Share

11. Memberi Pelajaran

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-07 15:00:14

Dikara.

Nafas Janeetha memburu, pikiran berputar. Dengan tubuh gemetar, dia menoleh ke arah Fabian yang masih terbaring di tanah, tak berdaya. Situasi ini semakin mencekam.

Janeetha tahu bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan, tetapi hatinya memberontak. Meski demikian, dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang diminta.

Ketegangan semakin membelit, dan Janeetha bisa merasakan ancaman semakin nyata, seolah nasibnya kini berada di tangan mereka.

Ah, bukan.

Nasibnya berada di tangan Dikara …

"Aku akan ikut kalian tapi jangan lagi sakiti dia," ucap Janeetha sembari melihat ke arah Fabian yang seketika menatap protes.

"Tak apa, Kak. Mas Dika hanya ingin bicara denganku." Seulas senyum terbit di wajah Janeetha. Ia berusaha menenangkan Fabian dan juga dirinya sendiri.

Setelahnya, kedua pria itu menuntun Janeetha menuju mobil hitam mewah yang terparkir tak jauh dari mereka berad
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   12. Kau Milikku!

    Tanpa peringatan, Dikara menunduk dan mencium Janeetha dengan kasar. Ciuman itu penuh paksaan, membuat Janeetha tersentak dan memalingkan wajahnya, berusaha menghindari sentuhan suaminya. Namun, Dikara mencengkeram rahangnya dengan kuat, memaksa Janeetha untuk tidak melawan. "Kau milikku, Janeetha! Apa pun yang terjadi, kau tetap milikku!" Suaranya rendah, penuh kemarahan. Tangan Dikara bergerak liar, meremas tubuh Janeetha tanpa rasa iba. Janeetha menggigil, tangan kecilnya mencoba menahan lengan suaminya, tetapi kekuatannya jauh dari cukup untuk menghentikan Dikara. "Hentikan, Mas! Kumohon... jangan begini…" suaranya semakin putus asa, tetapi tidak ada belas kasih di mata Dikara. Dikara terus bergerak kasar, seolah ingin menghukum Janeetha, memaksanya tunduk pada kehendaknya. "Kau pikir bisa lari dariku? Hah? Kau salah besar!" Janeetha berusaha meronta. Sayangnya setiap gerakannya dihentikan oleh cengkeraman kuat Dikara. Ia merasa seperti terjebak dalam perangkap yang tak m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   13. Ada Aku...

    Tiba-tiba, suara dering ponselnya memecah keheningan. Janeetha mengerjap, terkejut. Setelah mengusap air mata dari wajahnya, tangannya meraba-raba tas yang ada di dekatnya, mencari sumber suara itu. Saat ia mengeluarkan ponsel dan melihat nama yang tertera di layar, hatinya langsung berdebar keras. Ada nama Fabian tertera di layar. Perasaan khawatir bercampur jengah menyerbu Janeetha. Ia sudah melibatkan Fabian terlalu jauh dalam masalah ini, dan yang paling menyakitkan, ia meninggalkan Fabian begitu saja saat pria itu terluka.Janeetha menggigit bibirnya, menahan rasa bersalah yang mendalam. Dengan ragu, ia menggeser layar dan menerima panggilan tersebut sambil mempersiapkan diri untuk menerima reaksi dari Fabian apapun itu.Namun, suara pertama yang terdengar bukan Fabian, melainkan Maura. “Janeetha! Kau baik-baik saja?” Suara Maura terdengar penuh kekhawatiran. "Kak Fabian telah menceritakan apa yang terjadi tadi!"Janeetha me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   14. Semakin Mengekang

