"Menyumpahimu? Untuk apa? Tanpa aku menyumpahimu pun kau juga bisa mati," jawab Greg dengan begitu santainya tanpa terlihat ada beban sama sekali.Si penembak jitu tersebut hampir saja akan mengajak Greg berkelahi tetapi dia memperingatkan dirinya sendiri bila saat ini mereka sedang berada di medan perang sehingga mau tidak mau dia harus menahan diri."Setelah perang ini berakhir, aku bersumpah akan memberimu pelajaran yang tidak akan pernah kau lupakan seumur hidupmu," ucap si penembak jitu yang tidak diketahui namanya oleh Greg.Greg membalas sinis, "Boleh saja. Tapi itu pun jika kau masih hidup.""Kau-"Kata-kata umpatan yang ingin sekali dilontarkan oleh si penembak jitu itu tak jadi dia keluarkan dari mulutnya setelah melihat Steven melotot marah kepadanya.Tentu dia tidak ingin membuat wakil jenderal perang itu marah kepadanya dan malah melemparnya keluar barisan.Dia masih ingin hidup dan memenangkan perang itu lalu memamerkannya pada si brengsek Greg.Sedangkan sekarang di bar
Steven hampir saja akan membalas perkataan Greg yang menurutnya begitu sangat kurang ajar itu, tetapi Greg tidak membiarkan hal itu terjadi karena anak buahnya itu sudah pergi terlebih dahulu sebelum dia sempat membalas."Bajingan kecil itu!" umpat Steven begitu jengkel.Dia tentu saja tak mau menyusul meskipun saat ini beberapa anak buahnya telah memandangnya dengan tatapan penuh tanya.Dia berusaha membutakan matanya seolah dia tak melihat ekspresi-ekspresi yang memperlihatkan ekspresi kecewa terhadapnya.Sungguh dia masih menyayangi nyawanya sehingga tak mau mati konyol hanya karena berlagak menjadi seorang pahlawan di dalam medan perang itu.Tentu dia tidak membutuhkan pujian ataupun penghargaan apapun dari siapapun.Yang dia butuhkan saat ini adalah bisa selamat dari perang itu dan kembali ke kerajaan tanpa kurang apapun.Sayangnya, dia ternyata tak bisa begitu saja berdiam diri di sana karena lama-kelamaan beberapa prajurit bahkan mulai berani berbicara dengannya."Tuan, apakah
Tersadar Bill menunggu jawabannya dan saat ini mereka sedang berada di tengah-tengah medan perang, Steven pun tidak mau membuang waktu lagi dan dengan cepat berkata, "Saya siap, Jenderal."Bill tersenyum lega dan kemudian mulai memerintah, "Kemarilah!"Steven tidak bertanya dan langsung saja mengikuti perintah dari sang jenderal perang terkuat itu.Bill lalu mulai menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan oleh Steven dan menuntunnya untuk berperang bersamanya.Bill dengan begitu tangkas bekerja sama bersama dengan Steven hingga pria itu juga bisa merasakan kehebatan Bill yang luar biasa.Tidak hanya serangan William Mackenzie yang sangat akurat tetapi juga bagaimana pria itu melindungi orang-orang di sekitarnya.Penguasaan senjata serta kecepatan yang dimiliki oleh Bill menjadi salah satu kekuatan terbesar yang dimilikinya Selain itu, setiap keputusan yang dibuat selalu tepat dan tidak pernah gagal sampai-sampai Steven melongo setiap Bill berhasil membuat pasukan musuh mereka itu
