BAB : 130Insiden yang terjadi ketika masa penyelidikan.***“Jadi benar, Ibu adalah seseorang yang bernama Ibu Dewi, pengelola yayasan ini?” tanya Daffa setelah mereka masuk ke dalam yayasan sesuai dengan petunjuk Lean.Ya, mereka bertiga kini sedang duduk di ruang yang disediakan khusus untuk menerima tamu. Sedangkan Lean sendiri saat ini tengah menjadi Sumi, sehingga Bu Dewi tak mengenalinya. “ya, benar. Saya Dewi, pengelola yayasan ini. Hmm… kira kira ada keperluan apa sehingga Bapak dan Mbak mendatangi yayasan kami? Mau mengadakan acara atau ada hal lain, mungkin?” tanya Bu Dewi dengan menatap mereka bergantian.Daffa melirik ke arah Lean, lalu mengubah posisi duduknya agak sedikit maju ke depan. “Begini Bu Dewi, kedatangan kami ke sini ingin mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan atau seluk beluk lebih dalam mengenai Pak Koswara, bagaimana kontribusi beliau dalam menjaga konsistensi yayasan ini,” terang Daffa pada perempuan berumur sekitar 50 tahunan itu.Bu Dewi mengernyitk
BAB : 131Tertangkapnya Leandita Herlambang.***“Yakin kita mau mencari alamat Pak Jatmiko sekarang, Res? Rumahnya lumayan jauh lo, Semarang. Jarak dari sini ke Semarang tempat Pak Jatmiko itu membutuhkan waktu berjam jam.” tutur Daffa sambil membolak balikkan kertas alamat yang masih dipegangnya.“Ya mau nunggu apa lagi, Daff. Lebih cepat lebih baik, biar cepat selesai. Kata Bu Dewi tadi itu kan alamat beberapa tahun lalu, dan semoga saja beliau masih tinggal di sana.” Restu menambahkan.Daffa melirik Lean sejenak. “Kita mau ke Semarang hari ini juga, Sayang. Yakin, kamu kuat?” tanya Daffa pada Lean.“Dengan senang hati, Mas. Aku ikut, kemanapun Mas pergi.” Lean berucap dengan tersenyum.Restu yang mendengarkan pembicaraan mereka memutar bola malas. “Udah, nanti lagi pandang pandangannya. Waktu kita tak banyak bro, ayo jalan!” protes Restu yang mendadak gerah. Restu merasa gerah melihat dua orang yang sedang dimabuk cinta di depannya itu, sedangkan misi mereka kali ini jelas lebih
BAB : 132Tertangkapnya Lean, membuat Daffa frustasi.***Praaaang!Bi Nina tersentak melihat piring yang baru saja terlepas dari tangan hingga jatuh berserakan di lantai. Sejak tadi perasaan Bi Nina memang tak enak, sehingga pikiran pun tak fokus. Bahkan kini tangannya gemetaran, seraya memandangi piring pecah yang baru saja terlepas dari tangannya.“Ya Allah gusti… ada apa ini?” gumamnya lirih seraya menatap nanar piring yang berserakan di bawahnya. “Kenapa perasaanku tak enak begini ya? Semoga tak ada apa apa ya Allah….” Bi Nina membungkuk, lantas memunguti kepingan piring yang berantakan di depannya.Suara piring pecah yang menggema pun menarik perhatian Zeanna yang tengah melihat pemandangan tanamannya di samping rumah. Letaknya persis di dekat dapur, sehingga Zeanna mendengarnya. Reflek ia pun mendekati sang Bibi untuk bertanya lebih lanjut.“Ada apa, Bi?” tanya Zeanna yang sudah berada di depan Bi Nina. Namun bukannya menjawab, Bi Nina justru tertunduk menyembunyikan wajahnya
BAB : 133Keadaan Lean setelah berada dalam dekapan sang papa tiri.***Daffa berusaha memantapkan hatinya untuk bisa melanjutkan perjalanan mencari Pak Jatmiko. Dan itu dirasa sangat berat olehnya, karena ia harus meninggalkan Lean sejenak berada dalam cengkeraman Koswara.Restu menyalakan mobil dan mulai membelah jalanan dengan ditemani padatnya kota. Jarak yang tak dekat dengan memakan waktu yang lumayan, kini akan mereka lewati dan lalui demi misi dan rencananya. Restu sengaja mengambil alih kemudi karena pikiran Daffa sendiri sedang tidak kondusif. Ia heran dengan sahabat yang tengah galau di sampingnya itu. Susah sekali untuk jatuh cinta, susah juga untuk dekat dengan perempuan. Namun sekalinya jatuh cinta, bahkan logika hampir terkalahkan oleh perasaannya sendiri. Pun hubungannya dengan mantan pacarnya terdahulu, yang sangat susah untuk dilupakan hingga bertahun tahun lamanya. Kini kembali terombang ambing karena masalah sang pacar yang amat sangat lah rumit. Restu berdecak
