Share

BAB 2. Huru hara mulai terjadi

Penulis: Enik Wahyuni
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-24 06:21:34

    Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku

Bab : 2

Oleh: Enik Wahyuni

Sungguh sial diriku hari ini, datang ke kantor kesiangan, ditambah lagi perut keroncongan karena tak sarapan. Akhirnya kerjaan banyak terbengkalai. Ah, ini semua gara-gara Salma.

"Bro, kusut amat, tumben," tanya Aldo, teman kantorku.

Aku hanya mencebikkan mulutku, sungguh, rasa lapar mendera membuatku tidak fokus untuk bekerja hari ini. Hingga jam istirahat berlangsung, aku masih berkutat dengan kerjaan yang tak ada habisnya.

"Udah, istirahat dulu, yuk, kita makan dulu, nanti aku yang traktir," tawar Aldo.

Serasa mendapat angin segar, aku langsung menyetujui ajakan Aldo. Rejeki tak boleh ditolak bukan? Ah, Aldo dari dulu memang sahabat paling pengertian.

"Kamu lagi berantem sama istrimu?" ucap Aldo yang seakan tahu apa yang kuhadapi saat ini.

"Lagi kesel sama Salma, gak tahu kenapa hari ini nyebelin banget," ucapku.

"Padahal setahuku Salma itu istri yang baik, nggak banyak menuntut, mungkin kamu kali yang nyebelin?" ujar Aldo memojokkanku.

"Baik darimana, pagi-pagi udah bikin huru hara, minta sarapan malah nge prank, kan gila. Masa aku disuruh minta sarapan sama Ibuku di kampung, gila gak tuh," ucapku menyampaikan sikap Salma tadi pagi.

"Ha ha ha ha … parah lo bro, parah beneran. Kok sampai Salma begitu, emang gak dinafkahin sama lo, bro," 

"Ya dinafkahin lah, cuma kemaren aku pinjam lagi, eh, malah Ibuku di kampung nelpon katanya butuh uang, yaudah aku kirimin,"

"Kamu ngirimin jatah punya bini lo?" tanya Aldo. Dan kujawab dengan anggukan.

Memang begitulah kenyataannya, aku meminjam uang nafkah Salma yang tak seberapa itu, kemudian mengirimkan uangnya kepada ibu di kampung. Sungguh, jika dihadapkan dengan rengekan Ibu yang selalu butuh uang, aku pun tak kuasa untuk menolak.

Sehingga Salma pun akhirnya marah, aku juga tak begitu memperdulikannya. Sudah biasa seperti itu, nanti juga biasa lagi. Mana bisa dia jauh dariku. 

"Kalau biniku, mungkin aku udah gak dibukain pintu masuk rumah," ucap Aldo.

"Lah, memangnya kenapa? Ibu itu harus yang utama, bro, kita sukses kan berkat usaha dan doa Ibu," ujarku kepada Aldo. 

"Lah, yaudah kawin aja sendiri ma Ibu lo, jangan ngawinin anak orang kalau dibuat sengsara," ujar Aldo sambil berlalu pergi.

Ah, Aldo kadang selucu itu. Memang kalau kita gak tegas dari awal, nantinya bakal ngelunjak. Udahlah nanti istri gak nurut sama kita, Ibu pun juga pasti marah. 

Mungkin dia lupa kalau surga kita berada dibawah kaki Ibu. Sampai kapanpun, kita dituntut untuk berbakti sama Ibu bukan? Sedangkan istri membantu suaminya untuk berbakti. Ah, Salma, nanti akan kuajari pelan-pelan caranya mencintai Ibu ku sepenuh hati. 

Disaat sedang berkutat dengan pekerjaan, tiba-tiba gawaiku berbunyi, saat kulihat ternyata Ibu yang menelpon.

"Halo, Rama, ini Ibu sama Fera lagi di stasiun, Ibu mau kerumah ya," ujar Ibu di seberang sana.

"Tapi Rama nggak bisa jemput, Bu, Rama masih kerja, Ibu gapapa kesini sendiri ya," ucapku kepada Ibu.

