"Tidak, Yang Mulia. Tidak seperti itu," Riley membantah cepat-cepat.Rowena memicingkan mata, menatap pemuda itu dengan mata jernihnya, mencoba mencari-cari tanda-tanda kebohongan melalui mata Riley. Namun, ternyata dia tak bisa menemukannya sehingga gadis muda yang masih berusia 18 tahun itu mengangguk."Kalau begitu, katakan yang sebenarnya!" Rowena berujar dengan nada memerintah, khas seorang anggota kerajaan.Riley menimbang-nimbang, membasahi bibir, hingga kemudian memutuskan untuk menjawab, "Saya memang ingin menemui salah seorang staf wanita tapi itu karena ada sesuatu yang ingin saya tanyakan kepada dia, Yang Mulia."Rowena masih menunggu kelanjutan penjelasan Riley itu. Namun, ternyata Riley tak berkata apapun setelah itu."Hm, baiklah. Aku melepaskanmu kali ini," Rowena berkata pelan.Seolah Riley tak menduganya sama sekali, pemuda itu mengangkat kepalanya tiba-tiba, "Yang Mulia. Anda serius?"Rowena mendesah pelan, "Ya. Ini karena kau sudah menyelamatkan aku dan aku bukan o
"Oh, hm ... aku ...."Riley berdeham kecil, menyamarkan kegugupannya. Sementara James menatapnya dengan mata elangnya tanpa berkedip, seakan sedang menginterogasi teman satu kamarnya itu melalui tatapan. Meskipun lampu di dalam kamar itu tidak terlalu terang, keduanya masih bisa melihat dengan jelas dengan sorot cahaya minim. Akan tetapi, tentu saja Riley tidak mau kalah dari James. Dia pun segera memutus tatapan mereka dan memilih untuk lanjut berjalan melewati James yang masih terheran-heran menatapnya. Pemuda itu kemudian duduk di atas tempat tidurnya, sebelum dia berkata, "Aku ... dari luar."James mengembuskan napas dengan kasar dan lompat kembali ke atas tempat tidur empuknya, "Aku tahu kau memang dari luar. Maksud aku, kau dari mana? Tak mungkin kau berjalan-jalan ke luar tanpa tujuan atau arah kan?""Itu yang baru saja aku lakukan," Riley menjawab setelah mendengar perkataan James yang akhirnya malah menjadi sebuah ide untuknya."Omong kosong. Kau tidak mungkin jalan keluar
Bukannya menjawab pertanyaan Andrew, Greg malah tertawa misterius, membuat Andrew kian penasaran.Namun, Andrew tetap percaya pada teman lamanya itu sehingga akhirnya dia hanya berkata, "Lakukan yang terbaik. Aku harap caramu ini berhasil.""Pasti berhasil," Greg berkata dengan penuh percaya diri.Andrew mengangguk dan beberapa hari kemudian membiarkan pria yang telah memiliki satu putra yang masih menempuh pendidikan di luar istana itu mengatur segala hal.Tidak seperti biasanya, pagi di mana Greg akan memulai menjadi penguji, para calon prajurit itu tidak dibiarkan menikmati sarapan pagi mereka. Mereka justru diminta untuk langsung berbaris di tengah lapang tiga puluh menit sebelum latihan dimulai."Aku cemas," Alen memecah keheningan yang sedang menyelimuti barisannya.Riley yang berdiri tepat di sampingnya menanggapi tanpa menoleh, "Semua orang sedang cemas, Alen."Diego menelan ludah dengan begitu sangat gugup. Pria muda yang sudah memotong rambutnya menjadi super pendek dan berb
"Apa yang kami lakukan selama ini menjadi sia-sia."Namun, Greg hanya mengangkat tangan, meminta mereka diam kembali. Pria paruh baya yang masih terlihat sangat bugar di usianya yang telah mencapai lebih dari setengah abad itu berujar, "Aku tidak menerima protes. Bagi kalian yang tidak setuju, kalian bisa meninggalkan istana ini sekarang juga."Perkataan Greg tersebut membuat semua calon prajurit itu terdiam seketika.Setelah merasa mereka sudah tenang, Greg berkata lagi, "Hal ini dimaksudkan agar kalian tidak terpacu dengan peringkat. Seharusnya kalian senang karena tak perlu lagi terbebani dengan peringkat itu selama aku menjadi penguji kalian."Alen tiba-tiba mengangkat tangan. "Pak, bagaimana dengan pemilihan jenderal perang? Apa tetap tiga kandidat dari prajurit baru, prajurit lama dan prajurit pilihan Jenderal Reece?""Ya, itu tidak akan berubah. Aku tidak akan mengganti apapun yang telah ditetapkan oleh Jenderal Reece dan Raja Keannu." Jawaban itu membuat mereka tenang kembal
