"Kamu pasti sudah gila, cepat pulang!"Santo jelas tidak memercayai kata-kata Stella. Dia dengan marah berteriak di ujung telepon, lalu menutup teleponnya.Mengetahui mereka pasti tidak akan percaya Stella menikah dalam satu hari, dia berencana untuk kembali besok dan menjelaskannya pada mereka.Keesokan harinya, begitu Stella memasuki pintu, dia melihat dua orang duduk di sofa.Seorang wanita paruh baya yang mengenakan pakaian mewah dan seorang pria muda berusia dua puluhan.Tanpa menunggu Stella bereaksi, Dewi segera menghampirinya dengan penuh kasih sayang dan meraih lengannya, mengabaikan penolakannya, lalu berkata dengan simpati palsu, "Aduh, Stella akhirnya kamu pulang juga. Aku kira kamu pergi ke tempat temanmu dan akan pulang agak malam."Kemudian Dewi menoleh ke arah wanita paruh baya kaya itu dan berkata, "Kak Warni, ini Stella. Gimana? Cantik, 'kan?"Wanita paruh baya itu menatap Stella dari atas ke bawah sambil mengangguk puas."Lumayan."Pria itu menatap Stella seperti men
Kamu .... Aku tahu kamu sedang marah, aku nggak akan bertengkar denganmu. Selama kamu berjanji untuk berpisah dengan pria itu, aku nggak akan memaksamu untuk menikah lagi."Santo tahu Stella keras kepala. Menggunakan cara keras tidak akan berhasil, jadi dia memutuskan untuk melunak."Kami sudah mendaftarkan pernikahan.""Apa gunanya mendaftarkan pernikahan, kamu masih bisa bercerai. Pernikahan kalian adalah masalah besar, pria itu bahkan nggak berkunjung ke rumah, keluarganya pasti miskin. Stella, kamu harus mendengarkan nasihatku, nggak ada gunanya terlihat tampan, kehidupan setelah menikah adalah tentang keberlangsungan hidup dan makan setiap hari, kamu nggak bisa hidup tanpa uang. Cepatlah bercerai selagi nggak ada yang tahu tentang masalah ini."Stella memandangi Santo yang semakin berbeda dan hatinya tidak lagi bergetar."Aku nggak akan setuju."Sekarang ayahnya berdiri di sisi yang sama dengan Dewi. Stella tahu kalau dia menyetujuinya, kehidupannya hanya akan menjadi semakin seng
Karena gelisah, Stella duduk di dalam mobil dengan tangan dan kaki yang sedikit gemetar. Dia tampak seperti baru saja terbangun dari mimpi buruk.Stella menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk menenangkan diri. Dia tidak ingin Billy melihat kelemahannya.Billy sepertinya merasakan perubahan suasana hati Stella dan meliriknya. Namun, dia tidak banyak bicara dan tatapannya tetap sangat tenang."Terima ... terima kasih, Pak Billy." Merasakan pandangan Billy, Stella menjadi sedikit cemas dan menggigit bibirnya.Stella tidak tahu kenapa Billy muncul di sini, tetapi dia tetap harus berterima kasih karena Billy sudah menolongnya."Nggak perlu sungkan, aku cuma lewat." Nada bicara Billy tetap tenang, tidak ada perasaan suka atau duka dalam nadanya.Billy memang hanya lewat. Sejak awal dia bukanlah orang yang ramah, adapun dia sendiri tidak tahu kenapa dia ingin membantu Stella. Ketika dia melihat Stella terburu-buru menghentikan mobil, dia langsung menyuruh sopir menghentikan mobilnya.Ste
Stella meronta, tetapi para pengawal itu sangat kuat dan dengan mudah menghentikannya."Lepaskan aku, lepaskan aku!" Stella berjuang mati-matian, tetapi mereka terlalu kuat. Dia sama sekali tidak bisa melepaskan diri.Setelah Stella dimasukkan ke dalam mobil, mobil segera melaju menjauh dari pabrik furnitur.Mobil itu melaju dengan cepat.Tak lama kemudian mobil itu berhenti di depan Hotel Lido.Stella melihat bangunan megah yang terang benderang ini dan hatinya mulai ketakutan.Tidak perlu menebaknya, Stella juga tahu apa yang akan terjadi selanjutnya.Stella didorong memasuki ruangan. Saat hampir masuk ke dalam, dia mencengkeram pintu dan berteriak, "Kamu menculikku, ini melanggar hukum!""Jangan banyak omong kosong, cepatlah masuk."Pengawal berpakaian hitam yang mengikutinya masuk sama sekali tidak memanjakan Stella, langsung mematahkan jari-jarinya satu per satu, mendorongnya ke dalam ruangan dan menutup pintu dengan "gedebuk".Stella menyandarkan punggungnya ke pintu dan melihat
