Share

20. Hadiah

Author: DSL
last update Last Updated: 2024-10-15 09:00:44

Dikara membiarkan Janeetha melewati getaran yang memabukkan itu, menyaksikan bagaimana tubuh istrinya bergetar dalam kenikmatan yang mendalam.

Setelah Janeetha sedikit tenang, ia dengan pelan membaringkan kembali tubuh sang istri di atas sofa dengan posisi tengkurap dengan sedikit mengangkat pinggul Janeetha, memastikan agar dirinya dapat lebih menikmati.

 Dari belakang, Dikara kembali memasuki Janeetha, merasakan kehangatan yang membungkus miliknya dengan sempurna. Dengan sisa tenaga yang ada, Janeetha berusaha mengimbangi gerakan suaminya, menyatu dalam irama yang semakin intens.

Setiap dorongan membuatnya merasakan getaran baru di seluruh tubuh, dan Janeetha tahu bahwa tidak ada yang bisa menghentikan gejolak yang semakin menggelora dalam diri mereka berdua.

“Sh*t, Jani! You’re so tight!” Dikara mempercepat gerakannya, menambah kedalaman setiap penetrasi yang membuat mereka berdua tersesat dalam kenikmatan yang tak terlukiskan.

Suara gerama

Locked Chapter
Continue Reading on GoodNovel
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
DSL
Sepertinya seru sekali ya Jan
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   21. Perlahan Terjerumus

    Dikara melangkah perlahan mendekat ke arah Janeetha, sorot matanya tak pernah lepas dari wajah istrinya. Senyum tipis tersungging di sudut bibirnya, senyum yang seolah tahu betul apa yang sedang dipikirkan Janeetha. Senyum yang membuat jantungwanita itu berdetak semakin kencang, tak terkendali.Janeetha mencoba mengalihkan pandangannya, tapi matanya tetap terpaku pada sosok suaminya.Dikara berhenti tepat di depannya, begitu dekat hingga ia daapat merasakan kehangatan tubuhnya, mencium aroma sabun dari kulitnya yang masih basah.Tanpa berkata apa-apa, Dikara membungkuk sedikit, wajahnya kini sejajar dengan wajah Janeetha. Mata mereka bertemu, dan Janeetha hampir tak bisa bernapas di bawah tatapan itu.Lalu dengan gerakan pelan tetapibegitu intim, Dikara menyelipkan rambut Janeetha ke belakang telinga, jaripria itumenyentuh lembut kulitnya, membuat Janeetha meremang di seluruh tubuhnya.“Mengapa kau melihatku seperti itu?” Su

    Last Updated : 2024-10-15
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   22. Meragu

    Janeetha duduk di ruang santai, tangannya masih mengusap pipi yang tadi dikecup Dikara sebelum ia pergi bekerja.Kecupan itu. Meskipun singkat, tetapi terasa … aneh.Seperti menyimpan sesuatu di baliknya yang membuat Janeetha tergugu lama, merenungi perubahan drastis suaminya sejak semalam.Mereka memang sudah berhubungan suami istri berkali-kali.Biasanya, Dikara selalu mengambil kendali penuh, mengatur setiap gerakan dengan kasar, memancarkan dominasi yang begitu kuat hingga Janeetha nyaris tak memiliki ruang untuk mengekspresikan dirinya.Bahkan untuk bernapas saja kadang sulit!Namun, semalam … lain.Ada momen di mana Dikara tampak membiarkannya mengendalikan, memberi Janeetha kebebasan yang jarang sekali ia rasakan."Dia benar-benar membiarkan aku berada di atasnya," gumam Janeetha dalam hati, sedikit tak percaya.Wajahnya menghangat perlahan seiring gelenyar aneh muncul dalam perutnya, mengingat

    Last Updated : 2024-10-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   23. Dalam Intaian

    "Aku … belum bisa, Maura..." Janeetha menjawab pelan, suaranya nyaris seperti bisikan. "Mereka tak tahu apa-apa. Aku... tak mau mereka khawatir atau... merasa gagal sebagai orang tua. Mereka sudah cukup terbebani dengan masalah bisnis keluarga. Bahkan saat menyerahkanku pada Dikara karena untuk membantu perusahaan saja, Ayah merasa sangat bersalah padaku."Maura mendesah panjang dari seberang telepon, suaranya menunjukkan simpati. "Tapi, Jani, mereka pasti ingin tahu. Mereka berhak tahu apa yang kau alami."Janeetha menutup matanya, menahan air mata yang menggenang di sudutnya. "Aku tahu... tapi aku takut, Maura." Suaranya bergetar. "Jika mereka tahu dan mencoba ikut campur, aku... aku khawatir Dikara akan melakukan sesuatu pada mereka. Dia bisa berbuat apa saja. Aku tak sanggup membayangkan jika sesuatu terjadi pada Ayah dan Ibu karena aku."Suasana hening sesaat. Maura membiarkan Janeetha untuk menenangkan dirinya. Ia pun tak ingin terlalu memaksa sahabatnya y

