata lagi, tapi dia mendengar Diego menyindir, "Menyenangkan sekali ya membersihkan tempat yang dulu dihuni oleh orang yang sudah membunuh ayahmu?" James hanya mencengkeram sisi meja, tak mau kembali mendapatkan hukuman jika dia memukul Diego. Riley pun kemudian menanggapi, "Diego, kurasa ini bukan sesuatu yang pantas untuk dibahas." Diego hanya mengangkat bahunya, tetap tidak terlalu peduli dan malah tersenyum menyebalkan pada James. Alen yang saat ini lebih ingin menjadi pihak yang netral, yang tak ingin berpihak pada salah satu di antara James maupun Diego pun hanya menengahi dengan berkata, "Sudah, lebih baik kita bersiap-siap. Sebentar lagi kita akan segera masuk gedung latihan." Hal itu membuat James tertarik hingga dia menoleh ke arah Riley, "Wood, kita akan berlatih untuk cabang apa?" "Latihan fisik tanpa senjata," jawab Riley. Mendengar jawaban Riley, James tersenyum, "Kalau begitu kau harus berhati-hati padaku, Wood." Riley memutar bola ma
Riley pun memisahkan diri dari James dan memilih area bagian selatan untuk berlatih. Sedangkan James memilih bagian utara seolah memang dua orang itu berseberangan.Pada saat berlatih, para calon prajurit memakai kaos berlengan pendek dan juga celana panjang berbahan ringan yang membuat mereka bebas bergerak. Akan tetapi, ketika pertarungan dimulai, mereka akan berganti kostum sesuai dengan cabang mereka. Untuk cabang bela diri bebas tanpa senjata, mereka nantinya akan mengenakan pelindung diri tambahan.Riley sudah mulai meregangkan otot dan mulai melakukan gerakan-gerakan yang tidak terlalu ekstrim demi menjaga tenaganya.Saat dia baru berlatih sekitar tiga puluh menit, seseorang mendekat, "Hei, kau Riley, bukan?"Riley yang sedang melakukan headstand mengembalikan posisinya perlahan dan menoleh ke arah orang yang bertanya kepadanya itu, "Ya. Ada apa?""Perkenalkan aku Warren Clay," ucap pemuda itu sembari mengulurkan tangan.Riley menyambut uluran tangannya dan bertanya, "Kau dari
"Kalau bukan karena kau berada di peringkat satu, aku tak akan berkata begitu," balas Warren.Dia meludah sebelum kemudian meninggalkan Riley yang hanya bisa menghela napas panjang. Beberapa orang memperhatikannya, tapi Riley memilih untuk tidak peduli pada tanggapan oran-orang itu.Pemuda itu pun lanjut berlatih.Sedangkan Warren Clay yang tak mendapatkan keinginannya pun berjalan menuju ke arah teman-temannya."Aku dengar teriakanmu. Apa terjadi masalah?" Simon bertanya dengan kening berkerut.Warren membalas dengan nada jengkel, "Si sombong itu berkata tak membutuhkan uang. Huh, apa-apaan? Aku bahkan tak pernah mendengar nama keluarganya. 'Wood', pengusaha apa dengan nama itu? Rasanya tidak ada pengusaha dengan nama keluarga itu.""Memang benar. Tapi, melihat bagaimana dia bersikap, dia mungkin memang orang idealis yang susah diajak bekerja sama, Warren," Leonard berkata setelah dia membuka kaosnya yang sudah basah oleh keringat.Warren mendesah sebal, lalu menatap kedua temannya.
"Astaga, Wood. Kau ini, tentu saja untuk membuat kita berdua lebih bersemangat bertanding," James membalas dengan seringaiannya yang mematikan.Namun, Riley Mackenzie tidak terlihat terpengaruh. Dengan ekpresi malas pemuda itu malah berkata, "Aku tidak tertarik."James seketika memajang wajah kecewa, "Kenapa memangnya? Padahal aku belum mengatakan hadiahnya kalau kau menang dariku.""Jangan banyak bicara! Lagi pula, aku tak butuh hadiah. Sudahlah, ayo cepat kita selesaikan, James." Riley berkata sembari menoleh ke arah wasit pertandingan.James mendengus sebal, tapi dia tetap membalas, "Baiklah. Tapi, kau rugi. Asal kau tahu saja."Riley mengabaikan ucapannya dan malah mengangguk pada sang wasit, tanda dia telah siap."James Gardner, apa kau sudah siap?" sang wasit bertanya.James segera mengatur posisi dan menoleh, "Ya, saya siap."Sang wasit yang tidak diketahui namanya itu pun berujar, "Baik. Peraturan tetap sama, siapapun yang berhasil membuat lawannya melewati garis pembatas dan
James tidak membalas perkataan Riley dan malah menyeringai lebar. Detik selanjutnya, pria muda yang memiliki rambut sedikit menutupi matanya itu membalik keadaan dengan membanting Riley dengan kecepatan yang tak terduga.Riley terbelalak kaget tapi jetika James berniat menggunakan siku kanannya untuk menahan Riley, Riley berhasil berguling dan bangkit dengan cepat.James menatap dengan ekspresi terkejut. "Kau ...."Perkataan James tak bisa diselesaikan karena melihat Riley sedikit melompat lalu menerjangnya hingga membuatnya tersungkur. Riley terengah-engah menatap pemuda yang membuatnya sempat bingung tadi.Darah menetes-netes dari hidung James saat dia melihat ke arah Riley, masih dengan ekspresi yang sulit dijelaskan.Ada rasa kaget, heran sekaligus kagum dan juga bingung yang bercampur menjadi satu di mata James.Akan tetapi, dia semakin heran ketika Riley tak menyerangnya lagi. Namun, dia pun tertawa kecil, mengerti alasan Riley sudah berhenti menyerangnya."Kau mengalahkan aku,
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.