Tidak mau membiarkan Riley menghadapi Justin Donovan sendirian, Alen pun kembali membuka suara, “Benar. Dan asal kau tahu … dengan cara bicaramu itu, kau seperti menghina pengorbanan yang dilakukan oleh Komandan Sehel. Kau tahu itu atau tidak?”Mata Justin sontak melotot tidak percaya, “Apa maksudmu aku menghina pengorbanannya?”“Tentu saja kau menghinanya. Pengorbanan itu tidak seharusnya dipertanyakan, tapi cukup dihargai. Tapi kau … malah bersepekulasi terus menerus,” jawab Alen.Mendengar jawaban Alen tersebut, Justin seperti baru saja ditampar hingga akhirnya ekspresi pemuda itu yang sebelumnya kaku menjadi sedikit agak lunak.Tanpa kata, Justin pun berpindah tempat. Alen memejamkan mata penuh kelegaan, sementara James berkomentar, “Mulut besarnya itu sangat keterlaluan. Astaga!”“Sudahlah, James. Upacaranya akan dilakukan sebentar lagi,” kata Riley yang kembali fokus pada proses pemakaman.Terlihat di depan sana, William Mackenzie, Andrew Reece dan sejumlah komandan serta para
Riley kesulitan menjawab pertanyaan James itu hingga pemuda itu hanya diam saja. Namun, ada seseorang yang tiba-tiba menjawab, “James, kalau kau berpikir Jenderal Mackenzie mengirim putranya ke sini untuk berkompetisi denganmu, kau sudah salah besar.”“Salah bagaimana?” balas James seraya menoleh ke arah Alen.Riley cukup terkejut mendengar pembelaan sahabatnya itu. Sungguh tidak pernah menyangka bila Alen melakukan hal itu. Alen mendesah, “Astaga, James. Kau tahu sendiri bila putranya saja tidak menggunakan nama belakang ayahnya, sudah jelas masalah pengiriman putranya ke istana ini tidak ada hubungannya denganmu.”Pemuda itu berhenti sejenak dan melirik ke arah Riley, baru kemudian lanjut berkata, “Bahkan, aku sangat ragu kalau dia tahu kau ada juga di sini.”Alen mengerutkan kening tapi James masih diam mendengarkan seakan tahu jika Alen belum selesai berkata-kata.“Maksudku … bahkan tidak ada yang tahu mengenai ayahmu memiliki seorang putra, informasi tentangmu tidak dicantumkan
James Gardner terdiam agak cukup lama hingga Riley Mackenzie menjadi semakin tidak nyaman.James, ayolah! Jangan membuatku merasa lebih buruk, Riley membatin.Setelah hanya terdiam sembari menatap kosong, akhirnya pemuda yang memiliki tinggi badan yang lebih pendek daripada Riley itu berkata, “Itu … masalah yang cukup rumit. Terlalu rumit hingga sulit aku tidak tahu bagaimana caranya bercerita.”Dia lalu tersenyum sedih dan menambahkan, “Tapi …tidak masalah, sekarang aku bisa mengunjunginya.”Riley menelan ludah dengan susah payah, tidak tahu bagaimana harus menanggapi perkataan James tersebut. Rasa bersalahnya kembali menghantam dadanya dan kali ini semuanya itu membuatnya terbungkam.Oh, mengapa James harus memiliki nama belakang “Gardner”? Riley bertanya-tanya kembali.Andai saja ayah James hanya seorang prajurit yang terbunuh dan bukan Jody Gardner, dia pasti bisa langsung menghibur James yang sedang bersedih.Sayangnya, ayahnya tersebut Jody Gardner yang kematiannya berhubungan d
Alen tiba-tiba menunduk dalam. TIba-tiba saja dia menjadi sedih kembali. Pemuda itu menghirup napas dalam-dalam sebelum kemudian mengembuskannya secara perlahan dan menoleh ke arah Riley lagi.Dengan tatapan sedih dia berkata, “Mereka sangat mengkhawatirkan kau, Riley. Mereka bahkan berdebat tentang siapa yang harus menyelamatkanmu.”Riley menggigit bibir bawah dan tertunduk seketika.“Mereka tidak ingin kau terluka, jadi mereka memutuskan salah satu dari mereka harus pergi mencarimu. Di saat itu mereka mengatakan padaku kalau kau … putra dari Jenderal Mackenzie dan mereka juga berpesan bahwa ….”Alen berhenti berbicara di saat air matanya kembali menetes. Dia tidak tahu mengapa rasa kehilangan itu terlalu menyakitkan.Tapi, yang pasti dia kesulitan untuk menahan rasa sedihnya. Dia pun menguatkan diri dan berkata, “Mereka memintaku untuk membantumu dalam menyembunyikan identitas aslimu.”Riley terhenyak.Pemuda itu menggelengkan kepala, sulit menerima semuanya. Alen menyentuh bahunya
