BAB : 136Mengharapkan pertolongan.***Suara detak jarum jam menemani Mbok Murni yang sedang menumpahkan kesedihannya. Sepi, sunyi, karena semua penghuni rumah ini tengah tertidur pulas dengan lelapnya. Kecuali wanita paruh baya yang sedang bergundah hati, memikirkan sang majikan yang dari dulu diasuhnya tengah tersiksa di dalam gudang. Ya, ia adalah Mbok Murni, yang kini tengah menumpahkan kesedihan dengan mengadu pada Sang Pemberi Rahmat di waktu sepertiga malam ini. Mbok Murni melirik jam yang menempel di dinding kamarnya, tepat jam 02,30 dini hari ia masih tetap terjaga. Ia tak bisa tidur seperti yang lainnya, ketika mengingat Lean yang tengah kedinginan bahkan bisa jadi digigitin nyamuk. Apalagi Mbok Murni benar benar melihat tangan Lean yang masih terikat ketika ia dibawa ke dalam gudang oleh anak buah Papanya sendiri.“Non Lean… ya Allah, Non Lean di gudang sendirian,” Mbok Murni bergumam, lirih sekali. Mengingat nama sang Nyonya yang dulu diasuhnya kini tengah di sandra ole
BAB : 137Menderita di istana sendiri.*** Matahari masih malu malu memancarkan sinarnya, namun dua orang yang tengah berdiskusi kini sudah merasakan dampak panasnya hati. Ya, Brenda yang baru selesai membersihkan dirinya di kamar mandi, sementara Koswara masih bergelung dalam selimut ternyamannya. Suasana panas kali ini terjadi karena mereka tengah membahas tentang kelanjutan eksekusi Leandita, sang gadis yang sampai saat ini masih mereka sekap di dalam gudang.“Aku hanya memberi saran Mas, kalau ada cara yang halus, mengapa kita memilih cara yang kasar? Kamu memperlakukan Lean seperti itu, yang ada dia malah semakin susah untuk menuruti kemauan kita!” Brenda masih terus kekeh merayu Koswara. “Kamu tahu kan, apa yang dilakukan oleh anak sialan padaku kemarin? Gimana aku bisa halus bersikap dengannya, Brenda? Sedangkan dia saja selalu menjengkelkan seperti itu!" Koswara menyingkap selimutnya. Ia lantas turun dan melangkah menuju jendela. Brenda mendesah malas. “Begini saja, Mas. Ba
BAB : 138Rencana yang akan dilakukan untuk Lean, dan penggerebekan yang akan Daffa dan Restu lakukan secepatnya.***Daffa merentangkan tangannya sejenak untuk menghilangkan rasa pegal yang menyelimuti. Namun badannya kini terasa lebih segar setelah membersihkan diri di kontrakan Restu. Ya, Daffa memilih untuk tak pulang dan beristirahat di kontrakan Restu sebelum kembali melanjutkan rencananya. Tentu saja alasannya karena tak mau membuat pertanyaan seisi penghuni rumah terkait hilangnya Lean dalam kepergian mereka kemarin. Daffa kini sedang duduk di ruang depan seraya menunggu Restu yang masih berada di kamar mandi. Karena setelah ini, ia akan kembali melanjutkan misinya untuk menemui perempuan simpanan yang baru saja ia dapatkan alamatnya dari Pak Jatmiko semalam.Daffa membuka ponsel yang ia abaikan dari semalam. Ia menggeleng pelan, setelah membukanya dan banyak sekali panggilan tak terjawab serta pesan pesan yang masuk. Tentu saja dari Mama tercinta, salah satunya. Dan bahkan
