Suara Monica Wilhelm memang terdengar begitu lembut di telinga ketiga pelayan itu tetapi jelas sekali kata-katanya berisi sebuah perintah yang tidak bisa dibantah oleh siapapun.Anehnya suara yang begitu lembut itu juga memiliki sebuah pengaruh yang cukup besar bagi ketiga pelayan itu.Kedua pelayan yang menyaksikan temannya tersebut diminta untuk melakukan perintah ratunya itu tentu saja mendadak begitu kasihan kepadanya.Dengan begitu tegang sang pelayan ketiga pun segera mulai mengangkat kepalanya dengan perlahan dan menampilkan wajah yang sudah begitu ketakutan.Matanya sudah berair dan keringat dingin pun sudah mulai menetes-netes.Bahkan, Monica Wilhelm bisa melihat bila wajah pelayan tersebut begitu sangat pucat seperti mayat.Monica menghela napas panjang lihat pelayan itu dan mendadak seperti terasa kasihan pun juga muncul di dalam hati.Sesungguhnya Monica tak ingin melepaskan pelayan itu tetapi rupanya wanita itu tak sanggup melakukannya.Monica Wilhelm pun tak ingin membua
Steven tidak pernah menyangka bila perkataannya itu justru malah membuat dirinya berada di dalam masalah.Dia pikir dia telah berhasil menenangkan Jenderal perannya tetapi yang terjadi adalah sebaliknya.Pria muda yang tidak ingin sang jenderal perang itu semakin salah paham terhadapnya itu pun segera berkata, "Jenderal Gardner, Anda telah salah paham. Saya tidak akan mungkin berpaling dari Anda.""Kalau saya ingin berpaling dari Anda, saya pasti telah melakukannya sedari dulu. Namun, saya tetap bertahan di sisi Anda karena bagi saya hanya Andalah yang pantas dihormati."Jody Gardner yang semula terlihat begitu emosi itu seketika menjadi tenang.Pria itu lalu mengalihkan pandangan dan memilih untuk tidak menanggapi ucapan Steven.Steven yang dengan mudah bisa memahami sang jenderal perang itu pun juga bisa menghela napas lega.Tak lama kemudian, raja yang mereka tunggu pun telah tiba di sana tanpa ratunya.Tidak aneh bila Monica Wilhelm tidak hadir di sana karena memang wanita itu sa
Keannu Wellington tidak mengerti kalau ternyata ada orang yang bisa setenang itu padahal hidup dan matinya sedang dipermainkan olehnya. Mungkin hanya orang di depannya itu yang memiliki ketenangan luar biasa yang tak bisa diganggu oleh siapapun, termasuk dirinya. Akan tetapi, jika William Mackenzie begitu mudah terpancing olehnya maka tidak akan seru. Sikap seperti itulah yang saat ini membuatnya bergairah untuk menindas jenderal perang itu. Tak ingin menunda-nunda, Keannu pun segera berkata, "Jenderal Mackenzie, bagaimana pendapatmu?" Mendengar pertanyaan sang raja, semua orang di aula istana megah itu pun seketika berhenti mengacau. Tiba-tiba ada suara lagi yang terdengar. Kini, mereka semua pun menunggu jawaban William Mackenzie atas pertanyaan rajanya itu. Bahkan, Jody Gardner yang semula masih tersulut emosi dan suka sekali mengoceh itu juga tampak menutup mulutnya sembari melempar tatapan penuh tanya pada Willliam Mackenzie. Bill pun bangkit dari kursinya dan segera berlut
