Share

16. Perangkap Terselubung

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-12 09:08:18
Dikara duduk di ruang kerjanya, dikelilingi oleh berkas-berkas proyek yang tertata rapi di atas meja besar berlapis kayu mahoni. Rusli berdiri di depannya, melaporkan perkembangan proyek pembebasan tanah untuk pembangunan jalan layang.

Suasana terasa semakin membosankan, apalagi Dikara tampak tidak terlalu peduli dengan laporan yang disampaikan.

Pikirannya teralihkan sepenuhnya oleh Janeetha—istri yang sejak seminggu terakhir menunjukkan sikap yang cenderung bekerja sama meski pasif, tetapi tetap ketus.

Anehnya, sikap Janeetha yang seperti ini membuatnya semakin menarik bagi Dikara. Seakan ada sesuatu yang membuat perlawanan diam-diam wanita itu menantang.

“Proyek pembebasan tanah sudah 80% selesai, Tuan,” Ucapan hati-hati Rusli, sedikit mengejutkan Dikara. “Tapi ada beberapa pemilik lahan yang bersikeras menolak penawaran kami. Mereka bahkan berencana mengajukan gugatan.”

Dikara kembali mendengarkan. Tatapannya tajam dan dingin. Pria itu tidak punya kesabaran untuk masalah-masala
Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   17. Sentuhan Tak Biasa

    Janeetha terkejut. Sentuhan pelan itu begitu kontras dengan sikap Dikara yang biasanya dingin. Ia meremang seketika, rasa aneh menjalar di sekujur tubuh. Dalam kebingungan Janeetha menatap pria di depannya, seakan bertanya maksud dari elusan tersebut. Dikara memandang istrinya dalam-dalam, menyusuri setiap inci wajahnya, sebelum akhirnya berkata dengan suara sedikit serak, “Aku ingin membersihkan diri dulu.” Sepeninggalan suaminya, Janeetha masih saja tergugu. Ia menelan ludah kepayahan, jantungnya berdetak semakin cepat. Sentuhan lembut tadi, meski singkat, membuatnya semakin cemas. Ada sesuatu di balik sikap tak terduga Dikara. Sejenak Janeetha merasakan dorongan dalam dirinya, perasaan yang hampir membuatnya terjebak dalam godaan. Janeetha cepat-cepat menarik diri dari pikiran bodohnya. ‘Jangan terbuai, Janeetha!’ batinnya menegur. ‘Dia bukan pria yang bisa kau percayai!’ *** Setelah b

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-13
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   18. Janji akan Berbeda

    Dikara, yang merasakan sedikit perubahan dalam ekspresi Janeetha, menyeringai tipis.Tanpa berkata apa-apa lagi, Dikara semakin memperkecil jarak di antara mereka. Dengan perlahan, ia mencium bibir Janeetha.Ciuman itu terasa lebih halus dari yang biasanya Janeetha rasakan dari Dikara, seolah pria itu mencoba membuatnya nyaman, memberikan kesempatan untuk menikmati momen itu.Janeetha sempat merasa tegang, tubuhnya kaku di bawah sentuhan suaminya. Namun, pikirannya segera kembali pada rencananya. Dia tahu dia harus bermain peran jika ingin membuat Dikara lengah.Dengan menenangkan diri, Janeetha mulai membalas ciuman Dikara, meskipun di dalam dirinya masih penuh dengan pertentangan. Ini adalah bagian dari rencananya—mengikuti permainan suaminya agar bisa memanfaatkannya suatu saat nanti.Dikara menatap Janeetha dengan sorot mata penuh gairah yang kian tak terkendali. Bibirnya bergerak semakin liar, menekan bibir Janeetha dengan kuat, menuntut

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   19. Sebut Namaku!

    Dikara tidak menunggu lama. Dengan gerakan yang hati-hati namun pasti, ia menyatukan diri dengan Janeetha. Janeetha menggigit bibir bawahnya, menahan napas sesaat, sebelum akhirnya tenggelam dalam hasrat yang sepenuhnya menguasai mereka berdua. Dikara mulai menggeram pelan, merasakan betapa ketat milik Janeetha memeluk miliknya. Sensasi itu membuatnya semakin bersemangat, semakin menggairahkan. Pria itu mulai bergerak, mencari titik nikmat yang bisa membuat keduanya merasakan kenikmatan yang tiada tara. Setiap gerakannya penuh perhitungan, seolah ingin memastikan bahwa setiap sentuhan, setiap goyangan membawa kepuasan bagi mereka berdua. Janeetha mencengkeram kuat lengan Dikara, merasakan otot-ototnya bergetar di bawah genggamannya. Ia tak kuasa menolak apa pun yang pria itu berikan padanya. Rasa takut dan keraguannya perlahan sirna digantikan oleh arus gairah yang tak tertahankan. Namun, sekaligus, ada rasa jengah yang menjalar dalam dirinya saat merasakan intensitas tatapa

