BAB : 139Insiden perebutan kekuasaan.***Lean kini tengah bercermin di dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Kepalanya masih sedikit pusing. Makanan yang terhidang di meja pun sudah ia lahap setelah sang asisten mengantarnya. Tentu saja setelah Lean memastikan bahwa makanannya tak beracun, baru ia bisa memakannya. Memang pada dasarnya sang asisten semua kasihan terhadapnya, namun demi tugas, Lean memaklumi mereka semua. Apalagi yang mengantarnya tadi adalah Mbok Murni, orang yang paling sayang terhadap dirinya di rumah ini, bahkan melebihi Mamanya sendiri. Kasih sayang Mbok Murni memang begitu tulus terhadapnya, dan Lean menyadari hal itu. Apalagi Mbok Murni dulu yang mengasuh Lean di masa kecilnya. Ceklek!kamar Lean terbuka, membuat Lean terkesiap. Lean menoleh, ingin melihat siapa yang datang kali ini. Namun tak lama, senyumnya tersungging dari bibir manisnya setelah menyadari siapa yang masuk ke kamarnya kali ini.“Hei Lean sayang, gimana keadaan kamu hari ini, sudah en
BAB : 140Insiden Perebutan Kekuasaan #part 2***Laura yang tak pernah mendapatkan kekerasan sama sekali kini menangis karena merasakan pipinya panas terkena pukulan Lean. Kuping Laura seketika berdengung karena pukulan kasar dari saudara tirinya itu.“Selama ini aku selalu mengalah sama kamu, tapi apa balasannya?” tekan Lean yang masih berada di depan Laura. “Kau mengambil apa yang aku punya. Kau tahu, semua yang aku punya!” teriak Lean pada Laura.Laura yang masih merasakan pipinya panas, ingin kembali menampar Lean, tapi justru Lean dengan mudahnya menambahkan tamparan di pipi Laura, untuk yang kedua kali. Terakhir, Lean mendorong tubuh Laura hingga menabrak sudut lemari di depannya. “Auuuu… sakit, Papa!” Laura keluar dari kamar dengan keadaan kening yang membiru serta pipi yang memerah bekas tamparan Lean. Lean pun tersenyum puas menyaksikan seperti itu. Pikiran gadis cantik itu melayang beberapa tahun yang lalu selama ia tinggal di rumah ini. Padahal ia adalah anak kandung ya
BAB : 141Tragedi berdarah yang terjadi di rumah Lean.***Mbok Murni dan teman asisten yang lain pun kini saling berpelukan satu sama lain, karena ketakutan. Bagaimana tak ketakutan, mereka menyaksikan sendiri di depan mata tentang perlakuan Koswara pada Lean. Lean yang hanya seorang diri itu tengah dikeroyok oleh perampok berkedok Ayah. Sedangkan Mbok Murni pun sedari tadi menangis karena karena tak tahan melihat sang Nyonya yang ditekan sedemikian rupa oleh Koswara. Tak tanggung tanggung, bahkan Koswara kini akan membunuhnya.Sementara di ruangan depan di mana kini Lean berada, sangat tegang dengan keadaan saat ini. Lean semakin rapat memejamkan mata tatkala Koswara hampir melepas pelatuknya. Lean pun sudah berada di titik pasrah, kalau ia harus mati di tangan Koswara. “Buang senjatamu, Koswara!” Teriak seseorang yang membuat semua penghuni rumah ini menoleh kepadanya. Mata Lean terbuka karena mendengar suara asing di rumah ini, namun tak lama, senyumnya langsung mengembang meli
BAB : 142Tragedi Berdarah yang Terjadi di Rumah Lean. #Part 2***“Leeaann….” Daffa menghampiri Lean yang seketika limbung tak berdaya. Daffa panik melihat Lean yang sudah bersimbah darah di badannya. Tangannya gemetar saat tepat di bawah dada sebelah kiri Lean terus mengalir darah karena terkena tembakan. Koswara yang melihatnya pun tersenyum puas, melihat Lean yang tengah sekarat seperti sekarang ini.Doooorr! Suara pistol pun kini kembali menggema di ruangan tempat mereka semua berada. Mata Koswara membelalak ketika rumahnya kini dikepung oleh banyak polisi.“Semuanya, jangan bergerak! Atau kutembak kalian!” Teriak salah satu polisi itu, dan seketika semua menyerah dengan mengangkat tangannya.“Astagfirullahaladzim… Lean!” Rama dan Restu yang baru datang pun mendekati Lean yang sudah berada dalam gendongan Daffa. “Ayo Daff, sama gue aja!” Rama pun mengikuti Daffa dari belakang, sementara Restu masih mengurus musuh yang masih di depan matanya.Rama segera membuka mobilnya, dan D