    Pintu terbuka dan Rusli masuk."Saya sudah mengantar Nyonya Janeetha dan memastikan ia masuk ke dalam apartemen, Tuan," laporpria itudengan nada tenang.Dikara tidak menoleh, hanya mengangguk sedikit, masih menatap ke luar jendela. "Bagus."Kemudian, setelah hening sejenak, ia berbalik, menatap Rusli dengan mata tajamnya. "Mulai sekarang, kau harus semakin memperketat pengawasan pada Janeetha. Aku tidak ingin ada celah sedikit pun yang bisa dia gunakan untuk kabur!"Rusli sedikit mengernyit. "Maksud Tuan?""Pastikan ia tidak bisa bergerak tanpa sepengetahuanku." Dikara berkata tanpa ingin dibantah. "Beli sesuatu yang bisa dipakai oleh Janeetha setiap haridan pasang alat pelacak di dalamnya."Sang asistenterkejut, meskipun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya secara jelas. "Alat pelacak?" Ia ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Apakah itu tidak terlalu … berlebihan?"Amarah langsung menyelimuti wajah Dikara. Rah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   15. Ancaman Ameera

    Jantung Janeetha seolah berhenti berdetak. Dengan suara bergetar, ia bertanya, "Dibekukan? Apa maksud Anda?""Rekening Anda dibekukan atas permintaan pemilik utama akun." Jawaban operator terdengar sopan tetapi sangat hati-hati.Janeetha mulai merasa perutnya bergolak saking gugupnya. "Siapa yang meminta pembekuan itu?" Ia tetap bertanya, meski dalam hati sudah tahu jawabannya."Suami Anda, Bu. Pak Dikara." Mendengar jawaban tersebut, Janeetha memejamkan mata, hatinya berdenyut sakit.Tentu saja, ini semua ulah suaminya. Pria itu tidak hanya ingin mengontrol gerak-geriknya, tapi juga memblokir setiap jalan keluar yang mungkin ada."Terima kasih." Janeetha mengucapkannya nyaris berbisik dan lemah, seakan tak ada harapan pada dirinya, sebelum menutup telepon.Tangannya bergetar hebat saat ia meletakkan ponsel ke atas meja.Janeetha tiba-tiba teringat akan sesuatu. Dokumen-dokumen penting yang dia sembunyikan di dalam kopernya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   16. Perangkap Terselubung

    Dikara duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh berkas-berkas proyek yang tertata rapi di atas meja besar berlapis kayu mahoni. Rusli berdiri di depannya, melaporkan perkembangan proyek pembebasan tanah untuk pembangunan jalan layang. Suasana terasa semakin membosankan, apalagi Dikara tampak tidak terlalu peduli dengan laporan yang disampaikan. Pikirannya teralihkan sepenuhnya oleh Janeetha—istri yang sejak seminggu terakhir menunjukkan sikap yang cenderung bekerja sama meski pasif, tetapi tetap ketus. Anehnya, sikap Janeetha yang seperti ini membuatnya semakin menarik bagi Dikara. Seakan ada sesuatu yang membuat perlawanan diam-diam wanita itu menantang. “Proyek pembebasan tanah sudah 80% selesai, Tuan,” Ucapan hati-hati Rusli, sedikit mengejutkan Dikara. “Tapi ada beberapa pemilik lahan yang bersikeras menolak penawaran kami. Mereka bahkan berencana mengajukan gugatan.” Dikara kembali mendengarkan. Tatapannya tajam dan dingin. Pria itu tidak punya kesabaran untuk masalah-masala

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-12
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   17. Sentuhan Tak Biasa

    Janeetha terkejut. Sentuhan pelan itu begitu kontras dengan sikap Dikara yang biasanya dingin. Ia meremang seketika, rasa aneh menjalar di sekujur tubuh. Dalam kebingungan Janeetha menatap pria di depannya, seakan bertanya maksud dari elusan tersebut. Dikara memandang istrinya dalam-dalam, menyusuri setiap inci wajahnya, sebelum akhirnya berkata dengan suara sedikit serak, “Aku ingin membersihkan diri dulu.” Sepeninggalan suaminya, Janeetha masih saja tergugu. Ia menelan ludah kepayahan, jantungnya berdetak semakin cepat. Sentuhan lembut tadi, meski singkat, membuatnya semakin cemas. Ada sesuatu di balik sikap tak terduga Dikara. Sejenak Janeetha merasakan dorongan dalam dirinya, perasaan yang hampir membuatnya terjebak dalam godaan. Janeetha cepat-cepat menarik diri dari pikiran bodohnya. ‘Jangan terbuai, Janeetha!’ batinnya menegur. ‘Dia bukan pria yang bisa kau percayai!’ *** Setelah b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   18. Janji akan Berbeda