    Last Updated : 2024-10-16
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   24. Desakan Waktu

    Siang itu - beberapa hari setelahnya, Janeetha bergerak cepat. Setelah memastikan Dikara tidak akan pulang dalam waktu dekat, ia meraih ponselnya dengan tangan sedikit gemetar saking gugupnya. Tidak ada waktu untuk ragu. Jemari Janeetha menelusuri daftar kontak hingga menemukan nama Maura. Ia menekan tombol panggil. Dan saat menunggu, jantungnya berdetak tidak karuan. Ia sangat lega saat suara Maura terdengar dari seberang. "Janeetha? Ada apa?" Suara Maura terdengar kaget, penuh keprihatinan. Pasalnya baru beberapa hari yang lalu ini menghubunginya. “Aku butuh kabar soal kenalanmu yang dapat membantuku itu. Bagaimana perkembangannya?” Janeetha langsung ke intinya, tidak ingin membuang waktu. Dia butuh solusi, sekarang. Maura terdiam sejenak di ujung telepon membuat Janeetha kembali gelisah. "Aku sudah bicara dengan Kak Fabian," Akhirnya Maura menjawab. "Dia yang sekarang mengurus semuanya. Kak Fabian lebih dekat dengan orang itu,

    Last Updated : 2024-10-17
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   25. Persimpangan Rasa

    “Kalau uang yang menjadi masalah, aku dapat membantumu. Aku akan kirimkan biaya tiket ke mana pun kau ingin pergi. Tak usah khawatir soal itu.”Janeetha terkejut dan panik. "Apa? Tidak, Kak! Aku tak bisa menerimanya. Kau sudah melakukan terlalu banyak untukku. Kejadian terakhir saja... aku sudah berhutang budi besar padamu. Dan sekarang kau menawarkan bantuan lagi? Ini terlalu banyak, Kak...”Tawa miris keluar dari bibir Janeetha. Sementara, hatinya bergulat antara rasa terima kasih dan beban karena terus-menerus bergantung pada pria itu.Namun, Fabian tak menyerah. “Jani, tolong. Aku hanya ingin kau bahagia. Itu saja. Aku tak peduli soal apa yang sudah terjadi atau berapa banyak yang aku lakukan. Yang penting, kau keluar dari situasi ini dengan selamat. Kau pantas mendapatkan kehidupan yang lebih baik dari ini.”Janeetha menggigit bibirnya, air mata kembali menggenang di matanya tanpa bisa ia tahan.Fabian selalu begitu. Selalu menawarkan kebaikan

    Last Updated : 2024-10-17
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   26. Jaring Manis

    Setelah memastikan Janeetha terlelap, dengan sangat perlahan Dikara bangun dan turun dari tempat tidur. Pria itu beranjak menuju ruang kerjanya yang ada sisi lain unitnya.Dikara sengaja tak menyalakan lampu setelah berada di dalam. Menikmati cahaya temaram yang berasal dari bulan, melewati jendela lebar yang sengaja tak ia tutup dengan tirai.Dilangkahkannya kaki menuju sudut ruangan dimana mini bar berada. Dikara membalik sebuah gelas lalu menuangnya dengan whiskey. Ia berpindah menuju salah satu jendela dengan membawa serta gelas tersebut.Dalam ruang pribadinya, Dikara kembali menunjukkan sikapnya yang sangat berbeda dengan pria lembut yang Janeetha lihat sepanjang hari itu. Matanya tajam, dingin, sambil menatap ke kejauhan. Sesekali menyesap minuman yang ia bawa.Perlahan-lahan, ia mengeluarkan ponselnya dari sak celana dan menekan nomor Rusli. Hanya satu kali terdengar nada sambung dan Rusli telah menerima panggilan tersebut.“Ya, Tuan?”“Rusli, aku ingin kau menggali lebih dalam