BAB : 139Insiden perebutan kekuasaan.***Lean kini tengah bercermin di dalam kamar yang sudah dipersiapkan untuknya. Kepalanya masih sedikit pusing. Makanan yang terhidang di meja pun sudah ia lahap setelah sang asisten mengantarnya. Tentu saja setelah Lean memastikan bahwa makanannya tak beracun, baru ia bisa memakannya. Memang pada dasarnya sang asisten semua kasihan terhadapnya, namun demi tugas, Lean memaklumi mereka semua. Apalagi yang mengantarnya tadi adalah Mbok Murni, orang yang paling sayang terhadap dirinya di rumah ini, bahkan melebihi Mamanya sendiri. Kasih sayang Mbok Murni memang begitu tulus terhadapnya, dan Lean menyadari hal itu. Apalagi Mbok Murni dulu yang mengasuh Lean di masa kecilnya. Ceklek!kamar Lean terbuka, membuat Lean terkesiap. Lean menoleh, ingin melihat siapa yang datang kali ini. Namun tak lama, senyumnya tersungging dari bibir manisnya setelah menyadari siapa yang masuk ke kamarnya kali ini.“Hei Lean sayang, gimana keadaan kamu hari ini, sudah en
BAB : 140Insiden Perebutan Kekuasaan #part 2***Laura yang tak pernah mendapatkan kekerasan sama sekali kini menangis karena merasakan pipinya panas terkena pukulan Lean. Kuping Laura seketika berdengung karena pukulan kasar dari saudara tirinya itu.“Selama ini aku selalu mengalah sama kamu, tapi apa balasannya?” tekan Lean yang masih berada di depan Laura. “Kau mengambil apa yang aku punya. Kau tahu, semua yang aku punya!” teriak Lean pada Laura.Laura yang masih merasakan pipinya panas, ingin kembali menampar Lean, tapi justru Lean dengan mudahnya menambahkan tamparan di pipi Laura, untuk yang kedua kali. Terakhir, Lean mendorong tubuh Laura hingga menabrak sudut lemari di depannya. “Auuuu… sakit, Papa!” Laura keluar dari kamar dengan keadaan kening yang membiru serta pipi yang memerah bekas tamparan Lean. Lean pun tersenyum puas menyaksikan seperti itu. Pikiran gadis cantik itu melayang beberapa tahun yang lalu selama ia tinggal di rumah ini. Padahal ia adalah anak kandung ya
BAB : 141Tragedi berdarah yang terjadi di rumah Lean.***Mbok Murni dan teman asisten yang lain pun kini saling berpelukan satu sama lain, karena ketakutan. Bagaimana tak ketakutan, mereka menyaksikan sendiri di depan mata tentang perlakuan Koswara pada Lean. Lean yang hanya seorang diri itu tengah dikeroyok oleh perampok berkedok Ayah. Sedangkan Mbok Murni pun sedari tadi menangis karena karena tak tahan melihat sang Nyonya yang ditekan sedemikian rupa oleh Koswara. Tak tanggung tanggung, bahkan Koswara kini akan membunuhnya.Sementara di ruangan depan di mana kini Lean berada, sangat tegang dengan keadaan saat ini. Lean semakin rapat memejamkan mata tatkala Koswara hampir melepas pelatuknya. Lean pun sudah berada di titik pasrah, kalau ia harus mati di tangan Koswara. “Buang senjatamu, Koswara!” Teriak seseorang yang membuat semua penghuni rumah ini menoleh kepadanya. Mata Lean terbuka karena mendengar suara asing di rumah ini, namun tak lama, senyumnya langsung mengembang meli
BAB : 142Tragedi Berdarah yang Terjadi di Rumah Lean. #Part 2***“Leeaann….” Daffa menghampiri Lean yang seketika limbung tak berdaya. Daffa panik melihat Lean yang sudah bersimbah darah di badannya. Tangannya gemetar saat tepat di bawah dada sebelah kiri Lean terus mengalir darah karena terkena tembakan. Koswara yang melihatnya pun tersenyum puas, melihat Lean yang tengah sekarat seperti sekarang ini.Doooorr! Suara pistol pun kini kembali menggema di ruangan tempat mereka semua berada. Mata Koswara membelalak ketika rumahnya kini dikepung oleh banyak polisi.“Semuanya, jangan bergerak! Atau kutembak kalian!” Teriak salah satu polisi itu, dan seketika semua menyerah dengan mengangkat tangannya.“Astagfirullahaladzim… Lean!” Rama dan Restu yang baru datang pun mendekati Lean yang sudah berada dalam gendongan Daffa. “Ayo Daff, sama gue aja!” Rama pun mengikuti Daffa dari belakang, sementara Restu masih mengurus musuh yang masih di depan matanya.Rama segera membuka mobilnya, dan D