    Dikara, yang merasakan sedikit perubahan dalam ekspresi Janeetha, menyeringai tipis.Tanpa berkata apa-apa lagi, Dikara semakin memperkecil jarak di antara mereka. Dengan perlahan, ia mencium bibir Janeetha.Ciuman itu terasa lebih halus dari yang biasanya Janeetha rasakan dari Dikara, seolah pria itu mencoba membuatnya nyaman, memberikan kesempatan untuk menikmati momen itu.Janeetha sempat merasa tegang, tubuhnya kaku di bawah sentuhan suaminya. Namun, pikirannya segera kembali pada rencananya. Dia tahu dia harus bermain peran jika ingin membuat Dikara lengah.Dengan menenangkan diri, Janeetha mulai membalas ciuman Dikara, meskipun di dalam dirinya masih penuh dengan pertentangan. Ini adalah bagian dari rencananya—mengikuti permainan suaminya agar bisa memanfaatkannya suatu saat nanti.Dikara menatap Janeetha dengan sorot mata penuh gairah yang kian tak terkendali. Bibirnya bergerak semakin liar, menekan bibir Janeetha dengan kuat, menuntut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   19. Sebut Namaku!

    Dikara tidak menunggu lama. Dengan gerakan yang hati-hati namun pasti, ia menyatukan diri dengan Janeetha. Janeetha menggigit bibir bawahnya, menahan napas sesaat, sebelum akhirnya tenggelam dalam hasrat yang sepenuhnya menguasai mereka berdua. Dikara mulai menggeram pelan, merasakan betapa ketat milik Janeetha memeluk miliknya. Sensasi itu membuatnya semakin bersemangat, semakin menggairahkan. Pria itu mulai bergerak, mencari titik nikmat yang bisa membuat keduanya merasakan kenikmatan yang tiada tara. Setiap gerakannya penuh perhitungan, seolah ingin memastikan bahwa setiap sentuhan, setiap goyangan membawa kepuasan bagi mereka berdua. Janeetha mencengkeram kuat lengan Dikara, merasakan otot-ototnya bergetar di bawah genggamannya. Ia tak kuasa menolak apa pun yang pria itu berikan padanya. Rasa takut dan keraguannya perlahan sirna digantikan oleh arus gairah yang tak tertahankan. Namun, sekaligus, ada rasa jengah yang menjalar dalam dirinya saat merasakan intensitas tatapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   148. Pergi!

    Ketika Ketika Janeetha membuka matanya, ruangan putih terang menyambutnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya lemah, dan ada rasa sakit luar biasa di perutnya.Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungnya. Infus terpasang di tangannya, dan tubuhnya terasa begitu lemah, seolah hanya tersisa separuh jiwa dalam dirinya.Kemudian, ingatan itu kembali.Darah.Rasa sakit.Jeritan yang tidak terdengar.Tangannya perlahan bergerak ke perutnya yang datar.Tidak…Tidak mungkin…Matanya membelalak saat kepanikan merayapi tubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya menolak. Air matanya mulai menggenang di sudut mata.“Bayi…” suaranya hampir tak terdengar. “Bayi ku…”Maria, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya dengan erat. “Janeetha… aku di sini.”

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   147. Tidak Akan Pergi

    “Dasar bajingan! Pergi kau!”Dikara tersentak.Suara itu begitu familiar, mengandung kemarahan yang meledak-ledak. Sebelum ia bisa sepenuhnya mengangkat kepalanya, seseorang sudah menarik kerah bajunya dengan kasar, hampir membuatnya terjatuh dari kursi.Fabian.Pria itu berdiri di depannya dengan wajah merah padam, tatapan penuh kebencian terpancang kuat di matanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seolah menahan emosi yang hendak meledak.“Sudah cukup kau menghancurkan hidupnya! Apa kau belum puas?!” Fabian menggeram, suaranya bergetar oleh amarah. “Dia hampir mati, Dikara! Kau dengar itu? HAMPIR MATI karena kau!”Dikara hanya menatapnya, matanya kosong.Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, ia mungkin sudah membalas Fabian dengan kepalan tangan. Ia mungkin sudah melayangkan tinju ke wajah pria itu tanpa pikir panjang.Tetapi malam ini… tidak ada amarah dalam dirinya. Hanya keham