Sang pemimpin pasukan lawan itu pun seketika merasa sedikit aneh.Dia pikir orang di depannya itu akan dengan mudah dia serang mentalnya tetapi nyatanya Jody Gardner masih tampak begitu tenang dan serangannya pun juga masih terbilang cukup akurat.Kenyataan terpampang begitu jelas itu pun semakin menguatkan duganya bila orang-orang dari kerajaan Ans De Lou memang tak bisa diremehkan.Sang pemimpin perang dari pasukan lawan tersebut mundur beberapa langkah hingga salah satu anak buahnya bertanya kepadanya, "Ketua, apa ini sebenarnya terjadi?""Kenapa dia sama sekali tidak terganggu? Bukankah menurut sumber informasi yang baru saja kita dapatkan orang yang memimpin perang ini termasuk memiliki temperamen yang sangat buruk?""Benar, Tuan. Namun, apa yang kita lihat sekarang ini jelaskan berbeda jauh. Dia tampak begitu tenang meskipun kita provokasi," sambung yang lainnya.Sang pemimpin yang memiliki nama Geraldi Jones itu juga tidak mengerti jawaban atas pertanyaan yang begitu mengganggu
Steven tidak lagi membantah dan segera saja membawa para pasukan mereka untuk segera kembali ke Kerajaan Ans De Lou.Di tengah perjalanan, dia tidak berbicara sedikitpun dan hanya terdiam saja.Sementara itu, beberapa pasukannya terlihat mulai berbicara di bagian belakang saat melihat wajah sang jenderal perang terhebat itu luar biasa tidak sedap dipandang.Mereka hanya berani berbisik-bisik karena tidak ingin membuat pemilik julukan Dewa Maut itu tersinggung atas ucapan mereka."Apa Jenderal Mackenzie marah pada kita?" tanya seseorang pada temannya."Tidak mungkin. Mengapa dia marah pada kita? Tidak ada alasan apapun baginya bisa marah pada kita.""Kau benar. Kita bahkan selalu menurut kepadanya dan walaupun sebagian dari kita tadinya sempat tidak menurut namun pada akhirnya kita kembali menurut kepadanya."Seorang lainnya juga ikut menanggapi, "Kita sudah melakukan apa saja yang dia perintahkan.""Kurasa dia bukan marah pada kita tapi ...."Perkataan salah satu pasukan yang terbilan
Greg yang mendengarkan penjelasan dari Knox itu sungguh ingin menertawakan pria itu.Dia ingin sekali membuat mata Knox semakin melebar setelah benar-benar mengetahui kehebatan dari sang jenderal perang.Sayangnya, mereka saat ini masih berada di dalam pesawat sehingga Greg harus berusaha keras untuk menahan dirinya.Akan tetapi, seseorang yang tidak jauh dari tempat duduk Knox itu berkata, "Makanya jangan pernah sekalipun kau meragukan seseorang yang bahkan kau tidak tahu seperti apa dirinya. Sebab, bisa jadi suatu ketika kau mungkin sangat mengaguminya."Knox tertohok. "Semua yang aku lakukan itu sangat wajar, apalagi dulunya beliau juga sudah pernah berhenti sementara menjadi prajurit. Siapa yang akan menyangka bila ternyata kekuatannya tetaplah seperti dulu dan bisa dikatakan malah jauh lebih meningkat daripada sebelumnya?"Knox memandang sekeliling dan melihat reaksi pasukan lain tetapi sepertinya mereka tidak benar-benar menganggapnya serius sehingga mau tidak mau dia menelan k
Keannu Wellington tidak bisa lagi menahan rasa jengkelnya pada jenderal perang yang dulunya merupakan salah satu prajurit kesayangan ayahnya.Tetapi dia merasa begitu lega karena pria itu menemuinya di tengah malam sehingga dia tak perlu harus menanggung malu di depan para pejabat istana.Andai saya pria itu menemuinya di siang hari maka sudah pasti dia tak akan sanggup mengangkat muka di depan para pejabat istana lagi.Bukan hanya satu kali atau dua kali William Mackenzie telah mempermalukan dirinya.Hal itu pula yang membuatnya ingin sekali menghancurkan pria itu. Meskipun dia juga paham bila dia sampai kehilangan jenderal besar itu maka dirinya akan rugi besar.Bila tak ada orang sekuat William Mackenzie sebagai pelindung negerinya, bukan tidak mungkin kerajaan tercintanya itu akan diserang habis-habisan oleh kerajaan-kerajaan musuh yang telah dia taklukkan."Yang Mulia, perintah Anda sedang ditunggu," ucap Bill yang segera menyadarkan sang raja dari lamunan singkatnya.Keannu meng