"Karena ini perintah raja. Mungkinkah mereka berani menolak atau melawan?" ucap Bill tenang.Jody seolah hampir saja tenggelam di dasar samudra setelah mendengar jawaban itu.Jawaban itu tidak hanya membuat semua orang terdiam tetapi juga sekaligus membuat para pasukan itu mengerti bagaimana posisi mereka.Pada intinya William Mackenzie hanya ingin menunjukkan bahwa dia pun sebenarnya juga tidak menginginkan hal ini terjadi tetapi dikarenakan itu sudah menjadi perintah raja mereka maka tak ada kesempatan baginya untuk membantah.Meskipun dia begitu ingin menolak dan tetap memimpin pasukan yang telah dia latih lama itu dan juga mengenalnya dengan sangat baik yang berarti juga sudah mengetahui bagaimana karakternya kala memimpin mereka, Bill tidak akan merengek untuk meminta pasukan aslinya."Kau sungguh luar biasa. Begitu sangat bijak dan pandai menyikapi suatu keadaan," puji Keannu yang sebenarnya tak suka dengan pemilihan kata Bill.Jody Gardner mendengus kala mendengar pujian itu ta
Benar-benar tidak ada yang bergerak di sana. Jody Gardner tersenyum puas dan kini mulai menyusun strateginya."Masuk ke dalam pesawat!" perintah sang jenderal.Semua bukan yang ini menjadi bawahan Jody Gardner pun mulai naik ke dalam pesawat tempur A.Di sisi lain, William Mackenzie baru saja mendapati bila pasukannya berkurang sekitar lebih dari 200 orang tanpa pemberitahuan yang jelas."780, Jenderal," ucap Steven.Bill tentu saja kecewa tetapi pria itu dengan mudah bisa menyembunyikan emosinya.Setidaknya tidak sampai separuh dia kehilangan pasukan.Namun, sesungguhnya yang membuat dia tidak suka adalah pasukannya yang mundur bukan karena tidak percaya akan kemampuannya memimpin tetapi karena kau tidak puasa mereka terhadap keputusannya dahulu yang tidak menerima pasukan lagi."Apa yang harus kita lakukan sekarang, Jenderal?" tanya Steven."Pisahkan mereka. Bagi ke beberapa kelompok sesuai dengan kemampuan mereka. Ahli menembak, memanah, bom dan yang lainnya," ucap Bill.Hal ini c
Mendengar ucapan sadis Greg, Knox pun mau tak mau segera menutup mulutnya rapat-rapat karena benar-benar tidak ingin dilempar keluar oleh temannya itu.Sesungguhnya perkataan Greg itu bukanlah sebuah pertanyaan melainkan tindakan yang mungkin akan dia lakukan jika Knox tidak berhenti berbicara.Dia dan Greg sudah saling mengenal sejak lama. Dirinya bahkan bisa dikatakan selalu berada di dalam satu kelompok yang sama.Sehingga, Knox tahu betul bila apa yang dikatakan oleh Greg itu bukanlah sebuah gertakan semata tetapi justru sebuah perintah untuknya agar segera menutup mulutnya.Setelah Knox benar-benar terdiam, Greg pun berbicara, "Jenderal Mackenzie itu jenderal paling kuat yang pernah ada di kerajaan ini. Tak mungkin beliau akan membuat kita kehilangan nyawa.""Aku sangat heran kenapa masih ada orang bodoh yang tidak sadar akan kekuatan hebat yang dimiliki oleh sang legenda?" sindir Greg.Knox tentu saja merasa tersindir tetapi dia tidak menanggapi dan hanya terdiam.Greg melanjutk
"Menyumpahimu? Untuk apa? Tanpa aku menyumpahimu pun kau juga bisa mati," jawab Greg dengan begitu santainya tanpa terlihat ada beban sama sekali.Si penembak jitu tersebut hampir saja akan mengajak Greg berkelahi tetapi dia memperingatkan dirinya sendiri bila saat ini mereka sedang berada di medan perang sehingga mau tidak mau dia harus menahan diri."Setelah perang ini berakhir, aku bersumpah akan memberimu pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu," ucap si penembak jitu yang tidak diketahui namanya oleh Greg.Greg membalas sinis, "Boleh saja. Tapi itu pun jika kau masih hidup.""Kau-"Kata-kata umpatan yang ingin sekali dilontarkan oleh si penembak jitu itu tak jadi dia keluarkan dari mulutnya setelah melihat Steven melotot marah kepadanya.Tentu dia tidak ingin membuat wakil jenderal perang itu marah kepadanya dan malah melemparnya keluar barisan.Dia masih ingin hidup dan memenangkan perang itu lalu memamerkannya pada si brengsek Greg.Sedangkan sekarang di bar
