Riley mendengar percakapan itu dengan samar tapi dia sama sekali tidak terganggu. Pemuda itu masih bisa menjaga konsentrasinya dengan baik.Bahkan, kini dia terkesan jauh lebih berkontrasi penuh. Memang, dalam hal fokus, Riley selalu menjadi yang terbaik. Ayahnya sendiri, William Mackenzie bahkan juga mengatakan bila sang putra memiliki daya fokus yang jauh lebih baik dibandingkan dengan dirinya.Sang petugas dengan cermat memperhatikan setiap peluru yang ditembakkan oleh Riley dan terkesan dengan kemampuan Riley yang begitu cepat."12," sang petugas berujar sembari tersenyum.Petugas yang lain mulai ikut tertarik dan melihat Riley yang kembali menembak. Begitu tembakan itu terkena sasaran, para petugas itu tersenyum senang.Para calon prajurit yang tadinya berkomentar buruk itu terlihat kaget, "Bagaimana bisa dia secepat itu?""17," sang teman yang selalu menghitung.Mereka terpana ketika sang petugas akhirnya berujar, "25 dengan catatan waktu ...."Ketika menyebutkan waktu yang diha
"Kita akan segera tahu sebentar lagi," Riley menjawab sambil masih menatap ke arah layar.James yang masih mengunyah rotinya berkomentar, "Ada sepuluh pesawat. Memang berapa calon prajurit yang bisa diangkut oleh pesawat itu?""100 aku rasa." Riley memutar arah pandang, kini mencari kedua sosok teman-teman satu kamarnya yang masih belum terlihat di sana.James berhenti mengunyah seketika, "Wow! Kau tahu lebih banyak ternyata."Tetapi Riley tak menanggapinya, James pun melanjutkan, "Hei, ayahmu sebelumnya seorang mantan prajurit kan? Ayo, jujurlah!"Mendengar ucapan itu, Riley seketika menoleh, "Memang kenapa kalau ayahku dulu seorang prajurit? Dan kenapa kalau bukan?"James mendesah dan segera menghabiskan rotinya yang tersisa sedikit sebelum dia berbicara kembali. "Maka semua kemampuan yang sudah kau perlihatkan selama ini menjadi masuk akal, kalau memang memiliki ayah yang dulu seorang prajurit."Riley kembali mengedarkan arah pandang dan tetap mempertajam matanya, guna mencari Alen
Wajah Alen dan Diego seketika memucat, tapi Riley mencoba menenangkan mereka dengan berkata, "Semoga asumsiku salah. Meskipun tas ini adalah bekal untuk kita, aku harap mereka tidak membuat kita kehausan dan kelaparan nanti."James berujar, "Kali ini aku tidak setuju denganmu, Wood. Melihat kegilaan Greg Sehel, sepertinya dia akan membuat kita benar-benar mati kelaparan dan kehausan."Riley memberikan tatapan tajam pada pemuda itu, tapi James hanya mengangkat bahu. Keempat pemuda itu hanya terdiam, menunggu hingga latihan pertama yang justru lebih terkesan seperti seleksi prajurit yang tidak berkompeten itu berakhir.Tak ada pembicaraan di antara mereka. Hal ini dikarenakan mereka yang masih terlalu sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Mereka melihat satu per satu orang berlari menuju ke arah lapangan itu."Oh, itu Jason Hoult." Riley menunjuk ke arah pemuda yang tersenyum lebar pada teman-temannya.Diego berkomentar, "Dia yang dulu mendapat peringkat ketiga saja terlihat kewala