    Last Updated : 2024-10-18
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   27. Sakit

    Janeetha menyelesaikan memotong buah dengan gerakan sedikit tergesa. Ia meletakkan pisau dengan hati-hati, lalu merapikan potongan buah di atas piring.Sambil menenangkan dirinya, Janeetha mengambil napas dalam-dalam lalu berjalan menuju meja tempat Dikara duduk. Tatapan tajam suaminya tetap mengikuti setiap langkahnya, seolah mengawasi setiap gerakan kecil yang ia lakukan.Sesampainya di meja, Janeetha meletakkan piring buah di hadapan Dikara, lalu duduk di kursi di sebelahnya.Tatapan dingin Dikara membuat Janeetha merasa tak nyaman, tetapi ia tetap berusaha bersikap tenang. Ia meraih cangkir teh di depannya dan mulai menyeruput perlahan.Tiba-tiba, ponsel Dikara yang tergeletak di meja bergetar, memecah keheningan. Keduanya secara spontan menoleh ke arah ponsel tersebut pada saat yang bersamaan. Nama ‘Ameera’ terpampang jelas di layar, dengan tanda panggilan masuk yang berkedip.Janeetha terdiam, matanya terpaku pada nama itu,

    Last Updated : 2024-10-19
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   28. Tiba-tiba Datang

    Mendengar kabar itu, Janeetha langsung merasakan kepanikan menyergapnya. Tangannya yang memegang ponsel gemetar, seiring tubuhnya menegang. “Ayah sakit lagi?” tanyanya dengan suara tertahan. “Seberapa parah, Bu? Sudah dibawa ke dokter?” “Belum, Nak. Kami sedang menunggu kabar darimu. Ayahmu tidak mau ke rumah sakit tanpa kamu.” Suara Gayatri yang serak dan terbata membuat Janeetha semakin tak karuan. “Aku akan segera ke sana, Bu. Tolong, pastikan Ayah tetap tenang,” pinta Janeetha sebelum menutup telepon. Tanpa membuang waktu, Janeethaa menuju kamar untuk mengambil tas yang tergeletak di meja rias. Dengan tangan yang gemetar, ia cepat-cepat meraih tasnya dari meja, memasukkan ponsel dan dompet ke dalam tanpa berpikir panjang. Langkah Janeetha yang tergesa menuju pintu apartemen, hampir membuatnya tersandung di karpet. Sambil mencoba menenangkan diri, dia menekan tombol lift dengan jari yang gemetaran. Sesampainya di lobi, Janeetha langsung mencari taksi di depan gedung. Tanpa mem

    Last Updated : 2024-10-20

Latest chapter

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   148. Pergi!

    Ketika Ketika Janeetha membuka matanya, ruangan putih terang menyambutnya. Kelopak matanya terasa berat, tubuhnya lemah, dan ada rasa sakit luar biasa di perutnya.Dia berkedip beberapa kali, mencoba memahami di mana dirinya berada. Aroma khas rumah sakit menyengat hidungnya. Infus terpasang di tangannya, dan tubuhnya terasa begitu lemah, seolah hanya tersisa separuh jiwa dalam dirinya.Kemudian, ingatan itu kembali.Darah.Rasa sakit.Jeritan yang tidak terdengar.Tangannya perlahan bergerak ke perutnya yang datar.Tidak…Tidak mungkin…Matanya membelalak saat kepanikan merayapi tubuhnya. Nafasnya memburu, jantungnya berdegup kencang. Dia mencoba bangkit, tetapi tubuhnya menolak. Air matanya mulai menggenang di sudut mata.“Bayi…” suaranya hampir tak terdengar. “Bayi ku…”Maria, yang sejak tadi duduk di sudut ruangan, segera menghampirinya dan menggenggam tangannya dengan erat. “Janeetha… aku di sini.”