Steven hampir saja akan membalas perkataan Greg yang menurutnya begitu sangat kurang ajar itu, tetapi Greg tidak membiarkan hal itu terjadi karena anak buahnya itu sudah pergi terlebih dahulu sebelum dia sempat membalas."Bajingan kecil itu!" umpat Steven begitu jengkel.Dia tentu saja tak mau menyusul meskipun saat ini beberapa anak buahnya telah memandangnya dengan tatapan penuh tanya.Dia berusaha membutakan matanya seolah dia tak melihat ekspresi-ekspresi yang memperlihatkan ekspresi kecewa terhadapnya.Sungguh dia masih menyayangi nyawanya sehingga tak mau mati konyol hanya karena berlagak menjadi seorang pahlawan di dalam medan perang itu.Tentu dia tidak membutuhkan pujian ataupun penghargaan apapun dari siapapun.Yang dia butuhkan saat ini adalah bisa selamat dari perang itu dan kembali ke kerajaan tanpa kurang apapun.Sayangnya, dia ternyata tak bisa begitu saja berdiam diri di sana karena lama-kelamaan beberapa prajurit bahkan mulai berani berbicara dengannya."Tuan, apakah
Bibir William terangkat ke atas sekali lagi, membentuk sebuah senyuman hangat.“James, tanpa aku menjelaskannya, kau … pasti tahu sendiri kan?” William berkata pelan.Setelah itu sang lelaki tua yang dulu pernah menjadi seorang prajurit terkuat di kerajaan itu pun menepuk punggung belakang James dan kemudian pergi meninggalkan James yang termenung.Pria muda itu menelan ludah secara susah payah. Tiba-tiba saja dia teringat semua hal tentang Riley, lebih tepatnya persahabatan mereka yang telah mereka jalin sejak awal.Semua kenangan-kenangan itu kembali muncul. Salah satu kenangan yang mengusiknya adalah ketika mereka masih belum resmi dilantik menjadi prajurit. Saat itu dia kesal dan mengambil keputusan bodoh dan nekad yakni menyerang musuh sebagai pembuktian bahwa dia berbeda dari sang ayah. Lalu, satu-satunya orang yang benar-benar peduli terhadapnya adalah Riley. Dialah yang mengorbankan diri untuk menyelamatkannya. Pada waktu itu, dia dan Riley sama-sama berstatus sebagai seora
James Gardner pun mengangguk, “Iya, Yang Mulia. Bolehkah saya melakukannya?”Xylan Wellington dengan cepat mengangguk, “Pergilah, Jenderal Gardner. Kau bisa berbicara dengannya.”James bersyukur lantaran Xylan tidak menahannya.“Terima kasih, Yang Mulia,” kata James yang kemudian dia segera meninggalkan sang putra mahkota bersama dengan tiga orang prajurit kelas satu untuk menjaganya.Sesungguhnya tiga prajurit itu tentu tidak sebanding dengannya. Namun, dia memilih untuk mempercayai mereka bertiga.Beruntung, rupanya William Mackenzie yang terlihat jauh lebih tua beberapa tahun itu ternyata juga sedang mencarinya sehingga pertemuan mereka pun tidak mengalami rintangan apapun.“Jenderal Mackenzie,” James menyapa ayah dari sahabatnya itu dengan hormat.William Mackenzie tersenyum samar dan membalas, “Jenderal Gardner.”James mengangguk, “Anda … Anda baik-baik saja, Jenderal?”William kembali mengulas sebuah senyuman dan berkata dengan nada pelan, “Bagaimana aku bisa baik-baik saja keti