BAB : 143Kondisi Lean sekarang.***Dalam kegalauan hati, Daffa melamun mengingat masa lalu yang menyakitkan. Lean adalah wanita satu satunya yang bisa mencairkan kebekuan hatinya. Wanita satu satunya yang menghibur di saat ia tengah gundah dan kesepian. Disaat sedang tak bisa move on karena terus mengingat masa lalu, Lean hadir membawa sejuta warna dalam hati. Pun gombalan receh dan candaan yang membuatnya kesal, justru kini membuatnya cinta hingga relung hati terdalamnya. Dreett… dreettt….Ponsel Daffa berbunyi memecahkan lamunannya. Rama yang masih setia menemani ikut tersentak mendengar ponsel Daffa yang masih berdering. Daffa beranjak dari tempat duduknya, lalu melihat siapa yang menelponnya. Namun, ia menghela nafas panjang ketika mengetahui siapa yang menelponnya kali ini.“Iya, Mah, Assalamualaikum,” ucap Daffa setelah mengangkat teleponnya. Suaranya pun parau, hampir tak terdengar. Ya, ternyata sang Mama yang menelponnya kali ini. “Waalaikumsalam, Daff, kamu sekarang ada
BAB : 154.ENDING.***Suasana pernikahan begitu ramai dan ceria, terlihat di wajah cerah sang pengantin. Daffa dan Lean, yang begitu banyak melewati jurang terjal, akhirnya mencapai kebahagian, dengan mengikat janji suci sakral kebahagiaan mereka. Zeanna mendekat, dengan wajah bahagia plus haru, memandang sendu pada sang menantu.“Duh, mantu Mama cantik banget sih. Iya kan Pah?” ujar Mama mertua yang kini tengah berada di depan Lean.“Makasih, Ma, Pa,” sahut Lean dengan senyum malu malu. “Selamat Lean sayang, kamu sekarang udah jadi istri orang, Nak. Jadi tidurnya udah nggak sendiri lagi, udah nggak sama Bibi juga. Jadi Bibi minta, kamu kalau tidur nggak boleh ngigau ya,” ujar Bibi sambil memeluk Lean.Mendengar ucapan Bibi spontan mertua Lean tertawa. “Bibi mah kalau ngucapin selamat ya udah, selamat aja! Nggak usah bahas tidurnya Lean juga kali!” Lean menggerutu, pura pura manyun.“Ye, Bibi kan cuma bilangin.” Mulut Bibi mencebik, membuat Lean sendiri gemas lantas memeluknya.“Le,
BAB : 153Ketika Pernikahan Terjadi.***~Lima Bulan Kemudian.“Mbak Lean cantik banget. Subhanallah, cantiknya…!” puji MUA yang menangani Lean saat ini. “Soalnya Mbak Lean tuh dari sananya udah cantik, jadi dipoles sedikit aja udah luar biasa cantiknya. Aku yakin, nanti suami Mbak Lean nggak berkedip lihatnya!” Imbuhnya lagi, sembari merapikan baju yang dikenakan oleh Lean kali ini. “Ah, Mbak terlalu berlebihan deh, semua wanita kalau dirias seperti pasti cantik, kan.” Sambil tersenyum di depan cermin Lean berucap.“Itu mah pasti. Tapi nggak tau lo Mbak, sebagai MUA aku seneng rias Mbak Lean tuh. Cantik!” ucap MUA lagi.“Saya keluar sebentar ya, Mbak. Bentaran!” Pamitnya, lantas berlalu pergi meninggalkan Lean yang masih mematut diri di cermin.Perempuan cantik dengan berbalut kebaya putih nan megah itu tengah mematut diri di cermin. Ya, Leandita Herlambang kini akan segera melepas masa lajangnya hari ini. Mengikrarkan janji suci di depan penghulu dengan seseorang yang dicintai adal