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   147. Tidak Akan Pergi

    “Dasar bajingan! Pergi kau!”Dikara tersentak.Suara itu begitu familiar, mengandung kemarahan yang meledak-ledak. Sebelum ia bisa sepenuhnya mengangkat kepalanya, seseorang sudah menarik kerah bajunya dengan kasar, hampir membuatnya terjatuh dari kursi.Fabian.Pria itu berdiri di depannya dengan wajah merah padam, tatapan penuh kebencian terpancang kuat di matanya. Napasnya memburu, dadanya naik turun seolah menahan emosi yang hendak meledak.“Sudah cukup kau menghancurkan hidupnya! Apa kau belum puas?!” Fabian menggeram, suaranya bergetar oleh amarah. “Dia hampir mati, Dikara! Kau dengar itu? HAMPIR MATI karena kau!”Dikara hanya menatapnya, matanya kosong.Jika ini terjadi beberapa bulan lalu, ia mungkin sudah membalas Fabian dengan kepalan tangan. Ia mungkin sudah melayangkan tinju ke wajah pria itu tanpa pikir panjang.Tetapi malam ini… tidak ada amarah dalam dirinya. Hanya keham

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   146. Rapuh

    Setelah semalaman berjaga, Dikara berdiri dengan tubuh tegang di depan ruang ICU, menunggu dokter yang baru saja masuk untuk memeriksa Janeetha. Begitu juga Maria dan Sam.Pikiran pria itu berkecamuk, memutar kembali kejadian-kejadian yang telah terjadi. Keguguran. Trauma. Janeetha telah kehilangan bayinya. Anak mereka.Suatu kenyataan yang menghantamnya tanpa ampun.Pintu ICU terbuka, dan Dokter Arief melangkah keluar dengan ekspresi lebih tenang dari sebelumnya. “Kondisinya mulai stabil. Jika tidak ada komplikasi lain, kami akan memindahkannya ke ruang perawatan dalam beberapa jam.”Dikara mengangguk pelan, meskipun perasaannya masih berantakan.Maria, yang berdiri tak jauh darinya, bersedekap dengan tatapan tajam. “Bagus. Itu artinya kau tak perlu di sini lagi.”Dikara menoleh, menatap Maria dengan pandangan dingin. “Aku akan tetap di sini.”Sam, yang berdiri di samping Maria, mendengus sinis. &l

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   145. Kehilangan

    Maria menatapnya penuh kebencian. “Kau tidak bisa mengambilnya kembali begitu saja.”Dikara menatapnya sejenak, lalu perlahan berjalan mendekat.“Aku tidak mengambil apa pun.” Suaranya rendah, tetapi ada nada mengancam di dalamnya. “Aku hanya datang untuk menjemput istriku.”Maria mengepalkan tangannya, sementara Sam berdiri lebih dekat di sampingnya.Di balik pintu ruang operasi, Janeetha sedang berjuang antara hidup dan mati.Suara alat-alat medis yang berbunyi nyaring, berpadu dengan suara dokter dan perawat yang berusaha menyelamatkan dua nyawa sekaligus.Tubuh Janeetha terbaring tak berdaya di atas meja operasi, darah masih mengalir dari tubuhnya meskipun tim medis sudah berusaha menghentikannya.Dokter yang bertugas berdiri di dekat kepala Janeetha, menatap monitor dengan rahang mengatup rapat. “Tekanan darahnya turun drastis! Beri tambahan cairan!”Seorang perawat buru-buru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   144. Di Ambang Bahaya

    Malam semakin larut, hujan turun perlahan di luar jendela klinik kecil itu. Di dalam ruangan yang remang, Janeetha terbaring dengan tubuh lemah, wajahnya pucat pasi. Napasnya pendek dan tersengal, sementara tangannya menggenggam erat sprei ranjang seakan mencoba menahan rasa sakit yang semakin menggigit perutnya.Maria duduk di sisi ranjang, memegang tangan Janeetha dengan erat. Sam mondar-mandir di ruangan dengan wajah tegang, sesekali menoleh ke arah dokter Arief yang sedang memeriksa tekanan darah Janeetha.Beberapa waktu lalu Janeetha kembali mengeluh kesakitan dan tampak lebih parah dari sebelumnya karena itu Sam segera memanggil dokter Arief.Tiba-tiba, tubuh Janeetha menegang. Napasnya memburu, dan bibirnya mengeluarkan erangan tertahan sebelum tubuhnya mulai bergetar hebat.“Maria… sakit…” Suaranya nyaris tidak terdengar.Maria langsung menegang, sementara Sam menghentikan langkahnya dan bergegas mendekat.&

