Share

Bab 32 POV Ibu

Penulis: Hans Yunata
last update Terakhir Diperbarui: 2022-11-07 15:20:24

Sebenarnya aku sangat merindukan Tina, putri kecilku itu. Jantungku berdebar lebih cepat menunggu kedatangannya. Aku menyibukkan diriku dengan membereskan selimut dan bantal yang kami bawa tadi malam untuk menutupi kegelisahanku.

Dan saat putriku sampai dan memeluk suamiku, hatiku bagai diiris sembilu melihat keadaannya. Tina sangat kurus. Tulang pipinya menonjol. Dia tak ada bedanya dengan gambar penderita busung lapar yang ada di buku-buku atau yang kutonton di televisi. Tubuh kurus tapi perut buncit. Dan saat menyalamiku, jari-jarinya seakan-akan tinggal kulit pembalut tulang. Dulu sebelum menikah, Tina memang bertubuh ramping tapi tidak sekurus sekarang, apalagi sekarang sedang hamil, seharusnya dia bisa agak gemuk.

Aku melengos menghindari tatap mata dengannya. Aku tak tahan melihatnya. Hati ibu mana yang tidak teriris pedih melihat keadaan putrinya yang sangat memprihatinkan seperti itu? Anak yang kurawat dengan kasih sayang walaupun tidak bergelimang harta, dalam sekejap tampil
Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 33 POV Ibu

    "Apa maksudnya, Bu Darmi?" aku berbalik dan berteriak membuat mereka bertiga berhenti melangkah.Kekesalan dan kemarahan yang menyesak di dadaku semakin menggunung. Aku memandang Bu Darmi dengan tajam membuatnya mengalihkan pandangannya ke arah lain."Suami saya sakit bukan gara-gara Tina atau siapa pun," kataku sengit."Jangan diambil hati, Bu," Bu Ruth menghampiri aku. "Mungkin maksud Bu Darmi bukan begitu.""Jadi maksudnya apa? Aku masih bisa mendengar dengan jelas, Bu," kataku emosi. "Dan siapa yang menggosipkan keluargaku di kampung ini kalau bukan dia?" Bu Darmi yang tadi mengalihkan pandangannya, sekarang menatapku dengan garang."Memang benar kok, Bu. Kenapa Ibu malah marah?" tantangnya. "Seluruh kampung ini ngomongin keluarga Ibu.""Apaan sih, Bu?" Bu Ruth menarik tangan Bu Darmi menjauh. "Maaf, Bu, kami pulang dulu.""Lepaskan!" Bu Darmi menghempaskan tangan Bu Ruth dan kembali maju mendatangiku."Ibu nggak usah malu. Akui aja kalau Ibu gagal mendidik anak. Kalau nggak, ngg

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-10
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 34 Diludahi

    "Tina, katakan sejujurnya," Ibu menatapku tajam. "Apa maksud Bu Darmi tadi tentang mertuamu? Apa mereka baik sama kamu?"Jantungku berdebar kencang. Pertanyaan yang sangat kuhindari akhirnya terlontar juga. Aku mengusap air mataku sampai wajahku kering. Kutatap kedua orang tuaku sambil tersenyum."Mereka baik kok, Yah, Bu," kubuat suaraku sealami mungkin. "Nggak usah khawatir.""Tapi kata Bu Darmi..." "Ibu kayak nggak tahu Bu Darmi aja. Dia kan suka bergosip. Lagian memangnya dia kenal sama mertuaku?" aku berusaha meyakinkan Ibu. "Ibu dan Ayah nggak usah khawatir. Aku baik-baik aja kok, Yah, Bu."Ayah dan Ibu berpandangan. Di satu sisi aku merasa senang karena Ibu sudah mau berbicara denganku meskipun ketus dan kasar. Di sisi lain aku sedih karena harus berbohong kepada mereka. Aku tidak mungkin mengatakan yang sebenarnya apalagi dengan kondisi Ayah yang sedang sakit begini. Aku menghela nafas berat. Kepalaku sakit."Kamu nggak usah bohong. Ibu memang masih marah sama kamu tapi Ibu