BAB : 152Rahasia Tentang Kinara.***Daffa langsung mengambil ponselnya ketika ada pesan yang masuk. Ia membuka pesan tersebut, senyumnya mengembang karena ternyata Restu yang berkirim pesan. Namun matanya seketika membulat setelah melihat apa isi pesan tersebut."Kenapa, Daff?" tanya Zeanna ketika melihat raut wajah Daffa yang terlihat tak bersahabat."Kinara, Mah. Ternyata Kinara selama ini menjadi istri simpanan Koswara. Ini Restu yang baru saja mengabari." Papar Daffa, yang membuat sang Mama tercengang seketika."Kinara, Daff?" tanya Zeanna seakan tak percaya. Lean memilih diam, karena sebelumnya sudah menduga ke arah situ. Jika tidak ada sesuatu, mana mungkin Kinara terus dibelanya. Ternyata ini rahasianya."Mama mending baca sendiri, deh! Restu sudah menyita semua yang dimiliki oleh Kinara, termasuk rumah mewah yang ia tempati saat ini. Karena semua adalah milik Lean." Daffa melirik ke arah Lean seraya memberikan ponselnya pada Mamanya."Dan media sosial adalah hukuman yang pa
BAB : 151Mengunjungi orang yang kita cintai dalam keadaan sudah berada di pusara, itu sangatlah mengiris hati.***“Mama, semoga Mama tenang di sana, Ma! Lean ikhlas melepas Mama!” ucap Lean di depan pusara sang Mama.Pagi ini Lean dengan ditemani oleh Daffa sedang berziarah di makam sang Mama. Air mata Lean kembali luruh melihat sang Mama yang kini benar benar telah tiada. Sedangkan sejak tadi Daffa menenangkan Lean dengan terus mengelus punggungnya. Setelah lima hari pasca pulang dari rumah sakit, Daffa baru berani membawa Lean bepergian. Selain takut Lean kelelahan, ia juga takut luka Lean masih belum sembuh benar.“Sabar ya, Le.” Daffa terus menguatkan Lean yang terlihat rapuh. Ia mengelus pundak Lean yang sejak tadi berguncang. Sungguh, ia tak kuasa melihat Lean yang terus menangis seperti ini. Hatinya perih, melihat orang terkasihnya sedih. Sudah banyak air mata yang Lean tumpahkan, dan sekarang kembali ditumpahkan di pusara sang Mama.“Lean pamit ya, Ma,” Lean mencium pusara
BAB : 150Setelah Kepulangan Lean.***~Satu minggu kemudian.Pagi ini terlihat sangat cerah, secerah hati Daffa dan Lean karena sedang berkemas pulang. Daffa sedang berkemas, sedangkan Lean baru saja keluar dari kamar mandi dengan keadaan yang lebih segar. Namun masih ada yang mengganjal hati Daffa, sehingga wajahnya terlihat murung. Lean yang menyadari itu langsung mendekat.“Mas kenapa? Kok kayak sedih gitu?” tanyanya.“Kamu yakin, mau pulang ke rumahmu Le? Lukamu masih belum sembuh banget lo, nanti kalau ada apa apa dengan kamu gimana?” tanya Daffa khawatir.“Lean nggak enak lah, Mas, sama Mama. Kalau dulu Lean ke rumahmu kan karena menjadi Sumi, terus sekarang apa alasanku untuk tetap bertahan di sana?” tanya Lean.“Ya tapi kan ada Bi Nina yang pasti juga kangen sama kamu Le. Mama aja nggak papa kok, kamu tinggal di rumah,” Rayu Daffa yang merasa berat pisah dengan Lean.“Nanti kalau Bibi kangen, tolong anterin ke rumah ya Mas! Bi Nina sangat sayang dengan Lean, ya… walaupun ia m
BAB : 149Pengusiran Brenda dan Laura. Dan di sini, Laura merasakan pontang panting karena tak mempunyai pegangan.***"Maaf, para Bapak ke sini mau mencari siapa?" tanya Brenda yang kini merasa menjadi tuan rumah. "Perkenalkan, kami adalah orang suruhan Bu Lean. Boleh kami masuk?" tanyanya dengan menatap Brenda.Brenda merasa tercekat mendengar nama Lean. Bagaimana bisa Lean masih hidup? Bukankah waktu itu Koswara telah menembaknya? Walaupun akhirnya Koswara tertangkap polisi, dan kini Brenda yang menjadi pemenangnya. Ia hanya mematung di tempat karena syok. Syok menghadapi kenyataan, bahwa ternyata Lean masih hidup."Boleh kami masuk, Bu?" Brenda tersentak mendengar laki laki berumur 40 tahunan itu kembali memanggil."Bo-boleh, silahkan!" Brenda mempersilahkan mereka masuk, walau dengan tergagap.Mereka yang berjumlah empat orang pun kini masuk ke dalam rumah dan duduk berhadap hadapan dengan Brenda. "Begini, Bu. Kami mendapat tugas dari Bu Lean bahwa Bu Brenda dan juga Laura sege