Steven tidak membalas tetapi malah semakin tertawa terpingkal-pingkal dan hal ini membuat Greg semakin jengkel kepada wakil jenderal perang itu.Namun, karena dirinya memang tidak bisa memaksa Steven untuk menjelaskan lebih lanjut maka ia pun hanya bisa menunggu dengan pasrah."Dasar bodoh! Siapa yang berniat untuk menghukummu?" ucap Steven setelah tawanya mereda.Sungguh dia tidak pernah berpikir bila anak buahnya akan bertingkah bodoh semacam itu.Greg sama sekali tidak marah ketika dimaki-maki seperti itu, justru dia malah semakin penasaran akan perkataan Steven yang sebelumnya.Namun, kini Steven sebenarnya juga tidak bisa menyalahkan anak buahnya itu lantaran tindakan-tindakan yang dilakukan oleh William Mackenzie memanglah selalu di luar dugaan.Bahkan, dirinya juga diliputi oleh keterkejutan dan kebingungan yang hampir membuatnya tidak bisa berkata-kata."Tuan, tapi Anda tadi-""Astaga, kurasa penyeleksian prajurit istana seharusnya lebih diperketat. Tidak hanya melalui tes fis
Bukannya menjawab pertanyaan James Gardner, Xylan Wellington malah berkata, “Aku … aku tahu apa yang sedang ingin kau katakan, Jenderal Gardner.”Baguslah, jadi apa jawabannya? Reiner membatin, mulai merasa malas.James menaikkan alis, “Iya, Yang Mulia?”Xylan mendesah pelan, lalu memejamkan mata selama beberapa detik. Setelah berhasil menguasai dirinya lagi dia pun menjawab, “Ini kelalaianku, Jenderal Gardner.”“Kelalaian? Soal apa, Yang Mulia?” James bertanya, terdengar meminta jawaban yang lebih jelas.“Kakak perempuanku. Aku … tahu dia sudah berbuat salah,” kata Xylan pelan.Sang raja muda itu menundukkan kepala selama beberapa detik, sementara James masih terdiam, menunggu dia berbicara lagi.Dan tanpa James mendesaknya, Xylan berujar, “Sesungguhnya aku sudah memperhatikan ada sesuatu yang aneh tentang dia. Ini … bahkan, sebelum kau berangkat mencari kakak iparku lagi, Jenderal Gardner.”Mata James melebar seketika, tapi dia masih menahan diri untuk berkomentar.Xylan berdehem pe
Mendengar pertanyaan sang jenderal perang baru itu, Xylan Wellington seketika tertawa canggung.Tawa itu sungguh tidak lepas, bahkan malah terdengar aneh sehingga membuat siapapun yang mendengar tawa sang raja muda itu menjadi bingung.Reiner pun menatap Xylan dengan tatapan aneh sedangkan James malah tidak berkedip. Sorot matanya menunjukkan sebuah tuntutan.Tuntutan mengenai penjelasan dari Xylan berkaitan apa yang baru saja dikatakan oleh dirinya.Ketika melihat sorot penuh tanya yang mendesak itu akhirnya Xylan menghentikan tawanya. Dia berdeham pelan sebelum kemudian berkata, “Hm … aku tahu dari prajurit utama.”“Prajurit utama?” ulang James seraya mengernyitkan dahi.Xylan menelan ludah dan tersenyum kikuk, “Prajurit istana raja, Jenderal Gardner.”Oh, sesungguhnya bukan itu yang dimaksud oleh James. Dia tanpa bertanya pun juga tahu jika prajurit utama adalah prajurit istana yang
