BAB : 132Tertangkapnya Lean, membuat Daffa frustasi.***Praaaang!Bi Nina tersentak melihat piring yang baru saja terlepas dari tangan hingga jatuh berserakan di lantai. Sejak tadi perasaan Bi Nina memang tak enak, sehingga pikiran pun tak fokus. Bahkan kini tangannya gemetaran, seraya memandangi piring pecah yang baru saja terlepas dari tangannya.“Ya Allah gusti… ada apa ini?” gumamnya lirih seraya menatap nanar piring yang berserakan di bawahnya. “Kenapa perasaanku tak enak begini ya? Semoga tak ada apa apa ya Allah….” Bi Nina membungkuk, lantas memunguti kepingan piring yang berantakan di depannya.Suara piring pecah yang menggema pun menarik perhatian Zeanna yang tengah melihat pemandangan tanamannya di samping rumah. Letaknya persis di dekat dapur, sehingga Zeanna mendengarnya. Reflek ia pun mendekati sang Bibi untuk bertanya lebih lanjut.“Ada apa, Bi?” tanya Zeanna yang sudah berada di depan Bi Nina. Namun bukannya menjawab, Bi Nina justru tertunduk menyembunyikan wajahnya
BAB : 133Keadaan Lean setelah berada dalam dekapan sang papa tiri.***Daffa berusaha memantapkan hatinya untuk bisa melanjutkan perjalanan mencari Pak Jatmiko. Dan itu dirasa sangat berat olehnya, karena ia harus meninggalkan Lean sejenak berada dalam cengkeraman Koswara.Restu menyalakan mobil dan mulai membelah jalanan dengan ditemani padatnya kota. Jarak yang tak dekat dengan memakan waktu yang lumayan, kini akan mereka lewati dan lalui demi misi dan rencananya. Restu sengaja mengambil alih kemudi karena pikiran Daffa sendiri sedang tidak kondusif. Ia heran dengan sahabat yang tengah galau di sampingnya itu. Susah sekali untuk jatuh cinta, susah juga untuk dekat dengan perempuan. Namun sekalinya jatuh cinta, bahkan logika hampir terkalahkan oleh perasaannya sendiri. Pun hubungannya dengan mantan pacarnya terdahulu, yang sangat susah untuk dilupakan hingga bertahun tahun lamanya. Kini kembali terombang ambing karena masalah sang pacar yang amat sangat lah rumit. Restu berdecak
BAB : 134Masih dengan penyelidikannya, Daffa dan Restu yang sudah berada di Semarang.***Dalam keremangan malam kota Semarang, Daffa dan Restu mencari alamat yang masih belum juga ditemukan sampai saat ini. Bahkan kini mereka mulai menyusuri desa kecil yang cukup terpelosok, dan tentu saja semakin mempersulit usaha pencarian mereka. Jalan sempit serta penerangan minim, itulah yang membuat mereka lumayan kalang kabut. Bahkan jalan pun hanya muat untuk dilewati satu mobil saja.Daffa mengusap lengannya, karena dingin mulai menusuk kulit. Cuaca yang sangat berbeda dengan di kota sukses membuat bulu kuduknya merinding karena kedinginan. Sedangkan Restu pun masih fokus menyusuri alamat yang kini masih dipegangnya.“Perasaan ini masih jam 21,00 kenapa sepi banget ya di sini? Kayak kampung tak berpenghuni,” keluh Daffa dengan matanya yang masih menyisir pandang di depannya.“Lo lupa, ini kan di kampung, Daff. Jangan samakan sama rumah lo, lah. Lo bahkan kadang nggak tidur kan sampai tengah
BAB : 135Keterangan dari Pak Jatmiko.***Beberapa kali Pak Jatmiko menata posisi duduknya menandakan bahwa saat ini ia sedang tidak tenang.Mengetahui hal itu, Restu berdehem sejenak, ingin menjelaskan lebih detail maksud kedatangannya kesini.“Menurut sumber yang sudah kami cari Bapak adalah mantan supir pribadi Pak Koswara. Benar seperti itu, Pak? Kami mohon dengan bantuan Bapak, untuk memberikan informasi yang Bapak tahu tentang kelicikan dan kebusukan yang Pak Koswara lakukan selama Bapak pernah bekerja dengannya.” Kali ini Restu yang berbicara. Restu berani berbicara seperti itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya mereka sudah mendengar cerita dari Bu Dewi bahwa Pak Jatmiko berhenti menjadi sopir Pak Koswara karena tak tahan dengan sikapnya yang terlalu arogan dan selalu ingin menang sendiri. Pak Jatmiko menatap Daffa dan Restu bergantian, lalu membuang muka. Ia tersenyum miring sejenak, dengan mata menerawang seolah kejadian masa lalu dengan Koswara berputar menari di depannya.