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-15
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 35 Perlengkapan Bayi

    Sekali lagi aku menatap Anton yang masih tidur dibungkus selimut. Dari tadi aku sudah berusaha membangunkannya dan menanyakan apakah dia bekerja atau tidak. Tapi jangankan bangun, untuk sekadar menjawab saja tidak ada. Dia malah menarik selimut dan menutup sekujur tubuhnya.Aku menutup pintu kamar dan meraih tasku. Saat membuka pintu, ternyata ada Bu Umar dengan tangan terangkat hendak mengetuk pintu. Beliau tersenyum manis. Aku sudah mengenal istri kepala desa sekaligus pemilik kontrakanku itu walaupun belum pernah bicara dengannya. Dia bekerja di Puskesmas pembantu yang tak jauh dari kediaman kami."Kamu Tina kan?" tanyanya. "Menantunya Pak Joko dan Bu Ria?""Iya, Bu," aku mengangguk sopan. "Ada apa, Bu?""Maaf, ya, saya baru ini bisa kenalan sama kamu. Saya baru sehat, jadi nggak pernah keluar rumah," kata Bu Umar.Wajahnya memang terlihat pucat kekuningan."Nggak apa-apa, Bu. Harusnya saya yang ke rumah Ibu memperkenalkan diri," kataku tak enak."Kamu udah mau berangkat kerja?" ta

    Terakhir Diperbarui : 2022-11-17
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 36 Uang Perjalanan

    Jam sudah menunjukkan waktu pulang. Setelah mematikan komputer dan membereskan barang-barangku, aku berjalan keluar menuju ruangan Wina. Aku lihat dia sedang berbicara dengan dua orang yang duduk membelakangi pintu."Sebentar, ya, Tin," kata Wina saat melihatku berdiri di pintu. Kedua orang itu refleks melihat ke belakang mengikuti pandangan Wina."Eh, Tina?" ternyata mereka adalah Hanna, teman sekerja Anton, dan Meta, tetangga rumahku."Halo, Kak Hanna," aku menyapa gadis cantik itu. "Hai, Met, ngapain ke sini?" tanyaku kepada Meta."Aku yang ngajak," Hanna yang menjawab. "Kalian tetanggaan kan? Udah tahu kan kalau Meta sepupuku?""Iya, Kak. Meta udah ngasih tahu aku," jawabku."Oh, Meta tinggal di samping rumahmu?" tanya Wina.Aku mengangguk."Duduk dulu, Tin," kata Wina. "Sebentar aku selesaikan dulu masalah yang dibawa si Hanna ini," candanya sambil kembali bekerja di depan komputernya."Kamu sehat kan, Tin?" tanya Hanna. Ia memutar kursinya menghadap ke aku."Sehat, Kak," jawabku

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-07
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 37 KDRT Pertama

    "Bukan lima juta. Tapi empat juta."Kena kamu.Ada perubahan di wajah Anton saat dia keceplosan mengungkapkan jumlah uang yang diterimanya. "Mana?" aku mengulurkan tanganku. "Nggak ada. Udah habis." Anton menepis tanganku dengan kasar."Baru kemarin Abang dapat uang itu. Masa udah habis dalam sehari? Empat juta lho, Bang," kataku."Kebutuhanku banyak," katanya ketus."Kebutuhan apa? Rokok? Tuak? Bir?" tanyaku sinis. Di samping minum tuak, Anton juga sangat menyukai bir dan juga minuman beralkohol lainnya."Bukan urusanmu," kata Anton."Abang bisa mentraktir kawan-kawan Abang tapi aku sepeser pun nggak Abang kasih?" protesku."Dia kawan-kawanku. Mereka kawanku bermain," kata Anton. "Kamu jangan melarang aku bergaul dengan mereka.""Aku tidak pernah melarang Abang bergaul dengan siapa pun, tapi jangan lupa kalau Abang udah menikah. Harusnya prioritas Abang sekarang adalah istri dan rumah tangga Abang," kataku. "Sebentar lagi kita punya anak, Bang. Kita belum beli perlengkapannya.""It

