James Gardner memutar kepala ke arah orang yang baru saja berbicara itu. Sedangkan Riley dan Alen saling melirik seolah tahu bila akan ada hal buruk yang mungkin terjadi.James tersenyum pada sang senior itu dan berkata, “Senior, apa yang membuat Anda menyimpulkan kalau saya membutuhkan perhatian?”Joseph Cole mengangkat bahu lalu menyeringai, “Bukankah sudah jelas, Gardner? Kau mengatakan kami ini menyebalkan karena tidak menyebut-nyebut tentang jasamu itu?”“Tidak begitu. Anda salah paham,” ucap James masih terdengar santai dan itu di luar prediksi Riley.Alen bahkan menaikkan alis kanan lantaran tak percaya bahwa James masih bisa menggunakan kata-kata dan nada yang lembut.“Salah paham? Apa menurutmu aku tidak bisa mencerna apa yang kau bicarakan dengan dua temanmu ini, Gardner?” balas Joseph, kali ini sambil menyipitkan mata.James menghampiri Joseph yang terkejut dengan langkah yang diambil oleh James. Tapi, Joseph masih menatap waspada pada juniornya itu.“Senior, yang saya maks
“Tenanglah, Jenderal Reece tidak mungkin kalah,” kata seorang prajurit kelas dua yang terdengar masih penuh keyakinan.James memejamkan mata selama satu detik dan membalas, “Hei, ini bukan saatnya berpikir positif. Tapi, ini saatnya kita bersiap-siap akan segala kemungkinan yang bisa terjadi, bahkan juga kemungkinan yang terburuk sekalipun.”Ben menggelengkan kepala, “James, kita lihat saja dulu.”James menoleh ke arah Riley dan melihat Riley hanya menatap serius tanpa mengucapkan sepatah katapun. James pun semakin bingung.Napas James benar-benar tidak beraturan sekarang. Selama berperang di tempat itu, baru kali itu dia merasa begitu gelisah.Bagaimana mungkin dia tidak cemas dan gelisah? Sang jenderal perang kerajaan mereka terlihat hampir kalah yang mana bisa diartikan bila kerajaan mereka juga akan kalah.Beberapa prajurit senior juga terlihat sangat tegang, benar-benar luar biasa bingung atas tindakan apa yang akan mereka ambil.Tetapi, hanya Riley yang mencoba untuk tetap tenan
Riley terpana ketika mendengar pendapat James yang diutarakan dengan nada penuh kehati-hatian tapi tetap terdengar serius.Pemuda itu langsung paham bila James tidak sembarangan memberikan pendapat itu.Namun, salah seorang prajurit kelas tiga yang sama sekali tidak menyukai James menanggapi, “Hei, kenapa pikiranmu picik sekali? Kau … benar-benar terlihat seperti ayahmu yang selalu menaruh curiga-”“Jangan libatkan nama ayahku dalam hal ini, senior! Dia tidak ada hubungannya dengan apa yang aku pikirkan,” potong James cepat.Dia tidak peduli pada ocehan seniornya itu. Dia tahu dia tidak memiliki waktu untuk berdebat sehingga dia menoleh ke arah Riley lagi seakan meminta sebuah dukungan.Riley mengangguk, paham akan tatapan James itu. Dan tanpa diduga oleh para prajurit lain Riley berkata, “James mungkin saja benar. Ini juga bisa jadi trik mereka untuk membuat mereka lengah sehingga … kita harus jauh lebih waspada.”James balas tersenyum samar atas perkataan Riley dan melihat sekelili
“Kembalilah ke sini!” perintah Greg.Sudah jelas Greg yang akan maju menggantikan dirinya. Greg bahkan telah bersiap-siap akan berjalan maju.Reiner pun hendak berjalan kembali menuju ke arah teman-temannya lagi tapi dia segera mengurungkan niatnya tersebut dan malah membungkuk hormat pada Greg menatap heran, “Apa yang kau lakukan? Kenapa kau masih di sana? “Cepat ke mari!” pinta Greg sekali lagi.Akan tetapi, Reiner bersikeras untuk tetap berdiri di tempatnya dan sekali lagi membungkuk dengan hormat seakan meminta sebuah izin.Greg mendesah pelan, masih diam saja.Namun, Reiner terlihat keras kepala dan tetap membungkuk.James mendengus, “Kenapa dia bodoh sekali? Komandan Sehel sudah datang. Dia tidak perlu ada di sana.”“Komandan Sehel terluka parah, senior Reiner tetap ingin menggantikannya,” ucap Riley dengan nada pelan.Pemuda itu menatap ke arah Greg dengan penuh kecemasan tapi saat ini dia tidak bisa melakukan apapun sehingga hanya bisa melihatnya dari jauh.Ben pun sontak me
