Share

Bab 11

Sandra tersenyum dan berkata, "Aku baik-baik saja. Mungkin karena cuacanya terlalu panas, jadi aku nggak begitu nafsu makan."

Begitu Stella mendengar bahwa Sandra tidak banyak makan, dia berkata dengan nada pelan, "Nenek kalau kamu nggak nafsu makan, gimana kalau aku membuatkanmu beberapa hidangan kecil?"

"Ini hari yang panas, sebaiknya jangan pergi ke dapur, jangan sampai kelelahan. Aku masih menunggu untuk menggendong cicit!" kata Sandra sambil bercanda.

Wajah Stella tiba-tiba memerah. "Nenek ... sebaiknya aku pergi memasak dulu!"

Setelah mengatakan itu, Stella pun melarikan diri.

"Anak ini masih pemalu."

Sandra menyuruh Billy membantunya duduk di sofa.

"Billy, Stella adalah gadis yang baik, karena kamu memilihnya, jangan sampai gagal menjalankan tanggung jawabmu, mengerti?"

Billy terdiam sepersekian detik dan menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Aku tahu kamu memilihnya karena dia mirip dengan orang itu, tapi kuharap kamu nggak memperlakukannya sebagai orang lain. Semua wanita ingin menjadi dirinya sendiri dan nggak ada yang mau menjadi pengganti orang lain."

"Aku tahu, Nek, jangan khawatir."

"Bagus kalau begitu."

Tak lama kemudian, Stella membawa dua piring hidangan keluar.

Stella membantu pelayan membawa piring-piring itu dan menaruhnya di atas meja makan sambil berteriak ke arah keduanya, "Nenek, ayo makan!"

Mereka duduk di meja makan. Melihat hidangan di atas meja, selera Sandra langsung makannya meningkat.

"Sup tomat daging ini enak, hanya saja rasanya berbeda dengan yang biasanya, kalian coba saja!"

Pelayan di sampingnya tersenyum dan berkata, "Nyonya Besar, Nyonya Muda yang memasaknya!"

"Benarkah? Aku nggak nyangka kamu punya keterampilan seperti ini. Stella, Billy sangat beruntung bisa menikah denganmu."

"Aku cuma tahu beberapa masakan rumahan. Nenek, jangan memujiku seperti itu, kalau nggak kepalaku akan membesar!"

"Kamu memang pantas dipuji."

Melihat Stella yang berhasil membujuk Sandra untuk makan lebih banyak, ekspresi Billy menjadi jelas jauh lebih santai.

...

Saat malam tiba, bintang-bintang berkilauan di langit.

Stella dan Billy tinggal di sana untuk menemani Sandra sesuai rencana.

Sandra sangat senang dan secara khusus meminta pelayan untuk mendekorasi kamar untuk mereka.

Saat mereka kembali ke rumah, mereka menyadari tempat tidur dan lantai kamar yang akan mereka tempati sudah dipenuhi kelopak bunga mawar.

Ada juga lilin yang menyala dan anggur merah di atas meja di sebelah mereka. Bahkan handuk mandi dilipat agar terlihat seperti angsa yang sedang bermain air.

Stella tertawa kecil, lalu berkata dengan canggung, "Aku nggak menyangka Nenek cukup romantis."

Billy juga tidak menyangka Sandra akan melakukan hal ini. Dia berjalan ke meja, mengambil gelas anggur dan bersulang dengan Stella.

"Hari ini penampilanmu sangat bagus, terima kasih," kata Billy.

Stella tahu apa yang Billy maksud. Dia tersenyum, menggelengkan kepalanya dengan lembut dan berkata, "Nggak apa-apa, ini memang tugasku."

Keduanya duduk dengan tenang di sofa, memandangi cahaya lilin yang redup. Pada saat itu, waktu terasa seolah-olah berhenti.

Pada akhirnya, Stella memecahkan suasana hening itu.

"Aku agak mengantuk, Pak Billy, aku mandi dulu."

Billy mengangguk, lalu mengambil gelas anggurnya sendiri dan menyesap anggur merah, jejak kerumitan melintas di matanya.

Ketika Stella keluar setelah mandi, Billy tidak tahu apa dia lelah atau mabuk, terbaring tak bergerak di sofa.

Dengan rambut keriting panjangnya yang menutupi kepalanya, dia berjalan ke Billy dengan piamanya dan membungkuk untuk memanggil.

"Pak Billy, apa kamu mabuk?"

Billy hanya diam saja.

Stella mengulurkan tangan dan menepuk Billy dengan pelan. Dia kira Billy sudah tidur dan kembali berdiri.