James Gardner malah hanya terdiam, tidak memberikan jawaban yang jelas pada pertanyaan Reiner.Sebuah kecemasan langsung mendera sang komandan perang darat. Tidak mau diabaikan oleh james, maka Reiner kembali bertanya, “James, katakan padaku. Apa kau akan tetap tinggal di istana? Kau tidak akan pergi kan?”Dia menatap James yang sedang menatap ke arah luar jendela mobil dengan cemas. Tetapi, setelah dia cukup bersabar menunggu dia akhirnya mendengar James menjawab, “Aku tidak tahu.”Hati Reiner seperti dihantam oleh batu seketika.“Jadi … kau akan pergi?” pria itu bertanya dengan nada terdengar kecewa.“Tergantung.”Reiner yang masih menatap James pun menaikkan alis, tampak bingung, “Tergantung pada apa?”James mendesah pelan, “Tergantung pada jawaban Raja Xylan.”Reiner semakin kebingungan. Namun, dia tidak memiliki waktu untuk bertanya lebih lanjut lantaran mobil yang mereka naiki telah memasuki gerbang utama istana Kerajaan Ans De Lou. Meskipun begitu, Reiner tetap tidak mau menye
Pada awalnya Michelle Veren tidak memahami apa yang ditanyakan oleh James Gardner. Namun, ketika dia melihat air muka sang jenderal, dia langsung tahu yang dimaksud tentu saja waktu tentang kepergian tiga orang yang sedang mereka cari.Sehingga, sang pemilik butik Veren itu pun menjawab, “Sekitar satu jam yang lalu, Jenderal Gardner.”Mendengar jawaban itu, Reiner langsung lemas. Tapi, itu berbanding terbalik dengan James yang malah penuh semangat. Hal tersebut bisa terlihat dari James yang malah berkata, “Ayo, Rei. Kita kejar dia.”Reiner menatap sedih ke arah sahabat baiknya itu dan membalas, “Tidak akan terkejar, James. Itu sudah terlalu lama.”James malah tidak mendengarkan ucapan Reiner dan memerintah beberapa anak buahnya, “Siapkan mobil, kita kejar mereka.”“James,” Reiner memanggil pelan.James mengabaikan panggilan itu dan tetap berkata pada anak buahnya yang masih diam menunggu, “Cari tahu melalui CCTV saat ini mereka sudah berada di daerah mana. Mereka … pasti terlihat ji
Sayangnya semuanya itu telah terlambat disadari oleh gadis muda itu. Semua perkataan dari gadis bernama Alice Porter itu jelas-jelas didengar oleh Reiner Anderson dan James Gardner.Dengan raut wajah menggelap James pun berkata, “Nona, kau-”“Tidak, tidak. Aku hanya salah berbicara, aku … aku tidak tahu apapun. Kalian salah dengar,” kata Alice yang wajahnya kian memucat. Apalagi ketika dia melihat bagaimana aura James Gardner, sang jenderal perang yang menakutkan itu, dia semakin kesulitan untuk bernapas.Reiner pun juga sudah tidak bisa menahan diri sehingga berkata dengan nada jengkel, “Katakan apa saja yang kau ketahui atau kau … akan tahu betapa mengerikannya jika kau berhadapan dengan kami berdua.”“Aku tidak peduli kau itu seorang wanita. Aku masih bisa mencarikan sebuah hukuman yang pantas diterima olehmu,” lanjut Reiner dengan dingin.Alice menelan ludah dengan kasar. Tentu gadis muda itu sangat kebingungan. Terlebih lagi, saat itu tidak ada yang mencoba membantu dirinya sam
Pertanyaan James tersebut seketika membuat Reiner terdiam selama beberapa saat. Dia terpaku menatap ke arah butik itu dengan air muka bingung.Sementara James tidak ingin membuang waktu lebih banyak sehingga tanpa kata dia berjalan cepat menuju ke arah butik yang dimiliki oleh Michelle Veren, seorang desainer wanita berusia empat puluh tahun yang cukup terkenal di negara itu.Reiner pun tidak hanya bengong dan berdiam diri, meratapi ketidaktelitiannya. Dia mengikuti James dengan berlari-lari kecil tepat di belakang James tanpa kata.Begitu James lebih cepat darinya mencapai pintu, dia langsung melihat dua penjaga butik yang membukakan pintu itu untuk mereka.“Ada yang bisa saya bantu?” salah satu penjaga butik itu bertanya pada James.“Saya mencari Putri Rowena. Di mana dia sekarang?” James balik bertanya tanpa basa-basi seraya mengedarkan dua matanya ke segala penjuru lantai satu butik itu.Meskipun saat itu ada sebuah rasa curiga yang mencuat di dalam kepala James, pria muda itu leb