BAB : 134Masih dengan penyelidikannya, Daffa dan Restu yang sudah berada di Semarang.***Dalam keremangan malam kota Semarang, Daffa dan Restu mencari alamat yang masih belum juga ditemukan sampai saat ini. Bahkan kini mereka mulai menyusuri desa kecil yang cukup terpelosok, dan tentu saja semakin mempersulit usaha pencarian mereka. Jalan sempit serta penerangan minim, itulah yang membuat mereka lumayan kalang kabut. Bahkan jalan pun hanya muat untuk dilewati satu mobil saja.Daffa mengusap lengannya, karena dingin mulai menusuk kulit. Cuaca yang sangat berbeda dengan di kota sukses membuat bulu kuduknya merinding karena kedinginan. Sedangkan Restu pun masih fokus menyusuri alamat yang kini masih dipegangnya.“Perasaan ini masih jam 21,00 kenapa sepi banget ya di sini? Kayak kampung tak berpenghuni,” keluh Daffa dengan matanya yang masih menyisir pandang di depannya.“Lo lupa, ini kan di kampung, Daff. Jangan samakan sama rumah lo, lah. Lo bahkan kadang nggak tidur kan sampai tengah
BAB : 135Keterangan dari Pak Jatmiko.***Beberapa kali Pak Jatmiko menata posisi duduknya menandakan bahwa saat ini ia sedang tidak tenang.Mengetahui hal itu, Restu berdehem sejenak, ingin menjelaskan lebih detail maksud kedatangannya kesini.“Menurut sumber yang sudah kami cari Bapak adalah mantan supir pribadi Pak Koswara. Benar seperti itu, Pak? Kami mohon dengan bantuan Bapak, untuk memberikan informasi yang Bapak tahu tentang kelicikan dan kebusukan yang Pak Koswara lakukan selama Bapak pernah bekerja dengannya.” Kali ini Restu yang berbicara. Restu berani berbicara seperti itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya mereka sudah mendengar cerita dari Bu Dewi bahwa Pak Jatmiko berhenti menjadi sopir Pak Koswara karena tak tahan dengan sikapnya yang terlalu arogan dan selalu ingin menang sendiri. Pak Jatmiko menatap Daffa dan Restu bergantian, lalu membuang muka. Ia tersenyum miring sejenak, dengan mata menerawang seolah kejadian masa lalu dengan Koswara berputar menari di depannya.
BAB : 136Mengharapkan pertolongan.***Suara detak jarum jam menemani Mbok Murni yang sedang menumpahkan kesedihannya. Sepi, sunyi, karena semua penghuni rumah ini tengah tertidur pulas dengan lelapnya. Kecuali wanita paruh baya yang sedang bergundah hati, memikirkan sang majikan yang dari dulu diasuhnya tengah tersiksa di dalam gudang. Ya, ia adalah Mbok Murni, yang kini tengah menumpahkan kesedihan dengan mengadu pada Sang Pemberi Rahmat di waktu sepertiga malam ini. Mbok Murni melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, tepat jam 02,30 dini hari ia masih tetap terjaga. Ia tak bisa tidur seperti yang lainnya, ketika mengingat Lean yang tengah kedinginan bahkan bisa jadi digigitin nyamuk. Apalagi Mbok Murni benar benar melihat tangan Lean yang masih terikat ketika ia dibawa ke dalam gudang oleh anak buah Papanya sendiri.“Non Lean… ya Allah, Non Lean di gudang sendirian,” Mbok Murni bergumam, lirih sekali. Mengingat nama sang Nyonya yang dulu diasuhnya kini tengah di sandra ole
BAB : 137Menderita di istana sendiri.*** Matahari masih malu malu memancarkan sinarnya, namun dua orang yang tengah berdiskusi kini sudah merasakan dampak panasnya hati. Ya, Brenda yang baru selesai membersihkan dirinya di kamar mandi, sementara Koswara masih bergelung dalam selimut ternyamannya. Suasana panas kali ini terjadi karena mereka tengah membahas tentang kelanjutan eksekusi Leandita, sang gadis yang sampai saat ini masih mereka sekap di dalam gudang.“Aku hanya memberi saran Mas, kalau ada cara yang halus, mengapa kita memilih cara yang kasar? Kamu memperlakukan Lean seperti itu, yang ada dia malah semakin susah untuk menuruti kemauan kita!” Brenda masih terus kekeh merayu Koswara. “Kamu tahu kan, apa yang dilakukan oleh anak sialan padaku kemarin? Gimana aku bisa halus bersikap dengannya, Brenda? Sedangkan dia saja selalu menjengkelkan seperti itu!" Koswara menyingkap selimutnya. Ia lantas turun dan melangkah menuju jendela. Brenda mendesah malas. “Begini saja, Mas. Ba
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin