BAB : 128Rencana penyelidikan dimulai.***“Sebelum kita membicarakan hal yang lebih serius, apa lo udah membaca berita hari ini, Daff?” tanya Restu dengan wajah serius. Ia memandang Daffa dan Lean secara bergantian.“Kabar apa lagi? Yang aku tahu, nama Lean sudah bersih karena klarifikasi kemarin.” Daffa berucap dengan sesekali melirik Lean di sampingnya.Mereka kini berada di kamar Daffa dengan duduk berhadap hadapan, sementara Lean lebih memilih duduk di samping Daffa di sofa panjang andalannya. Restu menggeleng pelan. “Entah kita yang kalah strategi atau kalah cepat, ini kabar terkini yang barusan aku dapat,” Restu memberikan ponselnya pada Daffa. “Bacalah! Nanti kalian akan tahu sendiri maksud dari salah satu berita itu!” Timpal Restu lagi. Wajahnya nampak menunjukkan bahwa ia sangat lesu.Daffa menerima ponsel dari Restu, lalu membaca mengamati dan membacanya dengan seksama. Tak lama, tangannya pun mengepal kuat dengan ponsel yang digenggam dengan erat pula. “Ada apa, Mas?” t
BAB : 129Semua orang tahu, siapa Sumi sebenarnya.***Zeanna yang sejak tadi tengah menguping pembicaraan mereka pun gelagapan. Ia lantas tergopoh bersembunyi di ruang sebelah ketika Lean beranjak untuk keluar dari kamar anaknya. Dadanya berdetak sangat kencang, Zeanna benar benar syok dengan apa yang baru saja ia dengar dari pembicaraan mereka. Ya, Zeanna tentu telah mendengar semuanya, termasuk jati diri Sumi yang sebenarnya. Dadanya masih naik turun, pertanda pernafasannya masih belum begitu stabil.“Ja-jadi, Sumi itu adalah, Lean?” Zeanna bergumam dengan masih terlihat syok.Lean kini mempersiapkan diri untuk ikut bersama Daffa. Setelah lama mematut diri di depan cermin dengan segala perlengkapannya, ia melangkah keluar untuk menemui sang Bibi. Seperti biasa, celana jeans panjang dan kaos berlengan panjang adalah outfit andalannya saat ini. Tentu selain nyaman, ia ingin agar penyamarannya tetap berjalan dengan baik dan tak ada yang mengenali ketika di luar nanti. Lean sendiri p
BAB : 130Insiden yang terjadi ketika masa penyelidikan.***“Jadi benar, Ibu adalah seseorang yang bernama Ibu Dewi, pengelola yayasan ini?” tanya Daffa setelah mereka masuk ke dalam yayasan sesuai dengan petunjuk Lean.Ya, mereka bertiga kini sedang duduk di ruang yang disediakan khusus untuk menerima tamu. Sedangkan Lean sendiri saat ini tengah menjadi Sumi, sehingga Bu Dewi tak mengenalinya. “ya, benar. Saya Dewi, pengelola yayasan ini. Hmm… kira kira ada keperluan apa sehingga Bapak dan Mbak mendatangi yayasan kami? Mau mengadakan acara atau ada hal lain, mungkin?” tanya Bu Dewi dengan menatap mereka bergantian.Daffa melirik ke arah Lean, lalu mengubah posisi duduknya agak sedikit maju ke depan. “Begini Bu Dewi, kedatangan kami ke sini ingin mengetahui lebih lanjut tentang kegiatan atau seluk beluk lebih dalam mengenai Pak Koswara, bagaimana kontribusi beliau dalam menjaga konsistensi yayasan ini,” terang Daffa pada perempuan berumur sekitar 50 tahunan itu.Bu Dewi mengernyitk
BAB : 131Tertangkapnya Leandita Herlambang.***“Yakin kita mau mencari alamat Pak Jatmiko sekarang, Res? Rumahnya lumayan jauh lo, Semarang. Jarak dari sini ke Semarang tempat Pak Jatmiko itu membutuhkan waktu berjam jam.” tutur Daffa sambil membolak balikkan kertas alamat yang masih dipegangnya.“Ya mau nunggu apa lagi, Daff. Lebih cepat lebih baik, biar cepat selesai. Kata Bu Dewi tadi itu kan alamat beberapa tahun lalu, dan semoga saja beliau masih tinggal di sana.” Restu menambahkan.Daffa melirik Lean sejenak. “Kita mau ke Semarang hari ini juga, Sayang. Yakin, kamu kuat?” tanya Daffa pada Lean.“Dengan senang hati, Mas. Aku ikut, kemanapun Mas pergi.” Lean berucap dengan tersenyum.Restu yang mendengarkan pembicaraan mereka memutar bola malas. “Udah, nanti lagi pandang pandangannya. Waktu kita tak banyak bro, ayo jalan!” protes Restu yang mendadak gerah. Restu merasa gerah melihat dua orang yang sedang dimabuk cinta di depannya itu, sedangkan misi mereka kali ini jelas lebih