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-12
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 38 Apa Hubunganmu dengan Anton

    Anton menatapku dengan mulut ternganga. Dia memunguti baju-bajunya yang kulempar ke wajahnya tapi terjatuh ke lantai karena dia tidak sigap menangkapnya. Mungkin dia tidak menyangka kalau aku seberani itu. Dia tidak tahu bahwa perempuan bisa berubah sebuas serigala apabila sakit hatinya sudah di titik nadir."Aku tidak akan keluar dari rumah ini," Anton kembali menampakkan wajah normalnya_angkuh dan mengintimidasi."Kamu tidak punya hak apa pun di rumah ini," kataku dingin. "Silakan pergi dari sini. Bawa semua barang-barangmu. Jangan ada satu pun yang tertinggal karena aku bisa mual dan jijik melihatnya sama seperti saat aku melihat wajahmu.""Tapi aku masih berhak atas dirimu. Kamu istriku dan sedang mengandung anakku," katanya pongah."Anggap saja aku mengandung anak orang lain," kataku membalasnya."Dengan kata lain kamu selingkuh?" Anton mencibirku. "Aku bisa menuntutmu sudah menipuku.""Tuntut saja. Itu akan memperlancar proses perceraian kita," kataku."Kamu akan dipenjara," Ant

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-13
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 39 Lihat Saja Nanti

    POV WinaSetelah mandi, aku membuka media sosialku. Melihat aneka macam gaun yang dipromosikan lewat siaran langsung oleh salah seorang pedagang online langgananku. Entah kenapa tidak ada yang menarik hatiku. Padahal namaku sudah disebut-sebut sang empunya akun. Untuk keluar rasanya kurang sopan karena aku mengenal baik si mbak pemilik dagangan itu.Tiba-tiba notifikasi pesan masuk terlihat dari beranda ponselku. Aku segera membukanya tanpa menutup akun siaran langsung itu.Ada beberapa pesan gambar dari Edwin, tetanggaku di kota, yang kebetulan juga tetangga kontrakan Tina.Aku segera membukanya dan terkejut setengah mati saat melihat foto wajah Tina yang merah dan agak bengkak. Di sudut bibirnya ada warna kemerahan. Mungkin darah. Aku yang sedang dalam posisi telungkup, bergegas duduk.Aku mencari nomor Tina dan segera memanggilnya. Dia baru mengangkat ponselnya di dering terakhir."Kamu nggak apa-apa, kan?" aku langsung bertanya sebelum dia bicara."Aku nggak apa-apa," jawab Tina.

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-14
  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 40 Kau Nikahi Dia Atau ...

    Aku masih menonton drama korea di laptopku saat kudengar suara-suara berisik dari kamar Tina. Awalnya kupikir laptopku yang bermasalah, tapi saat aku mencabut headset dari telingaku, suara itu masih terdengar samar. Suara seperti menangis tertahan dengan menutup wajah. Kulirik jam, sudah hampir jam dua belas malam. Aku mengusap mataku yang mulai perih. Tentu saja perih karena aku menonton sejak tadi sore. Begitulah kalau sudah menonton drama korea, kecanduan. Saat ingin mengakhiri satu episode, eh episode berikutnya malah bikin penasaran. Akhirnya mulai lagi menonton satu episode lagi dengan janji ini yang terakhir. Tapi janji tinggal janji. Episode tetap berjalan hahaha...Tapi kali ini aku harus menyudahinya kalau tidak mau minus mataku semakin bertambah. Kumatikan laptop dan bersiap untuk tidur saat kudengar suara Tina. Mungkin dia sedang bicara lewat ponsel. Kebiasaannya sejak pacaran dengan Anton."Aku hamil."Darahku tersirap mendengar suara Tina. Walaupun diucapkan dengan nad