Alen dan Diego pun kini hanya bisa bersiap-siap menghadapi segala kemungkinan."Sekarang, perhatikan layar dan segera pergilah ke gedung latihan menurut daftar yang tertera di layar itu!" suara Greg kembali terdengar.Riley yang masih terlihat tenang itu segera memusatkan kembali perhatiannya pada layar itu dan membaca.Nama Alen menjadi yang pertama muncul di layar itu dibandingkan ketiga temannya yang lain. Pemuda yang jantungnya berdetak lebih kencang dibanding sebelumnya itu berkata, "Sampai ketemu di latihan kedua, kawan."Riley mengangguk dan membalas, "Kau pasti berhasil."Alen balas tersenyum sebelum kemudian meninggalkan area itu dengan perut yang masih kosong. Tidak lama kemudian, nama Riley pun muncul. Dia pun berkata, "Aku pergi dulu."James menanggapi, "Kalau kau gagal, aku bersumpah akan langsung mengajakmu berduel, Wood."Riley mendengus, tapi dia tahu James sedang memberinya semangat. Memang, cara James sangatlah aneh, tapi Riley bisa memahaminya dengan baik.Hal itu
Riley mendengar percakapan itu dengan samar tapi dia sama sekali tidak terganggu. Pemuda itu masih bisa menjaga konsentrasinya dengan baik.Bahkan, kini dia terkesan jauh lebih berkontrasi penuh. Memang, dalam hal fokus, Riley selalu menjadi yang terbaik. Ayahnya sendiri, William Mackenzie bahkan juga mengatakan bila sang putra memiliki daya fokus yang jauh lebih baik dibandingkan dengan dirinya.Sang petugas dengan cermat memperhatikan setiap peluru yang ditembakkan oleh Riley dan terkesan dengan kemampuan Riley yang begitu cepat."12," sang petugas berujar sembari tersenyum.Petugas yang lain mulai ikut tertarik dan melihat Riley yang kembali menembak. Begitu tembakan itu terkena sasaran, para petugas itu tersenyum senang.Para calon prajurit yang tadinya berkomentar buruk itu terlihat kaget, "Bagaimana bisa dia secepat itu?""17," sang teman yang selalu menghitung.Mereka terpana ketika sang petugas akhirnya berujar, "25 dengan catatan waktu ...."Ketika menyebutkan waktu yang diha
"Kita akan segera tahu sebentar lagi," Riley menjawab sambil masih menatap ke arah layar.James yang masih mengunyah rotinya berkomentar, "Ada sepuluh pesawat. Memang berapa calon prajurit yang bisa diangkut oleh pesawat itu?""100 aku rasa." Riley memutar arah pandang, kini mencari kedua sosok teman-teman satu kamarnya yang masih belum terlihat di sana.James berhenti mengunyah seketika, "Wow! Kau tahu lebih banyak ternyata."Tetapi Riley tak menanggapinya, James pun melanjutkan, "Hei, ayahmu sebelumnya seorang mantan prajurit kan? Ayo, jujurlah!"Mendengar ucapan itu, Riley seketika menoleh, "Memang kenapa kalau ayahku dulu seorang prajurit? Dan kenapa kalau bukan?"James mendesah dan segera menghabiskan rotinya yang tersisa sedikit sebelum dia berbicara kembali. "Maka semua kemampuan yang sudah kau perlihatkan selama ini menjadi masuk akal, kalau memang memiliki ayah yang dulu seorang prajurit."Riley kembali mengedarkan arah pandang dan tetap mempertajam matanya, guna mencari Alen
Wajah Alen dan Diego seketika memucat, tapi Riley mencoba menenangkan mereka dengan berkata, "Semoga asumsiku salah. Meskipun tas ini adalah bekal untuk kita, aku harap mereka tidak membuat kita kehausan dan kelaparan nanti."James berujar, "Kali ini aku tidak setuju denganmu, Wood. Melihat kegilaan Greg Sehel, sepertinya dia akan membuat kita benar-benar mati kelaparan dan kehausan."Riley memberikan tatapan tajam pada pemuda itu, tapi James hanya mengangkat bahu. Keempat pemuda itu hanya terdiam, menunggu hingga latihan pertama yang justru lebih terkesan seperti seleksi prajurit yang tidak berkompeten itu berakhir.Tak ada pembicaraan di antara mereka. Hal ini dikarenakan mereka yang masih terlalu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka melihat satu per satu orang berlari menuju ke arah lapangan itu."Oh, itu Jason Hoult." Riley menunjuk ke arah pemuda yang tersenyum lebar pada teman-temannya.Diego berkomentar, "Dia yang dulu mendapat peringkat ketiga saja terlihat kewala
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.