Share

Salah Meja ketika Kencan Buta, Jadi Istri CEO karena Pernikahan Kilat
Salah Meja ketika Kencan Buta, Jadi Istri CEO karena Pernikahan Kilat
Author: Ran

Bab 1

Sinar matahari musim kemarau di Kota Dalima sangat menyengat, udaranya pengap dan kering.

Stella mengenakan pakaian olahraga lengan pendek berwarna biru dan putih, topi untuk menutupi wajahnya dan rambut hitamnya tergerai di bahunya.

Dia yang tampilannya memancarkan aura seorang gadis muda pun berjalan ke Kafe Bintan.

Stella memandang sekeliling kafe dan menemukan sebuah meja di sudut ruangan.

Tahun ini Stella berusia 22 tahun. Dia baru saja lulus, tapi karena lingkungannya tidak baik serta sulit menemukan pekerjaan, suasana hatinya tidak baik dan dia hanya berbaring di rumah selama beberapa hari.

Kemarin saat makan malam, entah bagaimana ayahnya mengusulkannya pergi ke kencan buta dengan orang yang dikenalkan ibu tirinya, Dewi Lingga.

Sekarang Stella hanya ingin mencari pekerjaan dan tidak memiliki pemikiran lain. Belum lagi ibu tirinya selalu merasa dirinya mengganggu, dia tidak mungkin begitu baik pada Stella. Jadi, Stella langsung menolaknya.

Penolakan itu membuat ayahnya, Santo Andara dan Dewi terus mengoceh. Stella yang suasana hatinya sudah buruk dan mudah tersinggung, tidak ingin terus tinggal di rumah lagi, jadi dia menyetujui untuk datang ke kencan buta itu.

Stella tahu kalau Dewi tidak akan mengenalkannya pasangan yang cocok padanya.

Tanpa melepas topinya atau melihat wajah pria itu, dia langsung duduk di hadapan pria itu.

"Halo, aku Stella, teman kencan butamu. Kalau ada yang ingin kamu katakan, cepat tanyakan, setelah itu ada hal lain yang harus kulakukan!"

Empat atau lima detik berlalu sebelum orang itu berbicara.

"Seburu-buru itu?"

Suara rendah dan magnetis itu, menarik perhatian Stella sehingga dia mendongakkan kepalanya.

Setelah itu dia baru menyadari bahwa pria di seberangnya sedikit terlalu tampan, dengan alis tebal, wajah ramping, serta rahang yang bersih dan tajam.

Hanya saja temperamennya sedikit dingin, mata hitam pekat pria itu sedikit mengernyit, menatap Stella dengan curiga.

Stella melepas kacamata hitamnya dengan mulut sedikit terbuka. Agak sulit dipercaya kalau Dewi akan memperkenalkan pria berkualitas kepadanya.

"Nggak buru-buru, masih ada sedikit waktu."

Mendengar suara Stella, pria itu tampak agak terkejut, tetapi dia segera kembali tenang dan melepas headset Bluetooth di telinga kanannya.

Saat itulah Stella menyadari pria itu sedang bertelepon, tetapi dia tidak terlalu memikirkannya dan langsung berbicara, "Halo, aku datang untuk kencan buta, seharusnya makcomblang sudah memberitahumu informasi tentangku!"

"Nggak, kamu bisa mengatakan lebih banyak."

"Sebenarnya, nggak ada yang perlu dikatakan, aku datang juga karena dipaksakan. Melihat penampilanmu juga nggak seperti orang yang kekurangan. Aku akan mentraktir kopimu. Nanti kamu tinggal bilang sama makcomblangnya kalau kamu nggak menyukaiku saja."

Billy mengerutkan bibirnya dan menatap Stella.

"Bagaimana kalau aku menyukaimu?"

"Maaf, aku nggak punya rencana untuk menikah sekarang."

"Menurutku kamu bisa mempertimbangkannya."

...

Setelah pulang dari kencan buta, Stella diguyur air ketika dia memasuki rumah.

"Biu ... Biu ... Monster sudah pulang! Lihatlah bagaimana aku akan menghancurkanmu."

Saudara tiri Stella yang berusia delapan tahun, Andre Andara, yang sedang melompat-lompat dengan pistol air Ultraman, menyiramnya sambil berteriak.

"Andre, jika kamu terus menyiramku, aku akan bersikap kasar."

"Yah! Stella, Andre cuma main-main, kenapa kamu begitu galak sebagai kakak! Oh ya, bukannya kamu berjanji untuk pergi kencan buta di pagi hari, kenapa kamu nggak pergi?"

Stella mengelap tetesan air di tubuhnya, ekspresi wajahnya sedikit tidak senang dan sedikit bingung.

"Bukannya aku sudah pergi?"

"Pergi apanya, rekanku menelepon mengatakan pihak laki-laki menunggumu sangat lama di Kafe Bintang, tapi dia sama sekali nggak melihatmu. Kalau kamu nggak mau pergi, bilang saja, nggak perlu sembarangan berjanji. Kamu membuatku harus meminta maaf kepadanya."