BAB : 136Mengharapkan pertolongan.***Suara detak jarum jam menemani Mbok Murni yang sedang menumpahkan kesedihannya. Sepi, sunyi, karena semua penghuni rumah ini tengah tertidur pulas dengan lelapnya. Kecuali wanita paruh baya yang sedang bergundah hati, memikirkan sang majikan yang dari dulu diasuhnya tengah tersiksa di dalam gudang. Ya, ia adalah Mbok Murni, yang kini tengah menumpahkan kesedihan dengan mengadu pada Sang Pemberi Rahmat di waktu sepertiga malam ini. Mbok Murni melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, tepat jam 02,30 dini hari ia masih tetap terjaga. Ia tak bisa tidur seperti yang lainnya, ketika mengingat Lean yang tengah kedinginan bahkan bisa jadi digigitin nyamuk. Apalagi Mbok Murni benar benar melihat tangan Lean yang masih terikat ketika ia dibawa ke dalam gudang oleh anak buah Papanya sendiri.“Non Lean… ya Allah, Non Lean di gudang sendirian,” Mbok Murni bergumam, lirih sekali. Mengingat nama sang Nyonya yang dulu diasuhnya kini tengah di sandra ole
BAB : 137Menderita di istana sendiri.*** Matahari masih malu malu memancarkan sinarnya, namun dua orang yang tengah berdiskusi kini sudah merasakan dampak panasnya hati. Ya, Brenda yang baru selesai membersihkan dirinya di kamar mandi, sementara Koswara masih bergelung dalam selimut ternyamannya. Suasana panas kali ini terjadi karena mereka tengah membahas tentang kelanjutan eksekusi Leandita, sang gadis yang sampai saat ini masih mereka sekap di dalam gudang.“Aku hanya memberi saran Mas, kalau ada cara yang halus, mengapa kita memilih cara yang kasar? Kamu memperlakukan Lean seperti itu, yang ada dia malah semakin susah untuk menuruti kemauan kita!” Brenda masih terus kekeh merayu Koswara. “Kamu tahu kan, apa yang dilakukan oleh anak sialan padaku kemarin? Gimana aku bisa halus bersikap dengannya, Brenda? Sedangkan dia saja selalu menjengkelkan seperti itu!" Koswara menyingkap selimutnya. Ia lantas turun dan melangkah menuju jendela. Brenda mendesah malas. “Begini saja, Mas. Ba
BAB : 138Rencana yang akan dilakukan untuk Lean, dan penggerebekan yang akan Daffa dan Restu lakukan secepatnya.***Daffa merentangkan tangannya sejenak untuk menghilangkan rasa pegal yang menyelimuti. Namun badannya kini terasa lebih segar setelah membersihkan diri di kontrakan Restu. Ya, Daffa memilih untuk tak pulang dan beristirahat di kontrakan Restu sebelum kembali melanjutkan rencananya. Tentu saja alasannya karena tak mau membuat pertanyaan seisi penghuni rumah terkait hilangnya Lean dalam kepergian mereka kemarin. Daffa kini sedang duduk di ruang depan seraya menunggu Restu yang masih berada di kamar mandi. Karena setelah ini, ia akan kembali melanjutkan misinya untuk menemui perempuan simpanan yang baru saja ia dapatkan alamatnya dari Pak Jatmiko semalam.Daffa membuka ponsel yang ia abaikan dari semalam. Ia menggeleng pelan, setelah membukanya dan banyak sekali panggilan tak terjawab serta pesan pesan yang masuk. Tentu saja dari Mama tercinta, salah satunya. Dan bahkan
BAB : 139Insiden perebutan kekuasaan.***Lean kini tengah bercermin di dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Kepalanya masih sedikit pusing. Makanan yang terhidang di meja pun sudah ia lahap setelah sang asisten mengantarnya. Tentu saja setelah Lean memastikan bahwa makanannya tak beracun, baru ia bisa memakannya. Memang pada dasarnya sang asisten semua kasihan terhadapnya, namun demi tugas, Lean memaklumi mereka semua. Apalagi yang mengantarnya tadi adalah Mbok Murni, orang yang paling sayang terhadap dirinya di rumah ini, bahkan melebihi Mamanya sendiri. Kasih sayang Mbok Murni memang begitu tulus terhadapnya, dan Lean menyadari hal itu. Apalagi Mbok Murni dulu yang mengasuh Lean di masa kecilnya. Ceklek!kamar Lean terbuka, membuat Lean terkesiap. Lean menoleh, ingin melihat siapa yang datang kali ini. Namun tak lama, senyumnya tersungging dari bibir manisnya setelah menyadari siapa yang masuk ke kamarnya kali ini.“Hei Lean sayang, gimana keadaan kamu hari ini, sudah en