BAB : 125Setelah kepulangan Daffa dan Lean.***“Bi, Sumi ada nomor yang bisa dihubungi nggak kira-kira? Soalnya ponsel Daffa sendiri tidak bisa dihubungi, makanya sekarang saya bingung.” Keluh sang majikan, membuat Bi Nina semakin menundukkan pandangannya di depan sang Nyonya.“Sumi nggak megang HP, Nyah,” Jelas Bi Nina.“Oh, ya udah deh Bi.” Zeanna kembali berlalu meninggalkan Bi Nina yang masih diam terpaku.Bi Nina meremas dadanya pelan. Ia sangat khawatir sesuatu menimpa Sumi hingga menyebabkan ia belum pulang hingga saat ini.“Lindungi Sumi, ya Allah… semoga tak ada hal buruk yang menimpanya saat ini,” ujar Bi Nina dalam doanya, lantas ia melanjutkan aktivitas memasaknya. ***“Mas, aku takut Nyonya marah!” keluh Lean ketika mereka sudah berada di depan rumah. Lean menarik tangan Daffa karena belum siap untuk masuk ke dalam rumah. Daffa yang melihat raut wajah Lean pun mendesah pasrah. Ia pun menggandeng tangan Lean untuk mengajak masuk bersamanya.“Nanti biar aku yang menjelas
BAB : 126Antara Lean, Daffa, dan sang Mama.***Cinta kadang membuat kita kuat dengan masalah jika sedang merasa senang. Namun kadang bisa juga membuat seseorang terhanyut dan berlarut larut dalam kesedihan. Tak ubahnya dengan seorang Daffa yang kini sedang berbunga bunga, setelah mengalami rasa pahit hingga berlarut. ***“Kamu ke sini mau mencariku? Baru saja kita berpisah sebentar, kamu sudah kangen aja!” seloroh Daffa dengan mendekati perempuan yang masih berada di depan pintu.“Mas, tolong itu badanmu dikondisikan apa?” Lean menutup matanya. “Lean ke sini disuruh Bibi menaruh air minum di kamarmu!” pekiknya dengan mata yang masih tertutup, sedangkan satu tangannya memegang teko besar untuk persediaan di kamar majikan yang sekarang menjadi kekasihnya itu.Jantung Lean berdetak sangat cepat ketika Daffa semakin dekat ke arahnya. Tidak hanya itu, kondisi Daffa yang hanya menggunakan handuk terlilit di pusarnya tentu membuat pikiran Lean traveling entah ke mana. Apalagi badan Daffa
BAB : 127Ketika Zeanna mendengar kejujuran Daffa.***Ka-kamu, suka sama Sumi?” tanya Mamanya lirih. Suaranya pun terdengar berat, seperti ada nada keberatan di dalam sana.Daffa mengangguk. “Iya, Mah. aku mencintainya.” Jawab Daffa tanpa beban. “Bahkan aku berencana akan menikahinya setelah masalahnya selesai.” Zeanna tercengang, tak menyangka Daffa mengakuinya dengan semudah itu. Ia menelan ludah dengan susah payah, pun tangannya yang reflek memijat pelan pelipisnya. Zeanna menghela nafas panjang, lalu menghembuskan nafasnya kasar.“Kenapa harus Sumi, Daff? Banyak perempuan yang suka sama kamu, kan? Bahkan Kinara contohnya, dari segi penampilan dan kasta, kalian sebenarnya serasi.”“Oh, maksud Mama berarti mending Daffa menikah dengan perempuan yang menurut Mama serasi, namun jadi penjilat begitu?” tanya Daffa geram, tak mengerti dengan jalan pemikiran sang Mama.“Ya, nggak gitu Daff. Ma-maksud Mama ....”“Udah lah, Ma! Tak usah diperdebatkan lagi. Daffa juga nggak tau, kenapa hat
BAB : 128Rencana penyelidikan dimulai.***“Sebelum kita membicarakan hal yang lebih serius, apa lo udah membaca berita hari ini, Daff?” tanya Restu dengan wajah serius. Ia memandang Daffa dan Lean secara bergantian.“Kabar apa lagi? Yang aku tahu, nama Lean sudah bersih karena klarifikasi kemarin.” Daffa berucap dengan sesekali melirik Lean di sampingnya.Mereka kini berada di kamar Daffa dengan duduk berhadap hadapan, sementara Lean lebih memilih duduk di samping Daffa di sofa panjang andalannya. Restu menggeleng pelan. “Entah kita yang kalah strategi atau kalah cepat, ini kabar terkini yang barusan aku dapat,” Restu memberikan ponselnya pada Daffa. “Bacalah! Nanti kalian akan tahu sendiri maksud dari salah satu berita itu!” Timpal Restu lagi. Wajahnya nampak menunjukkan bahwa ia sangat lesu.Daffa menerima ponsel dari Restu, lalu membaca mengamati dan membacanya dengan seksama. Tak lama, tangannya pun mengepal kuat dengan ponsel yang digenggam dengan erat pula. “Ada apa, Mas?” t
BAB : 129Semua orang tahu, siapa Sumi sebenarnya.***Zeanna yang sejak tadi tengah menguping pembicaraan mereka pun gelagapan. Ia lantas tergopoh bersembunyi di ruang sebelah ketika Lean beranjak untuk keluar dari kamar anaknya. Dadanya berdetak sangat kencang, Zeanna benar benar syok dengan apa yang baru saja ia dengar dari pembicaraan mereka. Ya, Zeanna tentu telah mendengar semuanya, termasuk jati diri Sumi yang sebenarnya. Dadanya masih naik turun, pertanda pernafasannya masih belum begitu stabil.“Ja-jadi, Sumi itu adalah, Lean?” Zeanna bergumam dengan masih terlihat syok.Lean kini mempersiapkan diri untuk ikut bersama Daffa. Setelah lama mematut diri di depan cermin dengan segala perlengkapannya, ia melangkah keluar untuk menemui sang Bibi. Seperti biasa, celana jeans panjang dan kaos berlengan panjang adalah outfit andalannya saat ini. Tentu selain nyaman, ia ingin agar penyamarannya tetap berjalan dengan baik dan tak ada yang mengenali ketika di luar nanti. Lean sendiri p
BAB : 130Insiden yang terjadi ketika masa penyelidikan.***“Jadi benar, Ibu adalah seseorang yang bernama Ibu Dewi, pengelola yayasan ini?” tanya Daffa setelah mereka masuk ke dalam yayasan sesuai dengan petunjuk Lean.Ya, mereka bertiga kini sedang duduk di ruang yang disediakan khusus untuk menerima tamu. Sedangkan Lean sendiri saat ini tengah menjadi Sumi, sehingga Bu Dewi tak mengenalinya. “ya, benar. Saya Dewi, pengelola yayasan ini. Hmm… kira kira ada keperluan apa sehingga Bapak dan Mbak mendatangi yayasan kami? Mau mengadakan acara atau ada hal lain, mungkin?” tanya Bu Dewi dengan menatap mereka bergantian.Daffa melirik ke arah Lean, lalu mengubah posisi duduknya agak sedikit maju ke depan. “Begini Bu Dewi, kedatangan kami ke sini ingin mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan atau seluk beluk lebih dalam mengenai Pak Koswara, bagaimana kontribusi beliau dalam menjaga konsistensi yayasan ini,” terang Daffa pada perempuan berumur sekitar 50 tahunan itu.Bu Dewi mengernyitk
BAB : 131Tertangkapnya Leandita Herlambang.***“Yakin kita mau mencari alamat Pak Jatmiko sekarang, Res? Rumahnya lumayan jauh lo, Semarang. Jarak dari sini ke Semarang tempat Pak Jatmiko itu membutuhkan waktu berjam jam.” tutur Daffa sambil membolak balikkan kertas alamat yang masih dipegangnya.“Ya mau nunggu apa lagi, Daff. Lebih cepat lebih baik, biar cepat selesai. Kata Bu Dewi tadi itu kan alamat beberapa tahun lalu, dan semoga saja beliau masih tinggal di sana.” Restu menambahkan.Daffa melirik Lean sejenak. “Kita mau ke Semarang hari ini juga, Sayang. Yakin, kamu kuat?” tanya Daffa pada Lean.“Dengan senang hati, Mas. Aku ikut, kemanapun Mas pergi.” Lean berucap dengan tersenyum.Restu yang mendengarkan pembicaraan mereka memutar bola malas. “Udah, nanti lagi pandang pandangannya. Waktu kita tak banyak bro, ayo jalan!” protes Restu yang mendadak gerah. Restu merasa gerah melihat dua orang yang sedang dimabuk cinta di depannya itu, sedangkan misi mereka kali ini jelas lebih
BAB : 132Tertangkapnya Lean, membuat Daffa frustasi.***Praaaang!Bi Nina tersentak melihat piring yang baru saja terlepas dari tangan hingga jatuh berserakan di lantai. Sejak tadi perasaan Bi Nina memang tak enak, sehingga pikiran pun tak fokus. Bahkan kini tangannya gemetaran, seraya memandangi piring pecah yang baru saja terlepas dari tangannya.“Ya Allah gusti… ada apa ini?” gumamnya lirih seraya menatap nanar piring yang berserakan di bawahnya. “Kenapa perasaanku tak enak begini ya? Semoga tak ada apa apa ya Allah….” Bi Nina membungkuk, lantas memunguti kepingan piring yang berantakan di depannya.Suara piring pecah yang menggema pun menarik perhatian Zeanna yang tengah melihat pemandangan tanamannya di samping rumah. Letaknya persis di dekat dapur, sehingga Zeanna mendengarnya. Reflek ia pun mendekati sang Bibi untuk bertanya lebih lanjut.“Ada apa, Bi?” tanya Zeanna yang sudah berada di depan Bi Nina. Namun bukannya menjawab, Bi Nina justru tertunduk menyembunyikan wajahnya