Billy menarik tangannya dan berdiri tanpa mengatakan apa pun.Kemudian Billy melemparkan jubah mandi pada Stella dan menyuruhnya untuk memakainya sementara dia pergi ke ruang tamu.Stella baru selesai mengganti pakaiannya yang basah.Dia mendengar ketukan yang mendesak di luar pintu.Kali ini bukan hanya ketukan, tetapi juga disertai dengan suara bantingan yang kasar.Bang bang bang!"Cepat buka pintunya!"Billy membuka pintu kamarnya dengan wajah tidak senang dan melihat dua pengawal berjas hitam menghalangi pintu.Salah satu pria berjas hitam berteriak mengancam, "Di mana wanita di ruangan ini?"Billy dengan dingin meliriknya. "Enyahlah!""Jangan pura-pura bodoh! Cepat biarkan kami mencarinya!" Pria berbaju hitam lainnya juga berkata dengan marah.Billy menatap mereka dengan tatapan dingin dan berbicara dengan nada sedingin es, "Lebih baik kalian cari tahu kamar siapa ini."Suara Billy sangat dingin.Kedua pengawal berpakaian hitam itu tidak berani membalas, karena aura yang Billy pa
Stella tiba di pintu masuk sebuah kompleks bernama Kompleks Jalanda.Kompleks adalah tempat tinggal sahabatnya, Ariana Sonanda.Ariana merupakan satu-satunya teman yang dekat dengan Stella sejak dia kecil.Stella berjalan ke pintu rumah Ariana dan menekan bel. Beberapa saat kemudian dia mendengar langkah kaki dari dalam.Ariana membuka pintu dan terkejut melihat kedatangan Stella. "Stella, akhirnya kamu muncul. Aku meneleponmu, tapi nggak diangkat. Kukira kamu sudah menghilang dan berencana mencarimu ke rumahmu dalam beberapa hari!"Stella merasa sedikit tidak enak. "Maaf, ada yang terjadi baru-baru ini, jadi aku nggak bisa menghubungimu ...."Ariana menutup pintu dan menarik Stella untuk duduk di sofa ruang tamu. "Sudah kuduga, apa ibu tirimu menyusahkanmu lagi? Nggak perlu minta maaf di antara kita!"Stella mengangguk dan hatinya menghangat. "Ya, terima kasih, Ari!""Bodoh, kenapa kamu masih begitu sungkan denganku?" Ariana menatap Stella dengan tatapan kosong dan terus bertanya, "Ce
Fano bertanya, "Apa kalian akan makan hot pot?"Stella mengangguk. "Hmm."Fano mengundang mereka, "Kalau gitu kebetulan sama, apa mau makan bersama?"Tanpa menunggu Stella menjawab, Ariana langsung berkata, "Kak Fano sudah mengundang, Stella pasti menerimanya dengan senang hati."Awalnya Stella takut Ariana merasa tidak nyaman. Stella tidak menyangka Ariana akan begitu bersemangat dan menyetujuinya terlebih dahulu.Ariana menarik Stella ke dalam, tidak memberinya kesempatan untuk menolak.Fano tersenyum tipis dan mengikuti langkah mereka.Pelayan mengantar mereka ke tempat duduk yang sudah dipesan dan kemudian meninggalkan ruangan itu.Fano mengambil menu dan menyerahkannya pada Stella. "Pesanlah apa yang kamu suka."Stella mengambil menu, membolak-balik beberapa halaman dan menyerahkannya kembali ke Fano. "Hari ini, Kak Fano sudah membantuku, jadi aku akan mentraktirmu."Fano dengan lembut menolaknya, tetapi pada akhirnya tidak bisa menolak Stella dan menyerah.Makanan segera disajika
Sandra tersenyum dan berkata, "Aku baik-baik saja. Mungkin karena cuacanya terlalu panas, jadi aku nggak begitu nafsu makan."Begitu Stella mendengar bahwa Sandra tidak banyak makan, dia berkata dengan nada pelan, "Nenek kalau kamu nggak nafsu makan, gimana kalau aku membuatkanmu beberapa hidangan kecil?""Ini hari yang panas, sebaiknya jangan pergi ke dapur, jangan sampai kelelahan. Aku masih menunggu untuk menggendong cicit!" kata Sandra sambil bercanda.Wajah Stella tiba-tiba memerah. "Nenek ... sebaiknya aku pergi memasak dulu!"Setelah mengatakan itu, Stella pun melarikan diri."Anak ini masih pemalu."Sandra menyuruh Billy membantunya duduk di sofa."Billy, Stella adalah gadis yang baik, karena kamu memilihnya, jangan sampai gagal menjalankan tanggung jawabmu, mengerti?"Billy terdiam sepersekian detik dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban."Aku tahu kamu memilihnya karena dia mirip dengan orang itu, tapi kuharap kamu nggak memperlakukannya sebagai orang lain. Semua wanita