    Terakhir Diperbarui : 2022-12-16

Bab terbaru

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 63 Keluargalah Tempatmu Pulang

    Sehari sudah berlalu sejak kejadian itu. Aku sudah kembali ke rumah kontrakanku ditemani oleh Wina. Kemarin saat aku keluar dari rumah mertuaku, aku mendatangi Wina ke kosnya. Di sana, dalam pelukan sahabatku itu, tanpa dapat kutahan lagi, aku menangis sejadi-jadinya. Kalau di rumah mertuaku, aku tidak bisa menangis dan aku pun tidak tahu kenapa. Rasa marah, dongkol, kesal, kecewa dan entah rasa apa lagi yang menumpuk di rongga dadaku, seakan tersalurkan lewat tangisanku."Menangislah, keluarkan semua bebanmu," kata Wina sambil memeluk aku sangat erat. Dia pun ikut menangis sesenggukan. "Ada apa?" tanya Bu Sari heran mendapati kami berdua berpelukan sambil menangis di kamar Wina. Suara tangisku yang keras membuat beliau mendatangi kamar Wina."Nggak apa-apa, Bu. Nanti juga ibu akan tahu," jawab Wina.Bu Sari keluar dan menutup kembali pintu kamar. Aku yakin hatinya sekarang penuh tanda tanya dan kebingungan. Tapi seperti kata Wina, beliau juga bakalan segera tahu penyebabnya.Wina me

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 62

    Setelah selesai merekam perbuatan bejat suamiku dengan Lola memakai ponsel Anton, aku segera mengirimnya ke ponselku juga ke grup keluarga kami. Tidak main-main, aku tidak mengirimnya ke grup keluarga kecil kami tapi aku mengirimnya ke 2 grup besar atas nama nenek Anton dari pihak ayah mertuaku yang anggotanya ada 30 orang lebih dan atas nama kakek dari pihak ibu mertuaku, mulai dari anak SD sampai orang tua ada di sana sebagai anggota."Silakan dinikmati pertunjukan gratis ini!" Itu caption yang kutulis sebagai pengantar pesan itu."Aku nggak menyangka kalau kamu bersikap kasar kepadaku dan selalu membela Lola, itu karena ternyata kalian menjalin hubungan?" kataku pelan seolah kepada diriku sendiri. "Betapa bodohnya aku.""Aku memang tidak mencintaimu lagi, Ton. Aku sudah mati rasa sejak menjadi istrimu. Aku bertahan demi anak ini tapi semua sia-sia. Aku memang menuntut cerai dari kamu. Tapi aku tak menyangka akan menyertakan bukti perselingkuhanmu ini juga ke pengadilan. Tadinya ak

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 61 Zinah

    Terdengar suara kentongan 3 kali dari pos siskamling yang tak jauh dari rumah pertanda sekarang sudah pukul 3 dini hari. Aku menutup mulutku menahan isak tangisku sambil merekam perbuatan bejat lelaki yang masih berstatus suamiku itu. Perbuatan mereka terekam dengan jelas walaupun kamar itu temaram yang hanya diterangi lampu tidur. Setelah durasinya hampir mencapai 1 menit aku berhenti dan segera mengirimnya ke ponselku. Itu sudah cukup menjadi bukti. Pesanku sudah terkirim dan kulemparkan ponsel Anton begitu saja ke lantai.Dengan sinis kupandangi aktivitas kedua manusia laknat itu dan mundur. Kuhapus air mata di pipiku dengan kasar. Tak sudi rasanya menangisi pria bejat itu. Dengan sengaja kuraih daun pintu dan kuhempaskan dengan keras. Suaranya berdentam keras di malam sunyi itu. Segera kunyalakan lampu Kedua makhluk yang sedang berbagi peluh itu terkejut dan menoleh ke belakang. Aku tak dapat menggambarkan betapa terkejutnya mereka melihatku berdiri di ambang pintu dan menatap mer