Stella kemudian menyadari bahwa dia sudah salah mendengar nama kafe di pagi hari.

"Aku sudah pergi kencan buta, aku kayaknya salah dengar nama dan salah tempat."

"Jangan menipuku, kamu harus tahu kalau orang yang kuperkenalkan berasal dari keluarga kaya, selama perjodohan berhasil, maskawinnya akan sebanyak satu miliar. Setelah menikah dengannya, kamu akan hidup enak, aku nggak nyangka kamu masih akan mengacaukannya."

Begitu kata ini keluar, Stella menghentikan langkahnya dan menoleh untuk melihat Dewi dengan wajah marah. "Pantas saja kamu bisa begitu baik memperkenalkanku pada seseorang, ternyata kamu berpikir seperti itu. Kamu mau menjualku dengan harga satu miliar?"

Dewi melirik jam di dinding, lalu segera menutupi wajahnya dan menangis, "Aduh, memangnya mudah bagiku untuk menjadi ibu tiri? Aku berkorban demi orang lain, tapi mereka malah nggak mensyukurinya! Kalau aku orang seperti itu, apa aku akan memperkenalkanmu pada keluarga sebaik itu?"

Saat itu, Santo yang baru pulang kerja membuka pintu dan mendengar istrinya menangis.

Dia bahkan tidak meletakkan tasnya. Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia menghampiri Stella dan menampar wajahnya.

Plak ....

"Bibi Dewi sudah bertahun-tahun melakukan yang terbaik untukmu. Kamu nggak hanya nggak memanggilnya ibu, kamu juga selalu memperlakukannya dengan dingin. Kali ini, dia melihatmu kesulitan mencari pekerjaan dan ingin mencarikan pasangan yang baik untukmu. Tapi, kamu masih nggak menghargainya!"

Stella menutupi wajah yang terasa panas. Tenggorokan tercekat karena sakit dan mata tertutup kabut air, dia menggigit bibir dengan keras, berusaha untuk menahan air matanya.

Ternyata Dewi sudah tahu ayahnya akan pulang dan sengaja berakting.

"Apanya yang melakukan yang terbaik. Setelah ibuku pergi waktu aku berusia sepuluh tahun, aku melakukan semuanya sendiri, apa kalian pernah mengirimkanku payung atau makanan? Aku sekolah dengan uang pemberian ibuku. Apa dia layak untuk aku panggil ibu?"

"Dewi jangan kira aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan. Karena kalian sangat enggan aku tinggal di sini, aku nggak akan tinggal bersama kalian lagi ke depannya!"

Saat dia masih kecil, dia juga menikmati kasih sayang ayahnya. Sampai ibunya meninggal dalam kecelakaan mobil, Dewi datang ke dalam keluarga dan semuanya mulai berbeda. Wanita itu menghasut Santo sampai menjadi patuh padanya.

Di hadapan orang lain, Dewi selalu menunjukkan semua jenis perhatiannya pada Stella. Namun, dibalik itu, dia memperlakukan Stella dengan dingin.

Hal ini menyebabkan Santo menjadi semakin tidak puas dengannya. Setiap kali Stella bertengkar dengan Dewi, Santo pasti akan memarahi dan memukulnya.

Tamparan hari ini sudah membuat Stella sadar sepenuhnya. Mulai sekarang dia tidak lagi memiliki ilusi tentang kasih sayang.

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Stella dengan tegas kembali ke kamar untuk mengemasi barang-barangnya dan menyeret koper, meskipun Santo berteriak keras padanya, dia tetap tidak kembali.

"Pergi, pergilah dan jangan kembali!"

Mendengar kata-kata Santo, tangan Stella yang memegang kompernya sedikit bergetar, jadi dia pergi tanpa menoleh.

Setibanya di lantai bawah, dia menelepon seseorang tanpa ragu-ragu.

"Pak Billy, aku menyetujui tawaranmu tadi pagi, tolong jemput aku!"

"Oke, kirimkan alamatnya."

Setelah menelepon, Stella melihat pipi kirinya yang sedikit merah dan buru-buru menutupinya dengan bedak.

Lebih dari sepuluh menit kemudian, sebuah mobil hitam berhenti di pintu masuk kompleks tua itu.

Stella berjalan mendekat dan melihat wajah ramping dari jendela kursi belakang yang setengah terbuka.

Setelah melihat Billy, Stella dengan sopan menganggukkan kepalanya.

Melihat Stella yang membawa koper besar, sopir segera keluar dari mobil untuk membantunya memasukkannya ke mobil.

Stella tidak menyangka sopirnya akan begitu baik dan berulang kali mengucapkan terima kasih sebelum masuk ke dalam mobil.

Dia sudah bertemu dengan Billy di pagi hari dan tahu kalau kepribadian orang ini agak dingin, jadi dia tidak mengatakan apa-apa.

Tak lama kemudian, mobil itu berhenti di depan Biro Urusan Sipil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status