"Nggak apa-apa, Salma ada kan, bilang sama istrimu suruh masakin kita yang enak, yaudah Ibu mau jalan dulu."

Ibu dan adikku mau kesini, antara senang dan sedih sebenarnya. Senang karena rumah pasti ramai kedatangan keluarga dari kampung. Sedih karena sekarang aku sudah tak pegang uang lagi. Tidak ada jalan lain, aku pun mengajukan pinjaman kepada bos, agar uangnya nanti segera cair.

-------------------

Setelah sampai dirumah aku dikagetkan dengan kehadiran Ibu dan juga adikku, Fera. Mereka nampak asyik bercanda ria di depan TV dengan aneka cemilan yang berserakan dimana-mana.

Mataku mengelilingi pandangan, mencari sosok yang tak nampak hari ini. Dimana Salma? Lantas aku menuju ke kamar, dimana tempat itu adalah tempat terfavoritnya.

"Istrimu itu kurang ajar sekali memang, Ibu dan Fera baru datang bukannya dimasakin malah dikamar terus, gak sopan memang," ujar Ibu.

Benarkah Salma seperti itu, keterlaluan sekali dia. Ada Ibu bukannya disambut malah ditinggal dikamar terus.

"Bentar ya, Bu, coba aku ngomong dulu sama Salma," ujarku kepada Ibu. Kasihan sekali, Ibu baru datang sudah mendapat perlakuan tak enak dari Salma.

"Sal, itu ada Ibu, masa kamu dikamar terus, nggak enak lah Sal, kan ada Fera juga," ujarku agar Salma paham.

"Mas, tadi Vino ngerebutin mainan Sania, yaudah Sania aku bawa ke kamar aja biar gak nangis," ujar Salma.

"Ya, namanya juga anak kecil, Sal, ajarin lah Sania biar mengalah dulu sama Vino, mereka tamu Sal, jadi sebisa mungkin kita menghargai mereka," ujarku pada Salma.

"Ya lihat-lihat dulu lah, Mas, tamunya kayak gimana? Kalau aku harus selalu mengalah ya, kasian Sania kalau begitu," ujar Salma.

"Terserahlah, Mas capek, mau istirahat." ucapku sambil berlalu meninggalkan Salma.

Aku pergi ke ruang depan menemui Ibu dan Fera, rupanya mereka mendengarkan percakapanku dan Salma. 

"Istrimu itu memang gak ngerti sopan santun sama orang tua, ini mertua datang dari jauh malah disuruh masak sendiri. Aku dan Fera lo, tadi masak mie instan di dapur, masak sendiri lagi," ucap Ibu membuatku menoleh seketika.

"Iya, kita kan tamu ya, Bu, bukannya dilayanin malah ditinggal tidur, bener-bener ipar gak ada akhlak," oceh Fera memonyongkan bibirnya.

"Tadi Sania habis nangis, katanya rebutan mainan sama Vino?" tanyaku kepada Fera.

"Iya tapi Sania yang harus ngalah lah, dia kan udah tiap hari pegang mainan disini, sedangkan Vino kan baru, jadi ya nunggu Vino bosen dulu baru dikasihkan ke Sania." ujar Fera juga tak mau kalah.

Sungguh, rasanya kepalaku seperti nyut-nyutan. Berharap pulang kerja mendapatkan ketenangan dan istirahat dengan nyaman. Tapi mendapat segudang masalah dirumah.

Rumah yang berantakan seperti kapal pecah karena mainan berhamburan, juga suara yang bising memekakan telinga membuatku susah beristirahat.

Ibu dan Fera masih asyik bercengkrama sambil nonton TV ditambah dengan Vino yang mengacak semua mainan Sania, membuatku pusing setengah mati. 

Aku pun pergi ke kamar menyusul Salma untuk beristirahat. Salma dan Sania sudah mendengkur dengan halusnya. Tanpa berpikir lagi aku merebahkan diri di samping mereka. Rasa lelah yang mendera membuatku ingin sekali pergi ke alam mimpi.

Ke alam mimpi? Ah, kadang memang selebai itu diriku. Mereka kan keluargaku yang ingin menemaniku disini. Harusnya aku senang mereka ada disini. Juga Salma, harusnya juga senang akan ada yang membantu membereskan rumah nantinya. Aku tersenyum sendiri dengan pikiranku, udahlah yang penting sekarang aku ingin istirahat dulu. 

Prang …!

Suara pecahan piring menggema ke seluruh ruangan, sehingga aku pun terbangun dari tidurku. 

Shit! Baru saja mau memejamkan mata, nampak Salma juga ikut terbangun mendengar suara kegaduhan di rumah ini. Aku pun berinisiatif untuk melihat apa yang terjadi. Dan sungguh, aku sangat tercengang melihat apa yang ada di depan mataku.

*********

Bab terkait

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 3. Boneka kaca itu.

    Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik IbukuBab : 3Oleh: Enik wahyuniDan sungguh, aku tercengang melihat apa yang ada di depan mataku. Nampak boneka kaca punya Sania pecah berhamburan di lantai. Bagaimana Vino bisa mengambilnya? Sedangkan Salma selalu rapi menyimpan barang yang gampang pecah, apalagi ini, boneka kaca yang dulu Salma beli sewaktu kita jalan-jalan di kota."Fera, ini kok bisa Vino mainin boneka ini? Ini kan tempatnya di dalem lemari, kok bisa sampe pecah?" tanyaku kepada Fera."Iya tadi Vino minta diambilin boneka itu, yaudah aku ambilin aja, eh malah pecah," ucapnya tanpa merasa bersalah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 4. Makan sama kerupuk?

    Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik IbukuBab : 4Oleh : Enik WahyuniMentari sudah menunjukan sinarnya, tampak silau dari arah jendela. Mataku mengerjap beberapa kali untuk menetralkan keadaan, lagi-lagi aku kesiangan dan melewatkan sholat subuh. Kulihat Sania masih tertidur pulas, namun aku tak mendapati Salma di kamar ini. Ah, Salmaku itu pasti sedang berada di dapur.Saat kaki ini melangkah ke ruang tengah, nampak sekali masih sepi. Ku tengok kamar Ibu dan Fera, mereka masih mendengkur dengan halusnya. Entah tidur jam berapa mereka semalam, sehingga sekarang aku masih mendapati mereka tertidur pulas.Mataku memandang sekeliling, mencari Sal

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 5. Hukuman pekerjaan

    Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik IbukuBab : 5Oleh : Enik Wahyuni"Salma! Minta maaf sama Ibu, sekarang!"Kulihat Salma hanya mencebikan mulutnya, melihat ekspresinya seperti itu jadi makin kesal saja rasanya. Bukannya minta maaf sama Ibu, malah mencelos. Hati nurani kamu dimana Salma, sama orang tua kok gak ada sopan-sopannya."Ada apa sih, Bu," tanya Fera yang ternyata baru bangun. Astaga, jam segini adikku baru bangun, semakin pusing saja rasanya melihat keadaan ini."Mama, Vino laper, Mah," ucap Vino sambil bergelayut di tangan Fera.

    Terakhir Diperbarui : 2021-09-24
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   Fera kenapa?

    Bab : 6Duh, ini pasti gara-gara Salma yang gak masak di rumah, sehingga mereka makan diluar. Seketika nafasku terasa sesak, mereka yang pergi makan tapi aku yang mendadak pusing, entah apa yang kupikirkan.Dengan berjalan gontai aku menuju kantin dekat kantor. Makan pun rasanya jadi pahit. Kok pahit sih? Ah, kenapa aku jadi selebai ini? Harusnya aku senang melihat Ibu dan juga Fera bersenang-senang di luaran sana.Ah, aneh lama-lama aku ini, mikir apa sih. "Emang kamu kerja kan buat membahagiakan Ibumu kan, Rama, terus apa yang kamu bingungkan, uang kan masih bisa dicari, semangat lah!" Aku membatin menyemangati diriku sendiri.Tiba-tiba aku teringat Salma, harusnya Salma bantuin aku