Sang staf itu hanya bisa mengangguk pasrah.Wajah Fabian Fermoza mengeras seketika. Air wajahnya terlihat kaku tapi orang-orang di sekitarnya tahu bila pria itu sedang begitu marah.Namun, sebelum dia bisa melampiaskan amarahnya, Alexander berjalan mendekat ke arahnya secara tiba-tiba, “Jenderal, seranglah mereka sekarang! Anda tidak memiliki pilihan lain.”“Keluarga Anda sedang ditahan oleh raja. Anda … harus segera bertindak,” tambah Philip yang ikut datang bersama Alexander.Fabian menghela napas dengan begitu beratnya. Tapi, beberapa detik kemudian dia berkata, “Akan aku lakukan tapi ….”Alexander lega tapi juga terlihat khawatir.“Katakan kepadanya satu pesanku,” ucap Fabian.“Ya, Jenderal?” Alexander bertanya dengan penuh rasa ingin tahu.“Jika aku mati dalam perang ini, dia harus tetap membebaskan keluargaku. Biarkan mereka menjadi rakyat biasa, menang atau kalah,” kata Fabian.Alexander membelalakkan mata dan langsung ingin bertanya, tapi dia tidak memiliki waktu untuk menanya
Tanpa sadar Alen melakukan kesalahan dalam merawat luka komandannya itu hingga Greg berkata, “Hati-hati, anak muda. Tanganku ini harus segera pulih.”“Aku … masih harus pergi ke medan perang untuk mencari sahabat dekatmu,” tambah Greg.Andrew menatap ketegangan yang tampak di wajah Alen. Sang jenderal peran berujar pelan, “Alen, ada apa? Kau … terlihat tidak fokus.”Bagaimana mungkin Alen Smith bisa fokus setelah dia mendengar sebuah fakta penting itu? Dia bahkan merasa begitu sangat beruntung karena dia tidak langsung pingsan.Greg membuang napas dengan kasar, “Dia tidak bisa fokus karena mendengar tentang Riley.”“Ah, begitu. Maaf membuatmu terkejut,” kata Andrew yang terlihat sama sekali tidak merasa menyesal telah membongkar identitas putra jenderal perangnya di depan Alen.Alen menelan ludah dengan susah payah dan mengumpulkan sebuah keberanian untuk bertanya, “Jenderal Reece, apa yang saya dengar itu … benar?”“Bagian yang apa? Janjiku atau yang mana?” Andrew bertanya dengan tat
Riley merasa aneh dengan perkataan Fabian. Terlebih lagi kalimat-kalimat itu disampaikan Fabian dengan nada terdengar getir.Pemuda itu pun menjadi bingung. Memang, dia menyadari bila ada keanehan dalam pertarungannya dengan Fabian kali ini. Fabian seolah memang berusaha sekuat mungkin untuk membunuh Riley, tapi pria itu tidak terlalu mementingkan keselamatannya. Seolah, Fabian memang membiarkan Riley melukainya. Namun, hal itulah yang membuat Riley semakin yakin bila Fabian sedang menyimpan sesuatu. Akan tetap, Riley tetap menjawab, “Saat saya bilang siapapun ya berarti saya juga akan menyelamatkan pihak musuh, termasuk Anda.”“Meskipun pihak musuh itu berniat ingin membunuhmu?” Fabian bertanya dengan kening berkerut.“Iya.”Fabian mengangkat kepala, menatap pemuda itu dengan tatapan lekat-lekat. Terlebih lagi, Riley kemudian menambahkan, “Ayah saya selalu mengingatkan saya untuk tidak pernah membunuh, meskipun musuh itu harus dibunuh sekalipun.”Fabian terdiam seketika, lebih te
Ben menggelengkan kepala, seakan tidak sanggup berkata apapun. Sedangkan ketika melihat sekeliling, beberapa prajurit lain terlihat menundukkan kepala. Riley seketika mendesak untuk bergerak lebih dekat demi melihat wajah sang prajurit yang telah tertembak itu dan kemungkinan tewas itu.Ketika Riley akhirnya berhasil mendekat dan melihat wajah prajurit yang tidak dilindungi oleh sebuah helm pelindung itu, matanya terbelalak lebar. “Ini tidak mungkin.”“Tidak. Ini pasti sebuah kesalahan.”Riley cepat-cepat melepas helm pelindung miliknya lalu dengan tangan gemetar menyentuh wajah sang komandan yang begitu setia terhadap ayahnya.“Komandan Sehel. Bagaimana bisa?”Rasanya masih sulit untuk dipercaya bila sang komandan pemberani dan hebat itu kini tergeletak di tanah. Riley memeriksa tubuh sang komandan dan berteriak histeris, “Dia tidak mungkin mati. Staf medis, staf medis. Tolong!”“Staf medis!” teriak pemuda itu dengan nada lebih kencang.Beberapa staf medis berdatangan. Para prajur