James sontak Gardner tersenyum miring. Dia tahu ternyata memang tidak mudah menjadi perisai Xylan Wellington. Tapi, dia sungguh-sungguh tidak menyangka bila putra mahkota yang menurutnya sangat pintar itu ternyata juga sangat polos.Kepintarannya rupanya berbanding terbalik dengan pengetahuannya dalam hal memahami dunia sekitarnya.Namun, dia sudah memutuskan untuk menggantikan Riley demi menebus beberapa tahun waktunya yang dia sia-siakan sehingga dia harus mencoba bersabar.Jadi, dengan penuh ketenangan dia menjawab, “Anda harus mulai memikirkan masalah pendapat mereka semua, Yang Mulia.”“Kenapa aku harus?” balas Xylan yang terlihat tidak terima dengan perkataan James.James menggigit bibir bawah, merasa memang harus lebih menekan rasa jengkelnya. Ayolah, James. Jangan mudah menyerah! James membatin.“Karena Anda adalah calon raja dan sebentar lagi akan segera mewarisi tahta negeri ini. Jadi, sudah seharusnya Anda mulai memikirkan apa yang mereka pikirkan tentang Anda,” jawab Jam
Kebimbangan terlihat begitu nyata di wajah Xylan Wellington. James Gardner yang merasa telah berhasil membuat sang putra mahkota menyadari kesalahan besar yang mungkin akan dilakukan oleh Xylan pun memanggil, “Yang Mulia.”Xylan sedikit agak tersentak ketika mendengar namanya dipanggil oleh James.Pria muda itu pun menoleh ke arah James, tapi masih belum membuka mulut.Di saat seperti itu, James Gardner telah yakin bila Xylan akan mengubah keputusan yang baru saja mereka bicarakan itu.Namun, tiba-tiba dia melihat Xylan tersenyum kepadanya. Hal itu tentu saja membuat James mengedipkan mata lantaran bingung.Akan tetapi, hanya dalam hitungan detik, kebingungannya pun terjawab. Dia mendengar Xylan berkata, “Jenderal Gardner, apa yang kau katakan memang benar. Semuanya benar. Aku … mungkin akan mendapatkan pertentangan karena memilih Gary Davis sebagai penasihat raja.”Dia manggut-manggut. James segera mendapatkan sebuah firasat buruk yang tidak ingin dia bayangkan.“Tapi, Jenderal Gard
“Iya, benar. Asisten pribadiku yang … sekarang ini berada di luar pintu kediaman ayahku,” jawab Xylan, terlihat tidak merasa ada yang aneh dengan jawabannya.James masih terlalu kaget hingga dia sampai terdiam, bingung apa yang harus dia katakan untuk menanggapi penjelasan Xylan.“Kenapa, Jenderal Gardner?” Xylan bertanya karena dia melihat James yang tidak kunjung berbicara.James membasahi bibir bawahnya, masih berpikir untuk menyusun kata-kata yang tepat.Namun, Xylan tidak sabar menunggunya sehingga dia berbicara lagi, “Jenderal Gardner, aku tahu apa yang sedang kau pikirkan.”James mengedipkan matanya, tampak terpana.Xylan menghela napas panjang, “Ini pasti status Gary Davis yang merupakan asisten pribadiku, bukan?”Mata James melebar sedikit hingga dia kemudian menatap sang putra mahkota dengan tatapan heran.Itu yang aku maksud, mengapa kau bisa berpikir menjadikan seorang asisten pribadi sebagai seorang penasihat raja? Apakah kau … sudah kehilangan akal, Yang Mulia? James mem
“Katakan pada saya, agar saya bisa melakukan apa yang seharusnya saya lakukan, Yang Mulia,” James menambahkan.Xylan membalas tatapan sang jenderal perang dengan tatapan yang terlihat begitu sangat serius. Pria muda yang semula telah menetapkan salah satu keputusan besar itu pun akhirnya membuka mulut, “Ini berkaitan dengan … penentuan pejabat istana baru setelah aku menjabat sebagai raja.”James terdiam sejenak, terlihat sedikit terkejut. Sebetulnya sangat wajar bila Xylan Wellington telah memikirkan mengenai pemerintahannya kelak. Akan tetapi, menurutnya saat itu adalah waktu yang kurang tepat.Ayahnya bahkan belum dimakamkan. Mengapa dia sudah berpikir hal lain? Tidakkah dia masih bersedih? James berpikir.Xylan berdeham kecil hingga membuat James menatapnya dengan tatapan aneh. Lantaran tidak mau James berpikir aneh tentangnya atau bahkan malah salah paham terhadapnya, Xylan buru-buru menjelaskan, “Jenderal Gardner, ini tidak seperti apa yang sedang kau pikirkan.”James tidak la