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-14
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   20. Hadiah

    Dikara membiarkan Janeetha melewati getaran yang memabukkan itu, menyaksikan bagaimana tubuh istrinya bergetar dalam kenikmatan yang mendalam.Setelah Janeetha sedikit tenang, ia dengan pelan membaringkan kembali tubuh sang istri di atas sofa dengan posisi tengkurap dengan sedikit mengangkat pinggul Janeetha, memastikan agar dirinya dapat lebih menikmati.Dari belakang, Dikara kembali memasuki Janeetha, merasakan kehangatan yang membungkus miliknya dengan sempurna. Dengan sisa tenaga yang ada, Janeetha berusaha mengimbangi gerakan suaminya, menyatu dalam irama yang semakin intens.Setiap dorongan membuatnya merasakan getaran baru di seluruh tubuh, dan Janeetha tahu bahwa tidak ada yang bisa menghentikan gejolak yang semakin menggelora dalam diri mereka berdua.“Sh*t, Jani! You’re so tight!” Dikara mempercepat gerakannya, menambah kedalaman setiap penetrasi yang membuat mereka berdua tersesat dalam kenikmatan yang tak terlukiskan.Suara gerama

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   21. Perlahan Terjerumus

    Dikara melangkah perlahan mendekat ke arah Janeetha, sorot matanya tak pernah lepas dari wajah istrinya. Senyum tipis tersungging di sudut bibirnya, senyum yang seolah tahu betul apa yang sedang dipikirkan Janeetha. Senyum yang membuat jantungwanita itu berdetak semakin kencang, tak terkendali.Janeetha mencoba mengalihkan pandangannya, tapi matanya tetap terpaku pada sosok suaminya.Dikara berhenti tepat di depannya, begitu dekat hingga ia daapat merasakan kehangatan tubuhnya, mencium aroma sabun dari kulitnya yang masih basah.Tanpa berkata apa-apa, Dikara membungkuk sedikit, wajahnya kini sejajar dengan wajah Janeetha. Mata mereka bertemu, dan Janeetha hampir tak bisa bernapas di bawah tatapan itu.Lalu dengan gerakan pelan tetapibegitu intim, Dikara menyelipkan rambut Janeetha ke belakang telinga, jaripria itumenyentuh lembut kulitnya, membuat Janeetha meremang di seluruh tubuhnya.“Mengapa kau melihatku seperti itu?” Su

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-15
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   22. Meragu

    Janeetha duduk di ruang santai, tangannya masih mengusap pipi yang tadi dikecup Dikara sebelum ia pergi bekerja.Kecupan itu. Meskipun singkat, tetapi terasa … aneh.Seperti menyimpan sesuatu di baliknya yang membuat Janeetha tergugu lama, merenungi perubahan drastis suaminya sejak semalam.Mereka memang sudah berhubungan suami istri berkali-kali.Biasanya, Dikara selalu mengambil kendali penuh, mengatur setiap gerakan dengan kasar, memancarkan dominasi yang begitu kuat hingga Janeetha nyaris tak memiliki ruang untuk mengekspresikan dirinya.Bahkan untuk bernapas saja kadang sulit!Namun, semalam … lain.Ada momen di mana Dikara tampak membiarkannya mengendalikan, memberi Janeetha kebebasan yang jarang sekali ia rasakan."Dia benar-benar membiarkan aku berada di atasnya," gumam Janeetha dalam hati, sedikit tak percaya.Wajahnya menghangat perlahan seiring gelenyar aneh muncul dalam perutnya, mengingat

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   23. Dalam Intaian

    "Aku … belum bisa, Maura..." Janeetha menjawab pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. "Mereka tak tahu apa-apa. Aku... tak mau mereka khawatir atau... merasa gagal sebagai orang tua. Mereka sudah cukup terbebani dengan masalah bisnis keluarga. Bahkan saat menyerahkanku pada Dikara karena untuk membantu perusahaan saja, Ayah merasa sangat bersalah padaku."Maura mendesah panjang dari seberang telepon, suaranya menunjukkan simpati. "Tapi, Jani, mereka pasti ingin tahu. Mereka berhak tahu apa yang kau alami."Janeetha menutup matanya, menahan air mata yang menggenang di sudutnya. "Aku tahu... tapi aku takut, Maura." Suaranya bergetar. "Jika mereka tahu dan mencoba ikut campur, aku... aku khawatir Dikara akan melakukan sesuatu pada mereka. Dia bisa berbuat apa saja. Aku tak sanggup membayangkan jika sesuatu terjadi pada Ayah dan Ibu karena aku."Suasana hening sesaat. Maura membiarkan Janeetha untuk menenangkan dirinya. Ia pun tak ingin terlalu memaksa sahabatnya y