BAB : 143Kondisi Lean sekarang.***Dalam kegalauan hati, Daffa melamun mengingat masa lalu yang menyakitkan. Lean adalah wanita satu satunya yang bisa mencairkan kebekuan hatinya. Wanita satu satunya yang menghibur di saat ia tengah gundah dan kesepian. Disaat sedang tak bisa move on karena terus mengingat masa lalu, Lean hadir membawa sejuta warna dalam hati. Pun gombalan receh dan candaan yang membuatnya kesal, justru kini membuatnya cinta hingga relung hati terdalamnya. Dreett… dreettt….Ponsel Daffa berbunyi memecahkan lamunannya. Rama yang masih setia menemani ikut tersentak mendengar ponsel Daffa yang masih berdering. Daffa beranjak dari tempat duduknya, lalu melihat siapa yang menelponnya. Namun, ia menghela nafas panjang ketika mengetahui siapa yang menelponnya kali ini.“Iya, Mah, Assalamualaikum,” ucap Daffa setelah mengangkat teleponnya. Suaranya pun parau, hampir tak terdengar. Ya, ternyata sang Mama yang menelponnya kali ini. “Waalaikumsalam, Daff, kamu sekarang ada
BAB : 144Keadaan Lean Sekarang. #Part 2.***"Operasi berjalan dengan lancar, peluru tersebut tidak menembus organ vitalnya sehingga tak ada luka di organ organ penting lainnya. Tapi….” Sang Dokter menghentikan ucapannya, ia menatap satu persatu seseorang yang berada di sekitarnya.“Tapi apa, Dok?” tanya Daffa lagi. Ia semakin panik melihat Dokter yang justru terbata dalam menyampaikan keadaan Lean.“Pasien terlalu banyak mengeluarkan darah, sehingga menyebabkan kondisi pasien tidak stabil. Dan keadaan pasien sekarang sedang koma." Dokter itu menyeka keringat yang menempel di dahinya.Jerit dan tangis pun kemudian pecah mengetahui keadaan yang Lean rasakan saat ini. Bi Nina yang mendengarnya pun seketika pingsan karena syok, dan langsung ditangani oleh perawat yang berjaga. Pun Salma yang sedang hamil, ia pun hampir terhuyung, namun Rama bersiaga di belakangnya menjadi penopang sandaran Salma yang juga syok. Daffa? Jangan ditanya, ia yang paling merasa sedih dan menyesal atas kejadia
BAB : 145Pertama Kali Membuka Mata.***Dalam keremangan hati serta kegundahan yang menyiksa Daffa masih menemani Lean yang masih terdiam diri di tempat tidurnya. Sudah dua hari hari Daffa menunggu Lean dan tak beranjak sedikitpun dari rumah sakit. Dan sudah dua hari pula, dirinya menghabiskan waktu bersama orang yang dicintainya dalam keadaan masih bergeming.Sudah dua hari ini, orang tuanya datang bergantian dan Mamanya yang kadang menemaninya dengan membawa pakaian ganti. Pun Mamanya yang tak mau pulang sebelum menyaksikan Daffa makan siang atau hanya untuk sekedar mengisi perutnya.Ya, sudah dua hari Lean koma, dan belum ada perubahan atau perkembangan pada kondisi Lean. Namun Daffa yang berada di sampingnya terus membisikkan kata kata cinta dan semangat untuk Lean. Dan kata dokter, itu bagus untuk motorik sarafnya. Seperti pagi ini, Daffa sedang bersandar di brankar sebelah Lean, dengan memainkan jari jarinya. Tak lupa ia pun terus berbicara seolah Lean mendengarnya. Walaupun a
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin