Share

Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!
Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!
Author: DSL

01. Tolong Hentikan...

Janeetha terbaring di atas ranjang dengan tubuh yang gemetar. Kamar yang seharusnya menjadi tempat perlindungan, baginya berubah menjadi ruang penyiksaan.

Dengan mata yang basah, ia menatap langit-langit, berharap semua ini hanyalah mimpi buruk yang segera berakhir. 

 Namun, kenyataan berkata lain.

Dikara, suaminya, tak menunjukkan tanda-tanda berhenti. Gerakan pria itu semakin liar, seolah menegaskan kekuasaan atas tubuhnya yang lemah.

Janeetha merasa seperti boneka tak bernyawa, terjebak dalam permainan brutal yang tak pernah ia minta.

“M-mas…berhenti…,” pintanya sekali lagi dengan suara yang semakin lirih.

Namun, kata-katanya terabaikan begitu saja. Rasa sakit yang menjalar di seluruh tubuhnya membuat Janeetha menggigit bibirnya lebih keras, mencoba menahan jeritan yang nyaris meledak.

 ”Berhenti?” Dikara tertawa kecil membuat bulu kuduk Janeetha meremang. “Aku baru saja mulai, Jani. Jadi nikmati saja!” katanya dengan nada suara serak pun penuh kepuasan.

Seringai yang terlukis di wajahnya seakan menambah penderitaan yang dirasakan Janeetha.

Tak ada rasa kasih atau cinta dalam tindakan Dikara. Malam itu, hanya ada keinginan untuk mendominasi dan meremukkan istrinya.

"Buka kakimu!" desis Dikara penuh otoritas. Kilatan gairah bercampur dengan emosi begitu mendominasi manik hitam pekatnya.

"..."

Merasa jengkel karena Janeetha tak memberi respon, Dikara melebarkan kaki istrinya dengan paksa lalu kembali berusaha menyatukan bagian bawah tubuh mereka.

Air mata mengaliri begitu saja si atas pipi Janeetha. Ia tidak tahu harus menjelaskan bagaimana lagi agar suaminya mengerti dan berhenti.

"Jadi aku akan mengingatkanmu lagi dan lagi…" Dikara berkata dengan lenguhan karena ia berhasil masuk meski baru setengah. "Bahwa kamu adalah milikku!"

Janeetha menutup matanya, mencoba melupakan rasa sakit yang terus menggerogoti jiwanya.

Air mata terus mengalir di pipi pucat Janeetha, menciptakan jejak-jejak kepedihan yang tak bisa ia sembunyikan.

Tangannya yang dicengkeram erat oleh Dikara bergetar, tetapi ia tahu, perlawanan hanyalah mimpi di malam yang kelam ini.

 Pikiran Janeetha melayang ke masa lalu, saat perasaan mereka masih murni dan penuh kebahagiaan.

Ah, tidak! Sepertinya hanya diriya yang sempat memiliki perasaan seperti itu…

Kini, semua itu tinggal kenangan. Hubungan mereka yang dulunya tampak indah, perlahan berubah menjadi mimpi buruk yang tak berkesudahan.

***

Janeetha duduk di pinggiran tempat tidur, menahan napas sembari mendesis perlahan. Rasa perih yang terasa di bagian inti tubuhnya terus berdenyut, mengingatkan dirinya pada apa yang baru saja terjadi.

Ia menggigit bibir bawahnya, berusaha mengalihkan rasa sakit itu, tetapi bayangan wajah Dikara yang penuh nafsu tanpa kasih sayang terus mengganggu pikirannya.

Padahal semalam dan subuh tadi, Dikara sudah menagih jatahnya, untuk melayani tanpa peduli pada kelelahan dan ketidaknyamanan yang Janeetha rasakan. 

Dan kini, hanya satu jam sebelum pria itu harus berangkat ke kantor, ia kembali meminta hal yang sama. Bukan, bukan meminta—memaksa, seperti biasanya.

 Janeetha sebenarnya tak mempermasalahkan kebutuhan suaminya itu. Bagi dirinya, kewajiban seorang istri adalah hal yang biasa.

Namun, yang ia tidak bisa terima adalah cara Dikara memperlakukannya—baik dalam hubungan intim maupun dalam kehidupan sehari-hari.

Sudah dua tahun mereka menikah, tetapi tak sekalipun Dikara menunjukkan kelembutan atau kasih sayang yang dulu pernah ia impikan dari seorang suami. Sebaliknya, pria itu cenderung kasar, dingin, dan akhir-akhir ini sikap posesifnya semakin menjadi-jadi.

Janeetha sering merasa tercekik, seolah-olah tak ada ruang baginya untuk bernapas, apalagi untuk menjadi dirinya sendiri.

 Saat ia sedang sibuk menepis rasa sakit yang menjalar, sebuah getaran dari ponsel Dikara yang tergeletak di atas nakas menarik perhatiannya. Layarnya berkelip, menandakan adanya pesan masuk.

Nama "Ameera" muncul di sana, membuat Janeetha terdiam sejenak.

Biasanya, Janeetha tak pernah tertarik untuk mengurusi urusan pribadi Dikara. Sejak awal pernikahan mereka, kesepakatan itu sudah dibuat: masing-masing mengurusi hidup sendiri.

Namun, entah mengapa, karena telah berkali-kali mendapatkan nama wanita yang sama dalam waktu yang cukup lama dan cukup sering, kali ini ada dorongan kuat dalam diri Janeetha  untuk meraih ponsel tersebut dan membukanya.

 Meski sedikit heran karena Dikara tidak memasang pengamanan apapun pada ponselnya, Janeetha lebih fokus untuk membuka pesan dari Ameera.

Perasaan aneh menjalar di hatinya, campuran antara rasa penasaran dan ketidaknyamanan yang tak bisa ia jelaskan.

 [Ameera: Terima kasih tasnya. Kutunggu pagi ini]

 Janeetha membaca pesan yang diakhiri dengan emoticon hati itu berulang kali, seakan ingin memastikan bahwa matanya tidak salah melihat.

Ia bahkan melihat foto sebuah tas mewah yang disertakan Ameera dalam pesan itu—tas yang jelas sangat mahal, bahkan lebih mahal dari apa yang pernah Dikara berikan padanya. 

Tidak, Janeetha tidak merasa cemburu. Ia sudah lama kehilangan rasa cinta dan sayang terhadap suaminya. Yang ia rasakan sekarang adalah kemarahan dan kekecewaan yang mengalir deras dalam dirinya.

Bagaimana mungkin Dikara bisa bersenang-senang dengan wanita lain di luar sana, sementara ia diperlakukan dengan kejam di rumah ini? Apa yang membuat Dikara berpikir bahwa ia bisa memiliki segalanya, tanpa sedikit pun memperhitungkan perasaan orang lain?

Comments (2)
goodnovel comment avatar
DSL
... gaskeun kak
goodnovel comment avatar
Escapism_010
apakah dikara akan masuk list ayang aku? ...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status