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 60 Tertangkap Basah

    "Kami pulang dulu, Pak," aku pamit kepada Pak Johan setelah berbincang lama. "Udah mulai gelap.""Silakan, Nak," Pak Johan tersenyum lalu memutar kursi roda ibu mertuaku menghadap ke arah jalan menuju rumah. "Cepat sembuh, ya, Bu. Hati-hati, Tin. Harusnya jangan kamu lagi yang mendorong mertuamu. Kasihan kamu juga lagi hamil."Aku dan ibu mertuaku tersenyum menanggapi. Aku kembali mendorong kursi roda tersebut menuju rumah. Kami tidak berbicara lagi sepanjang perjalanan. Denny menyambut kedatangan kami di halaman."Kamu dari mana, Den?" tanyaku dengan nafas sedikit ngos-ngosan."Baru pulang les, Kak," jawab Denny sambil mengambil alih kursi roda dari tanganku."Kalau lesnya udah selesai, kamu langsung pulang, Den. Mama kan perlu juga sama kamu. Aku nggak kuat kalau tiap sore bawa mama jalan padahal aku udah memandikan dan menyuapi mama," kataku. "Nggak usah kamu meniru kakak abangmu. Mereka memang nggak peduli."Denny mengangguk saja.Bu Ria melirikku. Biar saja dia menyangka yang buk

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 59 POV Lola

    Dari jauh aku melihat Tina mendorong kursi roda yang diduduki oleh ibu angkatku. Sebenarnya aku malas berpapasan dengan mereka tapi mau tidak mau aku harus bertemu dengan mereka karena aku sudah terlanjur ada di gang menuju rumah. Aku menghentikan motorku di sisi jalan dan memandang mereka. Bu Ria menatapku tajam dengan mulut komat kamit."Lagi jalan-jalan?" tanyaku basa-basi."Nggak bisa lihat?" Tina balas bertanya dengan sengit."Biasa aja kali," kataku. "Ditanya baik-baik malah ngajak berantem kamu.""Harusnya kamu bisa pulang tepat waktu supaya bisa bawa mama jalan-jalan atau memandikan mama," kata Tina sambil melihat jam tangannya. "Ini udah jam berapa baru kamu pulang?""Heh jangan rese kamu, suka- suka akulah mau pulang jam berapa atau nggak pulang sekalian," semprotku kesal. "Kamu calon janda aja belagu. Cih! Kamu pikir aku nggak tahu kamu sok baik sama mama karena berharap Anton nggak jadi menceraikan kamu?"Wajah Tina memerah. Rasain kamu. Lagian siapa suruh melawan Lola? Ak

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 58 POV Anton (2)

    POV Anton"Ton, kamu di mana?"Terdengar suara manja mendayu dari arah depan. Kulirik jam. Sudah jam 6 sore. Wajah ceria Lola muncul dari balik gorden pembatas ruang depan dan ruang tamu."Kok lama amat pulangnya?" tegurku kesal."Kangen, ya?" dengan manja Lola bergelayut di lenganku tapi segera kutepis. Dia cemberut. "Kok gitu sih?""Kamu jangan macam-macam. Ini di rumah, ada Tina juga," kataku sambil melihat ke depan, siapa tahu mereka sudah kembali dari jalan-jalan."Mereka masih di luar. Tadi aku lewati di ujung jalan mereka ngobrol dengan Pak Johan," kata Lola. "Ana belum pulang kan?""Dia kan lagi dinas luar," jawabku."Berarti kita bebas dong," Lola mengedipkan sebelah mata kepadaku dan memelukku erat."Jaga sikapmu!" kataku setengah membentak."Apaan sih, Ton?" Lola duduk menjauh dengan muka ditekuk. "Toh kita akan bersama juga kan? Biar aja mereka tahu!""Iya, tapi nggak sekarang juga. Mama masih sakit," bentakku."Awas kalau kamu ingkar. Habis kamu!" ancam Lola sebelum beran