Diego mengabaikan perkataan James, tak mau bersusah payah membalas pria yang kerap melontarkan kalimat menyebalkan yang hanya membuatmya semakin jengkel itu.Dia lalu membaca daftar nama para calon prajurit yang mungkin dia kenal dan mendapatkan beberapa nama dari asrama 2. Pemuda itu langsung mengangguk lega, "Setidaknya aku mengenal tiga orang dari asrama kita.""Bagus. Ada yang bisa menenangkan kau kalau kau nanti menangis di tengah-tengah misi," James berkomentar lagi.Riley sungguh ingin mengambil kain dan menyumpal mulut James agar dia tak bisa berbicara lagi. Sayangnya, dia tak bisa melakukan itu karena Greg kembali berkata, "Misi kalian akan kalian ketahui ketika kalian berada di dalam pesawat masing-masing."Mereka kembali tak membuat suara dan menunggu instruksi sang penguji."Dan sekarang silakan kalian pergi ke pesawat kalian dan segera tentukan ketua kelompok," Greg memerintah."Oh, satu hal lagi," kata Greg sebelum membubarkan mereka secara resmi, "Di tempat misi kalian
Sang prajurit berbadan tegap dan berusia sekitar 40 tahun itu berkata, "Ketua kelompok dipilih berdasarkan poin tertinggi, tetapi sekali lagi ini tak berpengaruh pada hasil pemilihan akhir calon prajurit nanti." Alen melongo, "Sial. Kenapa aku tak menduga hal ini?" Calon prajurit lain yang merasa tak sempurna melakukan latihan sebelumnya pun hanya bisa menghela napas. "Oh, aku sepertinya tak mungkin terpilih menjadi ketua," seorang yang berdiri di dekat Riley berkata dengan nada kecewa. "Dan yang mendapatkan nilai tertinggi untuk latihan pertama di kelompok ini adalah ... Riley Wood," sang petugas berkata dalam. Alen hampir bertepuk tangan setelah mendengarnya, beberapa orang terlihat senang karena calon prajurit yang sebelumnya berada di peringkat satu sebelum sistem ranking itu dihapus ternyata berada di dalam kelompok mereka. "Riley Wood, silakan maju ke depan!" sang prajurit kelas 2 memerintah. Riley pun maju dan memberi hormat sebelum kemudian sang petugas menjelaskan beber
"Ya, tapi ... tidak sampai melukai mereka, hanya menaklukkan mereka dengan mengambil pin mereka," Riley menjelaskan.Alen yang mendengar hal itu mengerutkan kening dan segera bertanya, "Pin? Pin apa maksudmu?"Riley pun menjawab, "Pin yang akan dipakai oleh sebagian calon prajurit."Warren Clay yang masih bingung bertanya lagi, "Sebagian? Apa maksudmu tidak semua calon prajurit memiliki pin itu?"Riley mengangguk, "Ya. Jumlah kita 100, itu artinya ada 50 orang yang memakai pin yang bisa ditangkap oleh kelompok lain.""Sedangkan 50 orang lainnya tidak memakai pin itu," lanjut Riley sembari menatap ke sekelilingnya, berharap teman-teman satu kelompoknya mengerti penjelasan singkatnya.Alen manggut-manggut dan tiba-tiba tertawa nyaring.Warren menatap pemuda itu dengan tatapan aneh, sementara calon prajurit lain berkomentar, "Kau bisa tertawa dalam keadaan gawat seperti ini?""Kau tidak gila kan? Aku tak mau kelompok kita kalah hanya karena ada orang gila," sambung calon prajurit lain.R
Tanpa menunda waktu lagi, Riley pun segera menjawab, "Akan aku jelaskan setelah pin ini dibagikan."Alen dan salah satu calon prajurit lain pun mengajukan diri untuk membantu Riley membagikan pin itu. Namun, ternyata selain pin itu, mereka juga mendapatkan sebuah tanda pengenal lain berupa sebuah kain berwarna biru yang harus diikatkan ke bagian lengan mereka.Dengan kain tersebut, mereka bisa mengenali rekan satu kelompok mereka. Di samping itu, mereka juga memiliki tugas untuk menghafal tanda pengenal kelompok lain."Aku ingin menangkap kelompok sembilan," seorang prajurit berkata setelah tanda pengenal setiap kelompok diperlihatkan di monitor itu.Alen yang telah selesai membagikan pin itu dan kembali dengan satu pin di tangannya itu pun menyahut, "Mengapa memangnya?""Sepertinya paling lemah, lihatlah! Pemimpin kelompok itu bukan termasuk calon prajurit yang dulu mendapatkan peringkat atas," sang prajurit tadi menjelaskan.Riley seketika menoleh ke arah layar dan mengenali calon p
