Share

Tak Tahan Lagi

Mendengar tangisan Janeetha, Maura menjadi semakin khawatir. “Tenang, Janeetha. Aku di sini untukmu. Apa kau bisa keluar sekarang? Kita bisa bertemu dan bicara.”

Tanpa berpikir panjang, Janeetha mengangguk meski Maura tak bisa melihatnya. “Iya… aku akan keluar sekarang. Aku tak bisa berada di sini lebih lama.”

“Baiklah, aku akan menunggumu di kafe biasa. Jangan khawatir, semuanya akan baik-baik saja,” kata Maura dengan suara lembut dan berusaha menenangkan.

Setelah menutup telepon, Janeetha bergegas bangkit dari lantai, menghapus air matanya yang masih berlinang.

Ia tahu bahwa ia harus segera pergi dari sini, setidaknya untuk sementara waktu. Bertemu dengan Maura mungkin tidak akan menyelesaikan semua masalahnya, tetapi setidaknya ia tidak akan sendirian dalam menghadapi ini.

Janeetha berjalan menuju lemari dan mengambil pakaian yang lebih layak untuk dikenakan di luar. Meski rasa sakit masih menjalari tubuhnya, ia berusaha keras untuk tidak memikirkannya.

Setelah berpakaian, ia mengambil tasnya dan bergegas keluar dari apartemen yang terasa semakin mencekam itu.

***

Ketika Janeetha tiba di kafe tempat ia dan Maura sering bertemu, wanita itu merasa sedikit lega. Kafe itu adalah tempat di mana ia bisa melarikan diri sejenak dari kenyataan yang mengerikan di tempat ia tinggal.

Maura sudah menunggunya di salah satu meja di pojok kafe, dan ketika melihat Janeetha masuk, ia segera bangkit dan memeluk sahabatnya dengan erat.

Hal itu membuat Janeetha sedikit meringis dan Maura segera melepas pelukannya sambil mengajak sahabatnya untuk duduk. "Dia menyakitimu lagi?"

Janeetha tak dapat menahan air matanya lagi. Ia menangis begitu saja, membiarkan semua beban yang ia rasakan terlepas meski hanya sedikit.

 Maura mengelus punggung tangan Janeetha dengan lembut, berusaha memberikan dukungan dan kekuatan. “Aku di sini, Janeetha. Kau tak perlu menanggung ini sendirian. Kita akan mencari jalan keluarnya bersama-sama.”

 Dengan mata yang masih berlinang air mata, Janeetha mengangguk. Meski hatinya masih dipenuhi ketakutan dan keraguan, ia tahu bahwa ia tidak lagi sendirian. Maura ada di sini untuknya, dan itu memberikan sedikit harapan dalam kegelapan yang selama ini menyelimuti hidupnya.

 "Apa yang terjadi?" tanya Maura penuh kekhawatiran, tak berhenti mengelus punggung tangan Janeetha. 

Janeetha menunduk, merasakan beban berat di hatinya. Ia tahu bahwa ini adalah saatnya untuk jujur, untuk menceritakan semuanya.

Namun, lidahnya terasa kaku, seperti ada yang menahan kata-kata itu keluar. Maura menunggu temannya itu dengan penuh kesabaran untuk bercerita.

“Mas Dika … Mas Dika sepertinya selingkuh,” tutur Janeetha lirih, seraya mengusap wajahnya yang basah. Soal kekerasan yang Dikara lakukan padanya, Maura sudah mendengar darinya sejak lama.

Kedua manik Maura membulat sebentar sebelum akhirnya ia berhasil menenangkan diri. “Kau … yakin?”

Ditanya seperti itu, tentu saja Janeetha tidak yakin. “Aku melihat beberapa pesan dari seorang wanita bernama Ameera. Isinya … menurutku cukup mesra.”

“Kau pernah menanyakannya pada suamimu?” tanya Maura berusaha untuk berpikir rasional terlebih dahulu.

Janeetha terkekeh masam. “Kau pikir pencuri akan mengaku jika dia mencuri?” Matanya kembali menggenang.

 Maura menghela napas, menggenggam tangan Janeetha dengan erat. "Aku sangat menyesal, Janeetha. Aku menyesal dulu mendorongmu untuk menikah dengan Dikara. Aku tidak pernah tahu bahwa ini semua akan terjadi. Aku hanya melihat tampilan luarnya yang sempurna, dan aku pikir dia akan membuatmu bahagia."

 Mendengar kata-kata Maura, Janeetha merasa hatinya terenyuh sekaligus tersayat. Ia tahu bahwa Maura tak bermaksud buruk ketika dulu mendorongnya untuk menikah dengan Dikara.

Dikara memang terlihat sempurna di luar—tampan, mapan, dan penuh pesona. Namun, di balik semua itu, ada sisi gelap yang tak pernah diperlihatkan kepada orang lain. Dan kini, Janeetha terjebak dalam pernikahan yang penuh dengan kekerasan dan penderitaan.

 "Ini bukan salahmu," ucap Janeetha pelan, suaranya nyaris terdengar. "Kau tidak tahu apa yang akan terjadi. Aku juga tidak tahu. Semua ini terjadi begitu cepat."

“Tapi mengenai perselingkuhan itu. Bukannya aku ingin membela suamimu. Tetapi sebaiknya kau pastikan terlebih dahulu jika itu memang benar.”

Janeetha terdiam. Meskipun itu tidak benar, Janeetha tidak akan peduli. Ia hanya merasa itu adalah sesuatu hal yang ia dapat gunakan sebagai alasan untuk menyerang Dikara dan berpisah dengan pria itu.

Maura menatap sahabatnya dengan tatapan penuh simpati. "Tapi kau tidak harus menghadapi ini sendirian, Janeetha. Aku ada di sini untukmu. Kita bisa mencari jalan keluar bersama-sama."

 Janeetha mengangguk serta mengulas senyum samar, meski hatinya masih dipenuhi keraguan. Ia tahu bahwa Maura tulus ingin membantunya, tetapi ia juga tahu bahwa tidak ada solusi mudah untuk masalah yang ia hadapi.

Pernikahannya dengan Dikara bukan hanya tentang hubungan suami-istri biasa; ada banyak hal yang terlibat, dan Janeetha merasa bahwa dirinya tenggelam dalam lautan masalah yang tak ada habisnya.

Janeetha hendak berbicara lagi saat seorang pria tinggi dengan postur gagah mendekat ke arah mereka membuat ia menoleh ke arah sosok tersebut.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status