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 57 POV Anton (1)

    POV AntonAku berdiri di ambang pintu kamar mama dan melihat semua yang dikerjakan oleh Tina, istriku, di sana. Dia dengan telaten dan sabar menyuapi mama makan. Dia sabar menunggu sampai mama benar-benar menelan buburnya. Sisa-sisa makanan yang belepotan di mulut mama, dibersihkannya dengan tisu. Mama begitu sumringah menerima perlakuan Tina. Wajahnya berbinar dan matanya selalu menatap wajah Tina seolah-olah dia baru pertama kali mengenal Tina.Aku heran. Mama hanya mau dirawat oleh Tina. Sudah seminggu ini memang ada perawat untuk mama. Dia bekerja mulai dari jam 7 pagi sampai jam 4 sore. Tugasnya adalah memandikan, menyuapi, pokoknya mengurus segala keperluan mama selama rentang waktu tersebut. Tapi kalau sore sudah tiba, saat Ratih, perawat itu, pulang, mama hanya mau dirawat oleh Tina. Terkadang aku kasihan melihat dia bergerak dengan lamban karena perutnya yang semakin besar.Aku berusaha membantu tapi mama selalu menolakku. Seperti tadi, Tina terlambat datang. Aku tidak tahu d

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 56 Di Rumah Sakit

    "Lebih baik jadi janda daripada hidup dengan orang jahat. Untuk apa punya suami kalau aku harus hidup sendiri dan berjuang sendiri," kataku sambil menatap Anton telak.Anton menatapku tidak suka sementara Lola juga mendelik dari belakangnya. Pak Joko menghela nafas berat. Sesekali beliau menatap ke arah tempat tidur di mana istrinya terbaring."Tin, bapak tahu ini sangat berat dan perbuatan Anton memang tidak bisa ditolerir," kata Pak Joko. "Tapi maukah kamu mempertimbangkannya setidaknya biarlah sampai cucu bapak lahir."Aku tersentak mendengar permintaan mertuaku itu. Aku memandangi Anton. Sejak pertengkaran itu bahkan sejak aku tinggal lagi di rumah mertuaku, dia sama sekali tak ada usaha untuk berdamai denganku. Dia malah semakin hari semakin kompak dengan Lola. Terlebih dalam hal menghina aku. Lihatlah, harusnya dia yang mengatakan apa yang dikatakan mertuaku tapi dia malah sikut-sikutan dengan Lola. Mungkin mereka ingin aku segera mengurus perceraian itu sehingga mereka keberata

  • Salahkah Menjadi Janda?   Bab 55 Apa Gunanya Punya Suami Tapi...

    "Maaf, ya, Tin, aku tak pernah tahu keadaan kamu selama ini."Aku menatap Kak Reni. Selama aku menikah, baru kali ini aku berbicara sedekat ini dengan dia. Walaupun aku sempat tinggal di rumah ini di awal pernikahan dulu, tapi aku sangat jarang bertemu dengan Kak Reni. Dia tinggal di rumah kontrakan yang dekat ke sekolah tempat dia mengajar. Paling banyak kami bertemu 3 kali, itu pun hanya sekadar bertegur sapa."Aku nggak menyangka kalau Anton ternyata mengabaikan kamu," lanjut Kak Reni. "Jadi persiapan perlengkapan bayi dan kamu melahirkan udah beres?""Belum, Kak," aku menggeleng. "Aku baru membeli sebagian.""Kamu nggak usah beli banyak-banyak. Toh anak bayi sangat cepat pertumbuhannya. Kayak kain bedong dan popok, paling lama dipakai sebulan. Kamu mau nggak pakai yang bekas?" tanya Kak. Reni."Bekas?" aku mengernyitkan kening tanda tak mengerti."Maksudku, aku masih menyimpan punya anak-anak. Kamu masih bisa pakai itu," jelas Kak Reni."Boleh, Kak?" mataku berbinar. "Aku maulah,

DMCA.com Protection Status