Tetapi, sebelum James Gardner bisa berpikir lebih lanjut mengenai hal itu, Monica Wilhelm, sang ratu yang baru saja kehilangan suaminya itu berkata, “Sudahlah, tidak perlu diperpanjang lagi.”Setelahnya, Monica memutar tubuhnya dan menghadap para pejabat istana yang masih berada di istana. Dia menghela napas pelan sebelum berujar, “Seperti yang aku inginkan tadi, apa kalian bersedia membiarkan kami meratapi kepergian raja kalian sebelum kita menyelenggarakan upacara kematian untuknya?”Tanpa ragu semua pejabat istana itu kompak menjawab, “Iya, Yang Mulia.”Satu per satu pejabat istana itu pun meninggalkan area kediaman raja hingga benar-benar hanya menyisakan para prajurit khusus yang melindungi raja, ratu, putri dan putra mahkota. Sementara itu, beberapa anak buah James Gardner juga tetap berada di daerah tersebut sesuai perintah James. “Jenderal Gardner, mohon bantuannya,” kata Monica. James mengangguk dan segera melakukan tugasnya sebagai jenderal perang kerajaan itu untuk menyi
“Ah, kalau kau tidak siap melepas jabatan penting itu, bukankah kau seharusnya berhati-hati ketika berbicara, Perdana Menteri? Ingatlah, yang kau bicarakan itu bukanlah hal yang pantas,” kata James dengan nada tajam.Siapapun yang mendengar suara James yang penuh ancaman itu pastilah akan takut.Dan tidak disangka-sangka, ancaman James Gardner ternyata berhasil membungkam si tua Philip. Philip tak lagi berani berbicara dan hanya diam saja. Tetapi, tatapannya yang penuh kekesalan itu masih bisa dilihat oleh James.Tentu saja, kau pasti sangat kesal padaku, Perdana Menteri. Namun, kau sudah pasti tidak mau kehilangan jabatanmu hanya karena tuduhan konyol itu, James membatin.Hal tersebut membuat Monica Wilhelm dan kedua anak-anaknya merasa sedikit lebih tenang.“Y-Yang Mulia, saya … saya ….” Philip berusaha berbicara lagi, tapi kegugupannya terlihat sangat jelas sehingga James pun tahu orang tua itu tidak mungkin berani berkata hal ngawur lagi. James pun segera menanggapi, “Kenapa, Per
Philip Crawford terbatuk-batuk begitu mendengar perkataan James Gardner.James menaikkan alis kanan, tampak menanti penjelasan Philip.Philip pun berdeham kecil dan membalas tanpa berani melihat ke arah James, “Bukan saya yang menuduh Anda, Jenderal Gardner. Hanya saja … seluruh penghuni Kerajaan Ans De Lou membicarakan hal ini. Anggap saja saya hanya menyampaikan apa yang sedang dipikirkan oleh mereka.”James tertawa pelan, membuat Philip seketika menoleh ke arah dirinya. Begitu juga dengan Monica dan kedua anaknya yang tampak terkejut melihat reaksi sang jenderal perang.“A-apa yang lucu dari perkataan saya sampai Anda tertawa, Jenderal Gardner?” Philip berkata dengan nada tersinggung.James menghentikan tawanya dan mendesah pelan sebelum berkata, “Tidak ada yang lucu. Hanya saja aku merasa kau sangat pengecut sekali, Perdana Menteri.”“Pe-pengecut? Apa maksudmu, Jenderal?” Philip membelalakkan mata, jelas semakin tersinggung.“Benar. Tentu saja kau hanyalah seorang pengecut. Kau m