BAB : 132Tertangkapnya Lean, membuat Daffa frustasi.***Praaaang!Bi Nina tersentak melihat piring yang baru saja terlepas dari tangan hingga jatuh berserakan di lantai. Sejak tadi perasaan Bi Nina memang tak enak, sehingga pikiran pun tak fokus. Bahkan kini tangannya gemetaran, seraya memandangi piring pecah yang baru saja terlepas dari tangannya.“Ya Allah gusti… ada apa ini?” gumamnya lirih seraya menatap nanar piring yang berserakan di bawahnya. “Kenapa perasaanku tak enak begini ya? Semoga tak ada apa apa ya Allah….” Bi Nina membungkuk, lantas memunguti kepingan piring yang berantakan di depannya.Suara piring pecah yang menggema pun menarik perhatian Zeanna yang tengah melihat pemandangan tanamannya di samping rumah. Letaknya persis di dekat dapur, sehingga Zeanna mendengarnya. Reflek ia pun mendekati sang Bibi untuk bertanya lebih lanjut.“Ada apa, Bi?” tanya Zeanna yang sudah berada di depan Bi Nina. Namun bukannya menjawab, Bi Nina justru tertunduk menyembunyikan wajahnya
BAB : 133Keadaan Lean setelah berada dalam dekapan sang papa tiri.***Daffa berusaha memantapkan hatinya untuk bisa melanjutkan perjalanan mencari Pak Jatmiko. Dan itu dirasa sangat berat olehnya, karena ia harus meninggalkan Lean sejenak berada dalam cengkeraman Koswara.Restu menyalakan mobil dan mulai membelah jalanan dengan ditemani padatnya kota. Jarak yang tak dekat dengan memakan waktu yang lumayan, kini akan mereka lewati dan lalui demi misi dan rencananya. Restu sengaja mengambil alih kemudi karena pikiran Daffa sendiri sedang tidak kondusif. Ia heran dengan sahabat yang tengah galau di sampingnya itu. Susah sekali untuk jatuh cinta, susah juga untuk dekat dengan perempuan. Namun sekalinya jatuh cinta, bahkan logika hampir terkalahkan oleh perasaannya sendiri. Pun hubungannya dengan mantan pacarnya terdahulu, yang sangat susah untuk dilupakan hingga bertahun tahun lamanya. Kini kembali terombang ambing karena masalah sang pacar yang amat sangat lah rumit. Restu berdecak
BAB : 134Masih dengan penyelidikannya, Daffa dan Restu yang sudah berada di Semarang.***Dalam keremangan malam kota Semarang, Daffa dan Restu mencari alamat yang masih belum juga ditemukan sampai saat ini. Bahkan kini mereka mulai menyusuri desa kecil yang cukup terpelosok, dan tentu saja semakin mempersulit usaha pencarian mereka. Jalan sempit serta penerangan minim, itulah yang membuat mereka lumayan kalang kabut. Bahkan jalan pun hanya muat untuk dilewati satu mobil saja.Daffa mengusap lengannya, karena dingin mulai menusuk kulit. Cuaca yang sangat berbeda dengan di kota sukses membuat bulu kuduknya merinding karena kedinginan. Sedangkan Restu pun masih fokus menyusuri alamat yang kini masih dipegangnya.“Perasaan ini masih jam 21,00 kenapa sepi banget ya di sini? Kayak kampung tak berpenghuni,” keluh Daffa dengan matanya yang masih menyisir pandang di depannya.“Lo lupa, ini kan di kampung, Daff. Jangan samakan sama rumah lo, lah. Lo bahkan kadang nggak tidur kan sampai tengah
BAB : 135Keterangan dari Pak Jatmiko.***Beberapa kali Pak Jatmiko menata posisi duduknya menandakan bahwa saat ini ia sedang tidak tenang.Mengetahui hal itu, Restu berdehem sejenak, ingin menjelaskan lebih detail maksud kedatangannya kesini.“Menurut sumber yang sudah kami cari Bapak adalah mantan supir pribadi Pak Koswara. Benar seperti itu, Pak? Kami mohon dengan bantuan Bapak, untuk memberikan informasi yang Bapak tahu tentang kelicikan dan kebusukan yang Pak Koswara lakukan selama Bapak pernah bekerja dengannya.” Kali ini Restu yang berbicara. Restu berani berbicara seperti itu bukan tanpa alasan. Sebelumnya mereka sudah mendengar cerita dari Bu Dewi bahwa Pak Jatmiko berhenti menjadi sopir Pak Koswara karena tak tahan dengan sikapnya yang terlalu arogan dan selalu ingin menang sendiri. Pak Jatmiko menatap Daffa dan Restu bergantian, lalu membuang muka. Ia tersenyum miring sejenak, dengan mata menerawang seolah kejadian masa lalu dengan Koswara berputar menari di depannya.