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   143. Semakin Dekat

    Sam memapah Janeetha keluar dari rumah persembunyian mereka. Langkah Janeetha lemah, tubuhnya nyaris limbung jika saja Sam tidak menggenggamnya erat.Maria berjalan cepat di depan, sesekali menoleh dengan wajah tegang. Mereka tahu mereka tidak bisa sembarangan ke rumah sakit besar—terlalu berisiko.“Kita harus menemukan tempat yang aman untuk memeriksanya,” gumam Maria sambil melihat layar ponselnya. “Ada sebuah klinik kecil di pinggiran kota. Aku punya kenalan di sana. Dia bisa membantu tanpa terlalu banyak bertanya.”Sam mengangguk tanpa ragu. “Ayo.”Mereka menaiki mobil tua yang telah disiapkan Maria sebelumnya. Sam duduk di belakang bersama Janeetha, memastikan kepalanya bersandar nyaman di bahunya. Wanita itu tampak semakin pucat, bibirnya sedikit gemetar akibat kehilangan darah.“Bertahanlah,” bisik Sam pelan.Janeetha hanya mengangguk lemah, matanya mengerjap samar. Setiap detik ya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   142. Rahasia yang Terungkap

    "Ya Tuhan, Janeetha!" Maria buru-buru melangkah keluar, mendekat dengan wajah panik. Tatapannya langsung tertuju pada wanita itu yang hampir tidak bisa berdiri tanpa dukungan Sam. "Apa yang terjadi?"Sam menghela napas berat. "Dia terluka, tapi dia menolak untuk mendapatkan pertolongan medis."Maria mengumpat pelan sebelum meraih lengan Janeetha dengan lembut, mencoba menuntunnya masuk. "Kita tidak bisa membiarkanmu dalam keadaan seperti ini. Kau butuh dokter.""Tidak," gumam Janeetha lemah, meskipun tubuhnya sudah hampir tidak bisa menahan rasa sakit yang semakin tajam di perutnya. "Kita tidak bisa pergi ke rumah sakit. Dikara pasti akan menemukanku."Maria mengatupkan rahangnya dengan frustasi. "Dan kau pikir apa yang akan terjadi jika kau mati di sini?!" suaranya sedikit meninggi. "Ini bukan tentang Dikara lagi, Janeetha. Ini tentang kau. Tentang nyawamu!"Janeetha menggigit bibirnya, berusaha menahan emosi yang bercampur dengan rasa sakit. Ia s

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   141. Tidak Ada Pilihan

    Sam membantu Janeetha memasuki sebuah mobil kecil yang mereka dapatkan dari seseorang yang bersedia mengantarkan mereka ke luar kota dengan imbalan cukup besar.Pria paruh baya yang mengemudikan mobil itu tidak banyak bicara—hanya sesekali melirik ke arah mereka melalui kaca spion dengan ekspresi waspada.Duduk di kursi belakang, Janeetha bersandar lemah pada jendela. Napasnya pendek-pendek, dan keringat dingin mulai membasahi pelipisnya meskipun udara di dalam mobil terasa dingin. Sam, yang duduk di sampingnya, tidak bisa lagi menyembunyikan kegelisahannya."Janeetha, kau harus bilang apa yang sebenarnya terjadi," ujar Sam pelan, tapi dengan tekanan yang jelas.Janeetha mengerjap, mencoba menegakkan tubuhnya, tapi rasa sakit yang menusuk perutnya semakin menjadi. "Aku baik-baik saja," gumamnya, meski suaranya hampir tak terdengar.Sam tidak lagi percaya. Tadi di terminal, dia melihatnya berdarah—dan itu bukan sesuatu yang bisa diabaika

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   140. Tidak Ada Waktu

    Angin dingin menusuk kulit saat Janeetha turun dari bus dengan langkah goyah. Hujan gerimis masih turun, membuat jalanan becek dan licin.Sam berjalan di sampingnya, sesekali melirik dengan khawatir. Wajah Janeetha pucat, bibirnya tampak lebih kering dari biasanya, dan sorot matanya mengisyaratkan kelelahan yang amat sangat. Sekilas, ia tampak seperti seseorang yang bisa roboh kapan saja.Di sekitar mereka, terminal kecil itu masih cukup ramai meski hari sudah mulai menginjak petang. Orang-orang berlalu lalang dengan jaket atau payung seadanya, beberapa tampak bergegas menuju bus yang siap berangkat, sementara yang lain sibuk berbincang dengan pedagang kaki lima di sekitar area tunggu.Sam menoleh ke Janeetha, kemudian menarik lengannya pelan. “Kita harus cari tempat istirahat sebentar,” katanya, mencoba berbicara selembut mungkin agar Janeetha tidak langsung menolaknya.Seperti yang sudah diduga, Janeetha segera menggeleng cepat. “Tidak

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status