Reiner tidak kunjung menjawab pertanyaan James. Dia malah menampilkan ekspresi wajah yang terlihat ragu-ragu sekaligus bingung.Tentu saja hal itu membuat James menjadi semakin kesal. “Ayolah, katakan cepat! Apa yang aneh dari Putri Rowena?” desak James dengan tidak sabar.Reiner menelan ludah dan menggaruk telinganya sebelum menjawab, “Yah, aku tidak yakin apa ini memang aneh buatmu. Tapi … menurutku ini sangat aneh.”James menggertakkan giginya lantaran semakin jengkel dan tidak sabar.Beruntunglah, dia tidak perlu bertanya lagi karena Reiner menambahkan, “Jadi, menurut laporan dia pergi ke luar istana.”Mendengar jawaban Reiner, James sontak mendengus kasar. “Apa yang aneh dari hal itu? Setahuku dia memang sering pergi ke luar istana.”Reiner mendesah pelan, “Memang. Tapi, kali ini … beberapa jam yang lalu, dia pergi tanpa pengawal. Dan dia … pergi membawa putra mereka, Pangeran Kharel.”Seketika James melotot kaget, “Apa? Kau … yakin?”“Iya, James. Dan-”“Bagaimana mungkin? Raja
Gary Davis tidak menjawab pertanyaan Xylan. Dia hanya memasang ekspresi memelas. Hal itu seketika menimbulkan rasa bersalah pada diri Xylan Wellington.Oh, tidak. Apa yang sudah aku lakukan? Apa … aku sudah berlebihan karena telah menaruh curiga pada asisten pribadiku sendiri? Xylan membatin seraya menatap wajah polos Gary.Sang raja muda itu mendesah pelan. Dia pun kembali berpikir keras. Dia mencoba mengingat segala hal tentang Gary. Dia tidak pernah membuat kesalahan, tak sekalipun. Dia juga tidak pernah melakukan hal yang mencurigakan selama ini. Astaga, apa aku sudah salah mencurigai seseorang? pikir Xylan.Akan tetapi, dia menggelengkan kepalanya dengan cepat saat dia menyadari sesuatu.Tapi, tunggu dulu. James Gardnerlah yang mencurigai dia. Dia tidak mungkin berbicara sembarangan. Kalau tidak, tidak mungkin dia bisa terpilih menjadi wakil jenderal perang. Instingnya pasti sangat kuat sehingga dia memiliki kecurigaan pada Gary Davis, Xylan berpikir serius.Dia lalu menatap k
Ben tidak tahu bagaimana dia harus menanggapi perkataan temannya itu, tapi yang bisa dia lakukan hanyalah pergi mendekati James lalu menepuk punggungnya dengan perlahan berulang kali dengan tujuan menenangkan sang sahabat.“Dia benar-benar tidak akan kembali, Ben.”“Tidak. Itu hanya-”“Dia tidak akan memberi pesan semacam itu jika dia tidak serius dengan ucapannya,” James memotong ucapan Ben.Ben mendesah pelan, “James, yang aku maksud adalah … dia mungkin tidak ingin dicari lagi karena dia ingin pulang sendiri ke istana.”Perkataan Ben tersebut membuat James yang semula begitu sangat kalut menegakkan punggungnya. Jenderal perang itu kemudian menoleh ke arah Ben dan menanggapi, “Apa maksudmu?”Ben sebetulnya tidak yakin atas apa yang dia pikirkan tapi dia tetap menyampaikan buah pikirnya itu, “Menurutku … dia hanya mau pulang sendiri.”James terdiam, berusaha mencerna ucapan temannya.“Begini saja … bagaimana kalau kita pulang saja ke istana, siapa yang tahu kalau mungkin Riley benar-