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   146. Rapuh

    Setelah semalaman berjaga, Dikara berdiri dengan tubuh tegang di depan ruang ICU, menunggu dokter yang baru saja masuk untuk memeriksa Janeetha. Begitu juga Maria dan Sam.Pikiran pria itu berkecamuk, memutar kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi. Keguguran. Trauma. Janeetha telah kehilangan bayinya. Anak mereka.Suatu kenyataan yang menghantamnya tanpa ampun.Pintu ICU terbuka, dan Dokter Arief melangkah keluar dengan ekspresi lebih tenang dari sebelumnya. “Kondisinya mulai stabil. Jika tidak ada komplikasi lain, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dalam beberapa jam.”Dikara mengangguk pelan, meskipun perasaannya masih berantakan.Maria, yang berdiri tak jauh darinya, bersedekap dengan tatapan tajam. “Bagus. Itu artinya kau tak perlu di sini lagi.”Dikara menoleh, menatap Maria dengan pandangan dingin. “Aku akan tetap di sini.”Sam, yang berdiri di samping Maria, mendengus sinis. &l

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   145. Kehilangan

    Maria menatapnya penuh kebencian. “Kau tidak bisa mengambilnya kembali begitu saja.”Dikara menatapnya sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat.“Aku tidak mengambil apa pun.” Suaranya rendah, tetapi ada nada mengancam di dalamnya. “Aku hanya datang untuk menjemput istriku.”Maria mengepalkan tangannya, sementara Sam berdiri lebih dekat di sampingnya.Di balik pintu ruang operasi, Janeetha sedang berjuang antara hidup dan mati.Suara alat-alat medis yang berbunyi nyaring, berpadu dengan suara dokter dan perawat yang berusaha menyelamatkan dua nyawa sekaligus.Tubuh Janeetha terbaring tak berdaya di atas meja operasi, darah masih mengalir dari tubuhnya meskipun tim medis sudah berusaha menghentikannya.Dokter yang bertugas berdiri di dekat kepala Janeetha, menatap monitor dengan rahang mengatup rapat. “Tekanan darahnya turun drastis! Beri tambahan cairan!”Seorang perawat buru-buru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   144. Di Ambang Bahaya

    Malam semakin larut, hujan turun perlahan di luar jendela klinik kecil itu. Di dalam ruangan yang remang, Janeetha terbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat pasi. Napasnya pendek dan tersengal, sementara tangannya menggenggam erat sprei ranjang seakan mencoba menahan rasa sakit yang semakin menggigit perutnya.Maria duduk di sisi ranjang, memegang tangan Janeetha dengan erat. Sam mondar-mandir di ruangan dengan wajah tegang, sesekali menoleh ke arah dokter Arief yang sedang memeriksa tekanan darah Janeetha.Beberapa waktu lalu Janeetha kembali mengeluh kesakitan dan tampak lebih parah dari sebelumnya karena itu Sam segera memanggil dokter Arief.Tiba-tiba, tubuh Janeetha menegang. Napasnya memburu, dan bibirnya mengeluarkan erangan tertahan sebelum tubuhnya mulai bergetar hebat.“Maria… sakit…” Suaranya nyaris tidak terdengar.Maria langsung menegang, sementara Sam menghentikan langkahnya dan bergegas mendekat.&