Riley pun segera membalas, "Mungkin mereka membahas strategi mereka di dalam perjalanan atau ketika kita sampai di Hutan De Frost."Saat Riley menyebut nama hutan itu, semua orang seketika terdiam. Riley langsung tahu bila mereka kemungkinan besar pernah mendengar cerita soal hutan itu.Maka, Riley memutuskan untuk bertanya, "Ada yang pernah ke hutan itu?"Warren terkejut, "Kau gila? Untuk apa kita pergi ke daerah itu?""Benar. Hutan De Frost kan daerah perbatasan langsung dengan Kerajaan Erest, sebuah kerajaan yang dulu pernah membuat kerajaan kita kewalahan," seseorang menjelaskan dengan ekspresi terlihat ngeri.Alen mengangguk dan ikut menjawab, "Di sana Jenderal Reece terkena ledakan hingga membuat wajahnya rusak sampai dia harus melakukan operasi besar."Riley pun tahu akan hal itu. Sebab, sang ayah, William Mackenzie pernah bercerita kepadanya mengenai pertemuannya dengan Andrew Reece setelah dia memutuskan pensiun. William sampai tak bisa mengenali Andrew dikarenakan wajahnya
“Jenderal, kita sudah terkepung.”Seorang prajurit dengan luka tembak di kaki menyeret dirinya untuk berjalan menuju ke tempat di mana sang jenderal perang Kerajaan Ans De Lou sedang mempersiapkan senjatanya.Prajurit yang terseok-seok ketika berjalan itu sudah tidak mengenakan pelindung kepala dan juga pelindung badannya yang lain. Hal itu membuat sang jenderal perang mendelik marah kepadanya, “Apa yang kau sudah lakukan? Di mana semua pelindungmu?”Sang prajurit dari kelas satu itu hanya bisa meringis menahan sakit dan menjawab, “Tidak bisa digunakan lagi, terlalu banyak luka tembakan.”Riley Mackenzie membelalakkan mata dan seketika melepas kacamata pelindung yang melindungi matanya.Pria muda itu sontak berjongkok dan melihat luka Benedict Arkitson yang ternyata sangat parah. Tidak hanya kakinya saja yang tertembak, tapi bagian perut kirinya rupanya juga terluka parah. Di samping itu, Riley melihat banyak luka lain yang tidak terhitung jumlahnya. “Tetaplah di sini! Staf medis a
Dear, ReadersIni Zila Aicha yang ingin berterima kasih kepada seluruh pembaca setia novel ini. Saya tahu, season 2 dari buku ini mungkin membuat kecewa sebagian penggemar buku ini. Namun, percayalah saya sudah berusaha membuat buku ini dengan sepenuh hati.Bolehkah saya meminta pendapat Anda mengenai buku ini? Saya akan dengan senang hati membaca komentar Anda semua. Saran dan Kritik pun akan saya terima dengan bahagia.Selanjutnya, saya akan membuat season 3 dari buku ini, tapi Season 3 ini akan menjadi buku dengan tokoh utama “James Gardner.”Semoga Anda semua akan menyukainya.Salam hangat selaluZila Aicha