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   24. Desakan Waktu

    Siang itu - beberapa hari setelahnya, Janeetha bergerak cepat. Setelah memastikan Dikara tidak akan pulang dalam waktu dekat, ia meraih ponselnya dengan tangan sedikit gemetar saking gugupnya. Tidak ada waktu untuk ragu. Jemari Janeetha menelusuri daftar kontak hingga menemukan nama Maura. Ia menekan tombol panggil. Dan saat menunggu, jantungnya berdetak tidak karuan. Ia sangat lega saat suara Maura terdengar dari seberang. "Janeetha? Ada apa?" Suara Maura terdengar kaget, penuh keprihatinan. Pasalnya baru beberapa hari yang lalu ini menghubunginya. “Aku butuh kabar soal kenalanmu yang dapat membantuku itu. Bagaimana perkembangannya?” Janeetha langsung ke intinya, tidak ingin membuang waktu. Dia butuh solusi, sekarang. Maura terdiam sejenak di ujung telepon membuat Janeetha kembali gelisah. "Aku sudah bicara dengan Kak Fabian," Akhirnya Maura menjawab. "Dia yang sekarang mengurus semuanya. Kak Fabian lebih dekat dengan orang itu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-17

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   139. Tak Akan Berhenti

    Hujan masih mengguyur deras saat Dikara berjalan keluar dari gubuk kecil tempat Armand ditahan. Ia marah besar, rahangnya mengeras, dan langkahnya berat, mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Melihat Armand sendirian, tanpa Janeetha, hanya menambah frustrasinya.“Tidak ada gunanya!” gumamnya kasar pada dirinya sendiri sambil melangkah menuju mobil yang terparkir tak jauh dari situ.Anak buahnya hanya bisa diam, mengikuti di belakang dengan kepala tertunduk, tahu bahwa suasana ini terlalu berbahaya untuk sekadar memberikan komentar.Namun, sebelum Dikara mencapai pintu mobilnya, salah satu anak buahnya menerima panggilan di perangkat komunikasinya. Lelaki itu langsung menegang, mendengarkan dengan seksama sambil sesekali melirik ke arah Dikara.“Ada apa?” tanya Dikara tajam, berhenti di tengah jalan dan memutar tubuhnya dengan tatapan mengintimidasi.Anak buah itu menelan ludah gugup, lalu berkata, “Tuan, tim

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   138. Rencana Sam

    Langit mulai beranjak gelap saat Janeetha akhirnya tiba di terminal kecil yang ditunjukkan di peta Maria. Tubuhnya letih, pakaian yang basah karena hujan kini mulai mengering di tubuhnya, tetapi ia merasa dingin merayap hingga ke tulang.Terminal itu tidak ramai, hanya beberapa orang yang duduk menunggu di bangku-bangku kayu yang sudah mulai lapuk, sementara lampu jalan yang redup di trotoar.Janeetha berhenti sejenak di tepi terminal, menenangkan napasnya yang memburu. Ia menggenggam erat peta yang masih terlipat di tangannya, memastikan dirinya berada di tempat yang benar. Ia melihat sekeliling, mencari seseorang dengan ciri-ciri yang disebutkan Maria—topi cokelat tua dan ransel besar.Di sudut terminal, dekat sebuah kedai kecil yang menjual teh dan roti, seorang pria duduk sendirian di kursi kayu.Topi cokelatnya tampak usang, seperti sudah bertahun-tahun digunakan, dan sebuah ransel besar tergeletak di lantai di sampingnya. Pria itu tampak tenang, menghirup teh dari cangkir enamel

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   137. Berpisah

    Hujan masih rintik-rintik saat Maria dan Janeetha tiba di desa kecil yang sunyi, tersembunyi di balik perbukitan. Jalan berbatu yang mereka lalui basah dan licin, tetapi Maria mengemudi dengan hati-hati hingga akhirnya menemukan sebuah gudang tua di pinggir desa. Ia memarkir mobil mereka di sana, menutupi bagian depannya dengan ranting dan daun kering untuk menyamarkan keberadaannya.“Ini harus cukup untuk membuatnya tidak terlihat,” ujar Maria, menepuk-nepuk tangannya yang kotor setelah selesai menyembunyikan kendaraan.Janeetha, yang berdiri tidak jauh, hanya mengangguk pelan. Matanya gelisah, terus memandang sekeliling seperti takut seseorang akan muncul tiba-tiba dari balik kabut yang menggantung rendah di desa itu.“Janeetha, ayo masuk ke sini dulu,” Maria mengajak, menunjuk sebuah bangunan kosong di dekat mereka yang tampak seperti rumah tua yang sudah lama ditinggalkan.Keduanya masuk, dan Maria menutup pintu dengan hati-hati. Udara di dalam dingin dan lembap, tetapi setidaknya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status