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   POV SALMA

    Bab : 7POV SALMA"Auuu … sakit, Bu," ucap Fera yang baru pulang. Tiba-tiba jatuh terpeleset saat masuk ke dalam rumah.Setelah melihat statusnya di media sosial yang habis makan mewah di restoran, kini pulang membawa banyak barang belanjaan. Aku yang bingung mengatur uang belanja yang tak seberapa, mereka malah bersenang-senang di luar dengan memakai uang Mas Rama."Yaudah, bangun! Duh, kamu kok bisa jatuh gini sih," ujar Ibu sambil berusaha membangunkan Fera yang terjatuh. Kemudian merapikan barang-barangnya.Aku menahan tawa ketika melihat Fera jatuh karena terpeleset. Lagian, biasa slanang-slonong sih, jadi gak lihat kalau lantai masi

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 8. Bertemu Rani

    Bab : 8POV SALMA"Fera, bangun Nak, ayo, Ibu obatin dulu, sini Nak," Ibu tergopoh sambil menuntun Fera duduk di kursi. Lantas melirik sinis ke arahku.Aku tercengang, membeku. Melihat kejadian tadi yang begitu cepat."Hmmm … Ibu, sakit Bu, awas kamu Mbak, ini semua gara-gara kamu, aku aduin nanti sama Mas Rama! Sambil menangis Salma berucap."Biarin aja, Sal, habis ini telpon Mas mu aja, Mas mu harus tau kelakuan istrinya itu." Ibu berujar sembari membersihkan luka di kening Fera.Sudah pastilah aku yang disalahkan, padahal tadi adalah kecelakaan yang dibuat oleh sang Ibu tercin

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB : 9. Hati yang mulai panas

    Bab : 9POV SALMA"Ngelayap terus! jam segini baru pulang. Lihat tuh, Bu, mantu itu memang udah gak menghargai Mas Rama lagi. Suami lagi kerja, eh, ini istrinya pergi pergian terus," repet Fera yang sudah mulai menjadi kompor.Padahal jidatnya lagi diperban. Emang gak kapok apa? Baru sampai rumah udah disambut, perhatian sekali mereka denganku. Jadi terharu rasanya, terharu pengen nimpuk mulutnya Fera."Salma ini memang sudah tak cocok lagi jadi istrinya Mas mu, Fer. Lihatlah, Mas mu itu kerja dari pagi sampai sore malah istrinya kayak gini. Sukanya pergi-pergi terus ngabisin uangnya Mas mu doang. Sepertinya nanti Ibu harus ngomong sama Mas mu kalau uang bulanan Ibu saja yang pegang. Dipegang sama Salma

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12
  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 10. Fera menebar fitnah

    Bab : 10POV SALMA"Pasti sengaja, iya kan? Udahlah, sekarang aku minta uang buat makan. Salah sendiri tadi gak masak," ujar Fera sembari menadahkan tangannya kepadaku. Sungguh, aku heran, ada ya manusia model begini."Fer, sepertinya kamu harus keluar dulu deh. Aku mau istirahat dulu sama Sania. Lihat tuh, Sania udah ngantuk." ucapku sambil menggiring Fera keluar dari kamarku.Meladeni Fera, lama-lama aku ikutan stres seperti dia. Setelah mengunci kamar, aku langsung merebahkan diri untuk istirahat. Lelah sekali rasanya hari ini. Lebih tepatnya, lelah emosi juga jiwaku.Samar-samar kudengar suara Ibu dan Fera berdebat.

    Terakhir Diperbarui : 2021-10-12

Bab terbaru

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 154, ENDING SEASON 2.

    BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 153. SEASON 2

    BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 152 SEASON 2.

    BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 151 SEASON 2.

    BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 150. SEASON 2

    BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 149. SEASON 2

    BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 148. SEASON 2

    BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 147 SEASON 2

    BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su

  • Sampai Kapanpun, Aku Tetap Milik Ibuku   BAB 146. SEASON 2

    BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin

DMCA.com Protection Status