Orang-orang pun berniat mendekati Riley, hendak membantunya. Akan tetapi, ketika mereka melihat James Gardner yang bergerak mendekati Riley, mereka pun hanya bisa diam di tempat mereka.James dengan cepat menangkap tubuh Riley yang terhuyung-huyung seolah tidak sanggup menahan beban tubuhnya sendiri.James mendesah pelan, “Apa yang kau sedang lakukan?”“Mencegahmu pergi,” jawab Riley dengan lemah.James membuang napas dengan kasar dan memapah Riley yang ternyata masih begitu lemah.“Kau tidak perlu membuang-buang waktu dan tenagamu,” kata James.“Mengapa? Kau tidak harus pergi, James. Kau-”“Ini sudah keputusanku,” potong James cepat.Riley menggelengkan kepala, menatap pemuda yang hanya terpaut satu tahun lebih tua darinya itu. “Kau tidak bersalah. Akulah yang brengsek karena ingin mempertahankan sebagai sahabatku.”“Senang sekali kau mengakuinya,” balas James yang kemudian diiringi senyuman samar.“Jika ada yang harus pergi dari sini, maka akulah orangnya, bukan kau,” kata Riley.Ja
Rowena mengangguk lemah, sementara keempat prajurit yang juga berada di dalam ruang rawat itu langsung saling lempar pandang. Riley sendiri butuh beberapa waktu untuk memproses informasi tersebut.Namun, Reiner langsung bertanya, “Yang Mulia, lalu … di mana wakil jenderal perang berada sekarang?”Rowena menoleh dengan cepat, “Aku tidak tahu. Aku … hanya mendengar berita itu dari pelayan istana, baru saja. Mungkin … dia sudah kembali ke asrama atau-”“Terima kasih, Yang Mulia,” Reiner memotong ucapan Rowena dengan cepat akibat terlalu panik.Setelah itu Reiner langsung memberi penghormatan pada sang putri raja dan cepat-cepat meninggalkan area tersebut bersama dengan Diego.Ben juga berujar, “Riley, aku ke sana dulu. Nanti aku … akan ke sini lagi.”Alen ikut mengangguk, “Jangan khawatir! Kami akan langsung memberitahumu bila kami sudah tahu apa yang sedang terjadi.”Riley hanya bisa menatap kepergian teman-temannya dengan tatapan penuh kebingungan.Tinggalah hanya Rowena yang berada d
Awalnya Riley sangat ingin memaksa James untuk menjawab perkataannya, namun dia tidak lagi melakukannya saat dia akhirnya memahami James mungkin membutuhkan waktu untuk sendiri.Dia pun menghela napas pelan, “Aku akan bicara lagi dengannya nanti.”Sementara itu, di luar ruang Riley, semua orang yang merupakan teman baik dari kedua anak muda yang sedang memiliki masalah yang cukup rumit itu sontak menatap James dengan tatapan penuh tanya.Ketika Alen dan Ben hanya diam saja lantaran tidak berani bertanya, Diego dengan santai bertanya, “Kau … sudah berbicara dengan Riley?”James mengangguk.“Lalu … bagaimana?” Reiner bertanya dengan nada was-was.James tidak menjawab pertanyaan Reiner dan hanya berkata, “Aku akan kembali ke asrama dulu.”Shin yang mendengar hal itu menggigit bibir dan membalas, “Aku akan menemanimu.”James tidak menolak dan membiarkan Shin ikut bersamanya, sementara Diego dan Reiner tetap di sana.Setelah James dan Shin tidak terlihat lagi di sana, Alen memutuskan masuk
James tertawa penuh kecewa ketika dia melihat Riley hanya diam sajaRiley sontak menatapnya tanpa kata.“Kenapa? Apa kau … jangan-jangan memang tidak pernah memiliki niat sekalipun untuk memberitahu masalah itu kepadaku?” James berkata dengan nada tajam.Riley membuka mulut tapi ternyata tidak ada satupun kata-kata yang keluar dari mulut Riley.James semakin kesal melihatnya, “Ah, jadi begitu. Aku mengerti sekarang.”James manggut-manggut dan melangkah mundur, membuat Riley terkejut.“James, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan,” kata Riley pada akhirnya bisa membalas ucapan James.James menggelengkan kepala.“Kau memangnya tahu apa yang sedang aku pikirkan, Riley?” James berkata dengan nada sinis.Pemuda itu tidak bisa lagi menyembunyikan rasa kecewanya yang sangat besar, “Kau tidak tahu, Riley. Tapi … aku bisa tahu apa yang sedang kau pikirkan.”“James, aku … tahu aku sudah bersalah kepadamu. Tapi, tolong mengertilah! Posisiku sangat sulit. Aku tidak ingin kau … membenciku