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   143. Semakin Dekat

    Sam memapah Janeetha keluar dari rumah persembunyian mereka. Langkah Janeetha lemah, tubuhnya nyaris limbung jika saja Sam tidak menggenggamnya erat.Maria berjalan cepat di depan, sesekali menoleh dengan wajah tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa sembarangan ke rumah sakit besar—terlalu berisiko.“Kita harus menemukan tempat yang aman untuk memeriksanya,” gumam Maria sambil melihat layar ponselnya. “Ada sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Aku punya kenalan di sana. Dia bisa membantu tanpa terlalu banyak bertanya.”Sam mengangguk tanpa ragu. “Ayo.”Mereka menaiki mobil tua yang telah disiapkan Maria sebelumnya. Sam duduk di belakang bersama Janeetha, memastikan kepalanya bersandar nyaman di bahunya. Wanita itu tampak semakin pucat, bibirnya sedikit gemetar akibat kehilangan darah.“Bertahanlah,” bisik Sam pelan.Janeetha hanya mengangguk lemah, matanya mengerjap samar. Setiap detik ya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   142. Rahasia yang Terungkap

    "Ya Tuhan, Janeetha!" Maria buru-buru melangkah keluar, mendekat dengan wajah panik. Tatapannya langsung tertuju pada wanita itu yang hampir tidak bisa berdiri tanpa dukungan Sam. "Apa yang terjadi?"Sam menghela napas berat. "Dia terluka, tapi dia menolak untuk mendapatkan pertolongan medis."Maria mengumpat pelan sebelum meraih lengan Janeetha dengan lembut, mencoba menuntunnya masuk. "Kita tidak bisa membiarkanmu dalam keadaan seperti ini. Kau butuh dokter.""Tidak," gumam Janeetha lemah, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang semakin tajam di perutnya. "Kita tidak bisa pergi ke rumah sakit. Dikara pasti akan menemukanku."Maria mengatupkan rahangnya dengan frustasi. "Dan kau pikir apa yang akan terjadi jika kau mati di sini?!" suaranya sedikit meninggi. "Ini bukan tentang Dikara lagi, Janeetha. Ini tentang kau. Tentang nyawamu!"Janeetha menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang bercampur dengan rasa sakit. Ia s

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   141. Tidak Ada Pilihan

    Sam membantu Janeetha memasuki sebuah mobil kecil yang mereka dapatkan dari seseorang yang bersedia mengantarkan mereka ke luar kota dengan imbalan cukup besar.Pria paruh baya yang mengemudikan mobil itu tidak banyak bicara—hanya sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion dengan ekspresi waspada.Duduk di kursi belakang, Janeetha bersandar lemah pada jendela. Napasnya pendek-pendek, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya meskipun udara di dalam mobil terasa dingin. Sam, yang duduk di sampingnya, tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahannya."Janeetha, kau harus bilang apa yang sebenarnya terjadi," ujar Sam pelan, tapi dengan tekanan yang jelas.Janeetha mengerjap, mencoba menegakkan tubuhnya, tapi rasa sakit yang menusuk perutnya semakin menjadi. "Aku baik-baik saja," gumamnya, meski suaranya hampir tak terdengar.Sam tidak lagi percaya. Tadi di terminal, dia melihatnya berdarah—dan itu bukan sesuatu yang bisa diabaika

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   140. Tidak Ada Waktu

    Angin dingin menusuk kulit saat Janeetha turun dari bus dengan langkah goyah. Hujan gerimis masih turun, membuat jalanan becek dan licin.Sam berjalan di sampingnya, sesekali melirik dengan khawatir. Wajah Janeetha pucat, bibirnya tampak lebih kering dari biasanya, dan sorot matanya mengisyaratkan kelelahan yang amat sangat. Sekilas, ia tampak seperti seseorang yang bisa roboh kapan saja.Di sekitar mereka, terminal kecil itu masih cukup ramai meski hari sudah mulai menginjak petang. Orang-orang berlalu lalang dengan jaket atau payung seadanya, beberapa tampak bergegas menuju bus yang siap berangkat, sementara yang lain sibuk berbincang dengan pedagang kaki lima di sekitar area tunggu.Sam menoleh ke Janeetha, kemudian menarik lengannya pelan. “Kita harus cari tempat istirahat sebentar,” katanya, mencoba berbicara selembut mungkin agar Janeetha tidak langsung menolaknya.Seperti yang sudah diduga, Janeetha segera menggeleng cepat. “Tidak

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status