James yang ditatap dengan ekspresi melongo itu segera mengalihkan arah pandangnya dan menundukkan kepala, menghindari tatapan Alen.Pemuda itu berkata pelan, “Sial! Kau harus pura-pura tidak melihatku seperti ini, Smith!”Alen mendengus pelan dan berjalan mendekat ke arah pemuda yang sedang terisak. Dia menepuk bahu James dengan lembut dan berujar, “Aku memang tidak melihatmu menangis, jadi jangan khawatir!”James menyeka air matanya dan kembali menatap makam sang ayah dengan mata yang masih sedikit agak basah.Alen melirik pemuda itu dengan cara yang berbeda.Biasanya James selalu menampilkan ekspresi datar, dingin dan terkesan angkuh. Pemuda itu seolah memiliki duri di sekelilingnya sehingga membuat orang lain enggan mendekat.Akan tetapi, yang dilihatnya kali ini justru bukanlah pemuda yang seperti itu. Dia melihat seorang pemuda biasa yang bisa bersedih ketika menghadapi sesuatu yang menyakitkan. Mendengar pembicaraannya dengan Riley tadi, dia berpikir kemungkinan besar ada sebua
Alen yang sedang kebingungan itu kembali mendengar James berkata lagi, “Oh, tidak. Tidak. Kau benar-benar tidak perlu khawatir padaku, Ayah. Mereka sangat baik padaku, mereka tidak akan mengkhianatiku, aku yakin.”Alen semakin tercengang. Pemuda itu mengedipkan matanya berulang kali untuk mencoba mengenyahkan rasa tidak nyamannya. Tapi, tetap saja dia tidak merasa baik sedikitpun.Sementara dia masih luar biasa bingung, James terlihat menoleh ke arahnya dengan kening mengerut dan mata menyipit. “Ada apa?” Alen bertanya cepat.James menghela napas panjang, “Aku memanggilmu dari tadi. Memang kau tidak dengar?”Alen melongo, “Hah? Kapan?”James memutar bola matanya malas dan langsung bangkit dari tempatnya berlutut. Dia lalu menarik lengan Alen dan menyuruhnya mendekat. “Heh, a-apa yang kau mau lakukan?” Alen bertanya dengan terbata-bata sembari menoleh ke arah ke belakang di mana James telah berdiri dengan tegap.“Ya ampun, Smith. Aku tadi hanya memintamu untuk berbicara dengan ayahk
James Gardner menjawab tanpa menoleh ke arah Alen, “Kenapa kita harus mengambil jalan lain? Itu akan membuang-buang banyak waktu.”Alen menelan ludah dengan kasar, “Tapi, James. Di sana ada ….”“Aku tahu, lalu kenapa? Memangnya aku salah apa sampai aku harus menghindar dari dia?” ucap James yang masih tidak menoleh ke arah temannya.Namun, Alen tidak mau menyerah. Dengan rasa gugupnya dia berkata lagi, “Kau memang tidak memiliki kesalahan apapun, tapi kau-”“Sudahlah, Alen. Aku tidak takut dengannya dan bukankah seharusnya dia yang merasa tidak nyaman?”Alen terdiam, bingung menjawabnya.James akhirnya menoleh dan menatap Alen lurus-lurus, “Dia yang telah membuat seorang anak lahir dan tumbuh tanpa seorang ayah. Bukankah dia yang harus merasa bersalah untuk itu?”Mendengar perkataan James yang sarat akan emosi yang tertahan itu akhirnya membuat Alen benar-benar menyerah. Dia tidak bisa menahan James dan dia pun tidak ingin James semakin menggila jika dia malah membantahnya.“Ayo! Kita
Setelah James selesai berbicara dengan nada dingin tapi dengan tatapan yang menyimpan luka seperti itu, William langsung terdiam. Sungguh dia lebih suka mendengar pemuda itu berteriak kepadanya dan memakinya dibandingkan dengan tatapan yang membuat rasa bersalahnya pada pemuda itu.“James,” panggil Alen dengan nada pelan.Andrew berkata, “James, perhatikan apa yang kau katakan!”James mengalihkan arah pandangnya dari William pada Andrew, “Mengapa, Jenderal Reece? Apa yang saya katakan adalah sebuah kenyataan. Memang Jenderal Mackenzie yang membunuh ayah saya.”Andrew menggigit gigi, “Tapi … kau tidak boleh berbicara dengan nada seperti itu pada-”“Mengapa tidak boleh? Saya tidak menuntut pembalasan atas kematian ayah saya pada Jenderal Mackenzie. Yang saya tanyakan mengapa Jenderal Mackenzie bisa begitu sangat tenang seolah tidak memiliki rasa bersalah sedikitpun pada saya. Dia-”“Jenderal Mackenzie hanya melakukan apa yang seharusnya dilakukan, James. Kau harus tahu apa yang kami ha