Shin dan Reiner seketika saling melempar pandang, seakan sama-sama bingung harus meninggalkan area itu sesuai permintaan James atau tidak.Akan tetapi, alasan mereka ragu-ragu tentu saja bukan karena mereka berdua khawatir bahwa James akan menyakiti Riley. Justru keduanya lebih mengkhawatirkan James.Sayangnya, James yang tidak mendapatkan jawaban dari dua orang temannya itu sontak menoleh dengan kening berkerut, “Kenapa? Apa kalian berdua tidak percaya padaku?”“Kalian … berpikir aku akan berbuat hal yang … sampai menyakiti Riley? Apa seperti itu?” James menambahkan dengan raut wajah sedih.Shin cepat-cepat menoleh ke arah James, “Tentu saja tidak. Kau tidak akan melakukan hal seburuk itu.”“Jangan salah paham, James! Justru kami … hanya sangat khawatir terhadapmu,” Reiner berujar pelan.James terkejut dan ketika dia menatap kedua temannya itu secara bergantian, dia langsung tahu bahwa kedua teman baiknya itu sama sekali tidak sedang berbohong.Pemuda itu memejamkan matanya dan langs
Ben sontak menundukkan kepala.James pun seketika memejamkan matanya, benar-benar tidak mempercayai sebuah kenyataan yang menyakitkan telah menamparnya.Sementara Shin menatap temannya itu dengan pandangan penuh kekecewaan.Dia menyentuh bahu Ben dan bertanya, “Kau tahu soal rahasia besar ini dan kau … diam saja? Apa yang sudah kau lakukan?”Ben terdiam.Shin menghela napas panjang dan memperhatikan ekspresi semua prajurit yang merupakan teman-teman baiknya itu. Pria itu mendesah pelan, “Bukankah kita ini … semuanya teman? Bagaimana bisa kau … dan kau menyembunyikan hal penting ini?”Ben mengangkat kepala, “Lalu, kau berharap aku melakukan apa?”“Melakukan apa katamu?” balas Shin sengit.“Kau pikir itu mudah? Menyembunyikan rahasia sebesar ini? Pikirmu … apa yang terjadi jika aku memberitahu kau dan yang lain? Apalagi James. Dia … pasti akan bertengkar dengan Riley. Mereka akan-”“Sialan!” James mengumpat karena sudah tidak tahan.Pemuda itu berkata, “Jangan berlagak kau tahu tentang
Sedangkan William juga mulai kebingungan menenangkan istrinya yang kian menangis tersedu-sedu.Akan tetapi, tangisan Cassandra akhirnya berhenti kala dia melihat pintu ruang operasi tersebut terbuka.Semua orang juga langsung menatap ke arah pintu, menunggu dengan cemas.Di saat beberapa orang dari tim medis telah keluar, William dan Cassandra langsung berjalan mendekat.“Dokter,bagaimana dengan keadaan putra saya?” William bertanya.Sang dokter berusia senja itu menatap ke arah pria paruh baya yang sedang menatapnya penuh kecemasan. “Jenderal Mackenzie,” sapa dokter itu setelah dia memperhatikan wajah William.William mengangguk, “Iya, Dokter Sigmund. Ini saya.”Sigmund terkejut, “Riley Wood, maksud saya Jenderal Wood adalah … putra Anda?”“Iya, Dokter,” jawab William.James hanya menatap kosong ke arah depan, seolah telah siap mendengar penyataan itu. Sedangkan, Reiner dan prajurit lain hanya bisa memekik kaget lantaran sebuah fakta penting yang baru saja terungkap di depan mereka.