Siapa yang tahu, begitu balik badan Billu meraih tangan Stella.

Stella terdiam sejenak dan berbalik menatap Billy.

Stella melihat Billy membuka matanya sedikit, di pupil Billy terdapat bayangan Stella.

"Aku nggak mabuk ...."

Suara Billy rendah dan seksi.

Stella menghela napas.

Dia menepuk dadanya. "Bikin kaget saja!"

Billy tidak mengatakan apa-apa, dia langsung berbalik dan menabrak Stella sampai terjatuh di sofa.

Stella terkejut sejenak.

"Pak Billy, kamu ngapain?"

Billy tersenyum misterius.

Tatapan Billy sangat dalam dan membara, seperti ada kobaran api yang ingin menelan orang.

"Jangan pergi ...." Billy mengatakan dua kata ini dengan suara lemah dan dalam, suara yang sangat menyihir.

Wajah Stella langsung memerah, tangannya tetap berada di dada Billy.

"Pak Billy, bisakah kita mengobrol?"

Suara Stella rendah dan lembut, seperti cakar kucing yang mencakar jantung Billy, membuat darahnya mendidih.

Dia menatap Stella dan mendekatinya selangkah demi selangkah, menguatkan kedua lengannya di kedua sisi tubuhnya.

Dia akhirnya ambruk di atas tubuhnya, kepalanya bersandar di samping telinganya, napasnya yang panas menyemprot ke leher Stella, dengan bau alkohol yang menyengat di antara napasnya.

Stella tahu bahwa dia sedang mabuk.

Stella mengulurkan tangan dan mendorongnya, mencoba mendorongnya menjauh, tetapi pria itu terlalu berat, tidak bergerak.

Tidak ada cara lain selain menggigit lengannya dengan keras.

"Ah ...."

Billy mendengus dan berbalik kesakitan.

Memanfaatkan kesempatan ini, Stella langsung melarikan diri dari bawah pelukan Billy.

Melihat Billy yang tertidur, Stella hanya bisa menyeretnya ke tempat tidur.

Agar Billy bisa tidur lebih nyaman, Stella membantunya melepaskan dasi dan pakaiannya.

Setelah itu, Stella sudah lelah dan berbaring di samping sambil menatap Billy yang sedang tertidur.

Alis dan matanya tetap tampan, tetapi tidak tahu kenapa, Stella merasa sekarang Billy tidak tampak mendominasi dan acuh seperti biasanya. Sekarang Billy tampak hangat.

Stella sedikit terlarut dalam penglihatannya.

"Kalau bukan karena tampan dan sudah membantuku, aku nggak akan peduli padamu ..." ucap Stella dengan percaya diri, kemudian langsung tertidur.

Saat tengah malam, Billy merasa kurang nyaman dan perlahan bangun. Dia membuka matanya, melihat sekeliling dan menemukan dia sedang berbaring di tempat tidur, sedangkan Stella sedang tertidur pulas.

Dia mengusap alisnya, kepalanya sedikit sakit, mengangkat selimut dan bangkit, berjalan ke kamar mandi.

Ketika dia mandi dan keluar untuk berjalan ke samping tempat tidur.

Billy melihat wajah tidur Stella yang tampak tenang dan tidak bisa menahan diri untuk tidak sedikit tertegun.

Kulitnya putih halus, hidung mancung, bulu mata panjang dan melengkung, bibir ceri seperti jeli yang menggoda untuk dipetik.

Billy menggelengkan kepalanya, membuang pikiran di benaknya dan menutupi Stella dengan selimut tipis, lalu berbaring lagi untuk menyeduh tidur.

Keesokan paginya, cuaca cerah.

Stella membuka matanya dan melihat dirinya bersandar di lengan Billy, mereka berdua saling berdekatan dalam posisi yang tidak jelas.

Wajahnya memerah dan dia dengan cepat berjuang untuk turun dari Billy.

Buru-buru menyelinap ke kamar kecil untuk mencuci muka dan menyikat giginya.

Melihat dirinya di cermin, dia menepuk-nepuk wajahnya.

Dia berkata pada dirinya sendiri.

Bagaimana dia tanpa sadar tidur di pelukan Billy?

Dia tidak bisa menerima bahwa dia benar-benar melakukan hal yang memalukan.

"Aku benar-benar mabuk ...." Stella bergumam dan menampar wajahnya dengan keras lagi.

Setelah Stella membersihkan diri, dia melihat Billy sudah bangun dan memakai baju.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status