BAB : 148Amarah yang Masih Memuncak.***“Iya benar, Ma? Kemarin Salma ke sini?” Kini sang Papa yang bertanya, membuat kuping Daffa berdengung seketika.“Iya benar lo, Pa. Salma itu temannya Lean ternyata. Dan suami Salma, yang dulu pernah menjadi saingan Daffa, sekarang justru berteman baik. Dunia ini kadang lucu ya, Pa, hahaha….” Zeanna tertawa, diikuti sang Papa yang juga tertawa.Perempuan cantik yang sedari tadi diam mendengarkan pun terkikik pelan, karena merasa lucu. Walaupun sejujurnya ia pun kaget, tak menyangka Salma yang anggun kalem seperti itu dulu pernah punya hubungan spesial dengan seorang Daffa.“Daffa mau keluar dulu, Mah, gerah!” Daffa keluar meninggalkan keluarganya yang sedang berkumpul. Lelaki tampan yang merupakan mantan Salma itu merasa malu sama Lean ketika masa lalunya terbongkar begitu saja.“Daffa kayaknya ngambek deh, Mah. Mama sih, pake membahas Salma. Tuh anaknya jadi ngambek kan?” protes Pak Aksa pada Zeanna.“Kan Mama cuma mau berbagi cerita dengan Le
BAB : 147Kedatangan sang calon mertua, serta kabar masa lalu yang membuat Lean terkejut.***“Mas, Lean pengen ke kamar mandi. Lean pengen pipis,” keluh Lean malam ini. Daffa yang sedang memainkan HP nya langsung menghampiri Lean.“Yaudah, sama Mas aja ke kamar mandinya.” tawar Daffa yang berusaha membangunkan Lean dari pembaringannya.“Masa sama Mas, sih! Ntar Mas lihat dong, panggilin suster aja deh!” pinta Lean setelah berhasil duduk, walaupun kadang meringis menahan rasa sakit.“Iya, bentar.” Daffa memencet tombol untuk memanggil suster agar segera menghampirinya.Memang jika Lean ingin ke kamar mandi, Daffa selalu memanggil suster untuk membantunya. Selain takut terkena lukanya, mana mungkin Lean mengizinkan. Seperti sekarang ini mereka tengah menunggu suster, dan tak lama, suster pun berada di depan mereka.“Ada yang bisa dibantu?” tawar suster tersebut. Suster mendekati Lean yang membutuhkan pertolongan.“Ini pengen ke kamar mandi katanya, Sus,” jelas Daffa pada suster. Dan su
BAB 146. Hilang Percaya Diri.***Keadaan Lean sudah semakin membaik, dan ia sekarang sudah dipindahkan ke ruangan perawatan. Daffa yang tak beranjak sedikitpun selalu menemaninya. Restu yang sudah selesai mengurus tugasnya, siang ini langsung meluncur ke rumah sakit menemui Lean dan tentunya, Daffa.“Alhamdulillah, Lean, kamu sudah melewati masa kritis juga masa koma. Tak terbayang gimana perasaan Daffa kemarin,” Restu melirik Daffa yang sedang menikmati pemandangan lewat jendela.“Lo kalau mau ngucapin cepet sembuh, ucapin aja langsung. Nggak usah melebar kemana mana!” protes Daffa. Ia tahu Restu memang tujuannya meledek, walaupun memang yang diucapkannya benar.“Yee, memang benar kan? Maaf Lean, baru ini aku bisa menjenguk kamu. Kemarin benar benar sibuk ngurusin kasus, jadi baru sempat sekarang,” Sesal Restu.“Iya, nggak papa, Bang. Toh sekarang juga bisa menjenguk Lean kan, Lean nggak papa,” ucap Lean. “Oh ya, Daff, besok lo jangan cari gue ya, gue ada acara besok. Jadi mungkin