Share

07. Ceraikan Aku

Penulis: DSL
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-03 17:00:16

“Mas, jangan ngebut-ngebut,” ucap Janeetha lirih, merasakan dadanya semakin sesak dengan setiap kilometer yang mereka tempuh.

Di perjalanan pulang, suasana dalam mobil terasa mencekam. Dikara memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi hingga Janeetha harus mencengkeram pegangan di atas pintu dengan kuat.

Ia berusaha mengusir rasa takut jika mereka tiba-tiba menabrak kendaraan lain atau bahkan terguling. Namun, ketakutan itu bukan hanya karena kecepatan mobil, melainkan karena keheningan yang mematikan di antara mereka.

Ketika mereka sampai di dalam apartemen, pintu tertutup dengan sangat keras. Janeetha belum sempat menghela napas ketika Dikara tiba-tiba mencengkram lengannya dengan kasar, memutar tubuhnya hingga mereka saling berhadapan.

“Berani sekali kau membuka ponselku!” Suaranya rendah, hampir seperti singa yang siap menyerang. Tatapan matanya penuh dengan kemarahan yang nyaris tak terkendali.

Bab Terkunci
Lanjutkan Membaca di GoodNovel
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
DSL
ekekekek. iya harusnya ya
goodnovel comment avatar
Escapism_010
takol aja palanya mas dikamu itu jani
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   08. Hancur Lebur

    Dikara, yang sudah berada di puncak kemarahannya, tidak lagi bisa mengendalikan dirinya. Setiap permintaan cerai yang diajukan Janeetha, hanya menambah bahan bakar pada api yang sudah berkobar dalam dirinya.“Apa yang kau inginkan dariku, Janeetha? Hah?” teriak Dikara penuh amarah. “Kau pikir aku tidak tahu bahwa kau mencampuri urusanku? Kau pikir kau bisa mengontrolku dengan permintaan bodohmu itu?”Janeetha mundur beberapa langkah, mencoba mencari ruang untuk bernapas di tengah badai yang melanda mereka.Namun, Dikara tidak memberinya kesempatan. Pria itu malah mencengkram kedua bahu mungil istrinya dengan kasar dan mendorongnya ke dindingmembuat Janeetha memekik kecil karena sakit."Kau tidak akan pernah bisa lari dariku! Kau akan tetap menjadi istriku, selamanya, apapun yang terjadi! Dan kau akan melakukan setiap hal yang aku perintahkan, tanpa pengecualian! Mengerti? Aku tak peduli apa yang kau rasakan, kau milikku—sepenuhnya!" Suara Dika

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-04
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   09. Saatnya Pergi

    Suara sekitar yang sedikit berisik membuat Janeetha mau tak mau membuka mata seiring merasakan nyeri di seluruh tubuh, terutama di lengan dan punggung, di mana luka-luka memar tampak jelas di kulitnya yang pucat.Pandangannya buram saat ia menatap langit-langit kamar, samar-samar mengingat kejadian semalam sebelumnya. Hatinya kembali remuk dan tiba-tiba saja air mata menggenang di pelupuk."Bangun. Siapkan sarapan untukku." Suara berat yang berada tak jauh di belakangnya membuat Janeetha sedikit tersentak.Kalimat yang keluar dari mulut Dikara adalah perintah dan tidak dapat dibantah.Perlahan, Janeetha berusaha duduk meski sakitnya membuat napasnya tersengal. Pakaian tidurnya kusut, rambutnya berantakan, dan wajahnya tampak lebih lelah dari biasanya. Namun, semua

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   10. Tuan Sudah Menunggu

    Seperti pencuri yang tidak ingin ketahuan, Janeetha berjalan dengan langkah cepat sembari menutupi sebagian wajahnya dengan topi baseball yang ia kenakan. Ia juga berharap kacamata hitam yang ia pakai, menyamarkan wajahnya. Degupan dalam dadanya semakin kuat. Seumur hidup, ini pertama kalinya Janeetha melakukan hal seperti ini, seakan sedang melakukan sesuatu yang melanggar hukum! Maura mengirim pesan jika Fabian sudah menunggunya di sebuah kafe, tak jauh dari area apartemen milik Dikara. Meski Janeetha sebenarnya sedikit jengah karena malah pria itu yang menjemputnya, tetapi untuk saat ini ia lebih fokus pada usahanya untuk melepaskan diri dari sang suami secepat mungkin. Janeetha mempercepat langkahnya dan bernapas lega ketika telah melihat mobil milik Fabian di depan kafe yang disebutkan. Ia hampir berlari saat menghampiri dengan jantungnya semakin berdetak kencang. Fabian menurunkan kaca jendela dan memandang Janeetha dengan tatapan serius meski kelembutan masih ada di sana.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-05
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   11. Memberi Pelajaran

    Dikara.Nafas Janeetha memburu, pikiran berputar. Dengan tubuh gemetar, dia menoleh ke arah Fabian yang masih terbaring di tanah, tak berdaya. Situasi ini semakin mencekam.Janeetha tahu bahwa melawan hanya akan memperburuk keadaan, tetapi hatinya memberontak. Meski demikian, dia tidak punya pilihan lain selain mengikuti apa yang diminta.Ketegangan semakin membelit, dan Janeetha bisa merasakan ancaman semakin nyata, seolah nasibnya kini berada di tangan mereka.Ah, bukan.Nasibnya berada di tangan Dikara …"Aku akan ikut kalian tapi jangan lagi sakiti dia," ucap Janeetha sembari melihat ke arah Fabian yang seketika menatap protes."Tak apa, Kak. Mas Dika hanya ingin bicara denganku." Seulas senyum terbit di wajah Janeetha. Ia berusaha menenangkan Fabian dan juga dirinya sendiri.Setelahnya, kedua pria itu menuntun Janeetha menuju mobil hitam mewah yang terparkir tak jauh dari mereka berad

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-07
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   12. Kau Milikku!

    Tanpa peringatan, Dikara menunduk dan mencium Janeetha dengan kasar. Ciuman itu penuh paksaan, membuat Janeetha tersentak dan memalingkan wajahnya, berusaha menghindari sentuhan suaminya. Namun, Dikara mencengkeram rahangnya dengan kuat, memaksa Janeetha untuk tidak melawan. "Kau milikku, Janeetha! Apa pun yang terjadi, kau tetap milikku!" Suaranya rendah, penuh kemarahan. Tangan Dikara bergerak liar, meremas tubuh Janeetha tanpa rasa iba. Janeetha menggigil, tangan kecilnya mencoba menahan lengan suaminya, tetapi kekuatannya jauh dari cukup untuk menghentikan Dikara. "Hentikan, Mas! Kumohon... jangan begini…" suaranya semakin putus asa, tetapi tidak ada belas kasih di mata Dikara. Dikara terus bergerak kasar, seolah ingin menghukum Janeetha, memaksanya tunduk pada kehendaknya. "Kau pikir bisa lari dariku? Hah? Kau salah besar!" Janeetha berusaha meronta. Sayangnya setiap gerakannya dihentikan oleh cengkeraman kuat Dikara. Ia merasa seperti terjebak dalam perangkap yang tak m

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-08
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   13. Ada Aku...

    Tiba-tiba, suara dering ponselnya memecah keheningan. Janeetha mengerjap, terkejut. Setelah mengusap air mata dari wajahnya, tangannya meraba-raba tas yang ada di dekatnya, mencari sumber suara itu. Saat ia mengeluarkan ponsel dan melihat nama yang tertera di layar, hatinya langsung berdebar keras. Ada nama Fabian tertera di layar. Perasaan khawatir bercampur jengah menyerbu Janeetha. Ia sudah melibatkan Fabian terlalu jauh dalam masalah ini, dan yang paling menyakitkan, ia meninggalkan Fabian begitu saja saat pria itu terluka.Janeetha menggigit bibirnya, menahan rasa bersalah yang mendalam. Dengan ragu, ia menggeser layar dan menerima panggilan tersebut sambil mempersiapkan diri untuk menerima reaksi dari Fabian apapun itu.Namun, suara pertama yang terdengar bukan Fabian, melainkan Maura. “Janeetha! Kau baik-baik saja?” Suara Maura terdengar penuh kekhawatiran. "Kak Fabian telah menceritakan apa yang terjadi tadi!"Janeetha me

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-09
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   14. Semakin Mengekang

    Pintu terbuka dan Rusli masuk."Saya sudah mengantar Nyonya Janeetha dan memastikan ia masuk ke dalam apartemen, Tuan," laporpria itudengan nada tenang.Dikara tidak menoleh, hanya mengangguk sedikit, masih menatap ke luar jendela. "Bagus."Kemudian, setelah hening sejenak, ia berbalik, menatap Rusli dengan mata tajamnya. "Mulai sekarang, kau harus semakin memperketat pengawasan pada Janeetha. Aku tidak ingin ada celah sedikit pun yang bisa dia gunakan untuk kabur!"Rusli sedikit mengernyit. "Maksud Tuan?""Pastikan ia tidak bisa bergerak tanpa sepengetahuanku." Dikara berkata tanpa ingin dibantah. "Beli sesuatu yang bisa dipakai oleh Janeetha setiap haridan pasang alat pelacak di dalamnya."Sang asistenterkejut, meskipun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya secara jelas. "Alat pelacak?" Ia ragu sejenak sebelum melanjutkan, "Apakah itu tidak terlalu … berlebihan?"Amarah langsung menyelimuti wajah Dikara. Rah

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-10
  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   15. Ancaman Ameera

    Jantung Janeetha seolah berhenti berdetak. Dengan suara bergetar, ia bertanya, "Dibekukan? Apa maksud Anda?""Rekening Anda dibekukan atas permintaan pemilik utama akun." Jawaban operator terdengar sopan tetapi sangat hati-hati.Janeetha mulai merasa perutnya bergolak saking gugupnya. "Siapa yang meminta pembekuan itu?" Ia tetap bertanya, meski dalam hati sudah tahu jawabannya."Suami Anda, Bu. Pak Dikara." Mendengar jawaban tersebut, Janeetha memejamkan mata, hatinya berdenyut sakit.Tentu saja, ini semua ulah suaminya. Pria itu tidak hanya ingin mengontrol gerak-geriknya, tapi juga memblokir setiap jalan keluar yang mungkin ada."Terima kasih." Janeetha mengucapkannya nyaris berbisik dan lemah, seakan tak ada harapan pada dirinya, sebelum menutup telepon.Tangannya bergetar hebat saat ia meletakkan ponsel ke atas meja.Janeetha tiba-tiba teringat akan sesuatu. Dokumen-dokumen penting yang dia sembunyikan di dalam kopernya.

    Terakhir Diperbarui : 2024-10-11

Bab terbaru

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   139. Tak Akan Berhenti

    Hujan masih mengguyur deras saat Dikara berjalan keluar dari gubuk kecil tempat Armand ditahan. Ia marah besar, rahangnya mengeras, dan langkahnya berat, mencerminkan amarah yang membakar dalam dirinya. Melihat Armand sendirian, tanpa Janeetha, hanya menambah frustrasinya.“Tidak ada gunanya!” gumamnya kasar pada dirinya sendiri sambil melangkah menuju mobil yang terparkir tak jauh dari situ.Anak buahnya hanya bisa diam, mengikuti di belakang dengan kepala tertunduk, tahu bahwa suasana ini terlalu berbahaya untuk sekadar memberikan komentar.Namun, sebelum Dikara mencapai pintu mobilnya, salah satu anak buahnya menerima panggilan di perangkat komunikasinya. Lelaki itu langsung menegang, mendengarkan dengan seksama sambil sesekali melirik ke arah Dikara.“Ada apa?” tanya Dikara tajam, berhenti di tengah jalan dan memutar tubuhnya dengan tatapan mengintimidasi.Anak buah itu menelan ludah gugup, lalu berkata, “Tuan, tim

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   138. Rencana Sam

    Langit mulai beranjak gelap saat Janeetha akhirnya tiba di terminal kecil yang ditunjukkan di peta Maria. Tubuhnya letih, pakaian yang basah karena hujan kini mulai mengering di tubuhnya, tetapi ia merasa dingin merayap hingga ke tulang.Terminal itu tidak ramai, hanya beberapa orang yang duduk menunggu di bangku-bangku kayu yang sudah mulai lapuk, sementara lampu jalan yang redup di trotoar.Janeetha berhenti sejenak di tepi terminal, menenangkan napasnya yang memburu. Ia menggenggam erat peta yang masih terlipat di tangannya, memastikan dirinya berada di tempat yang benar. Ia melihat sekeliling, mencari seseorang dengan ciri-ciri yang disebutkan Maria—topi cokelat tua dan ransel besar.Di sudut terminal, dekat sebuah kedai kecil yang menjual teh dan roti, seorang pria duduk sendirian di kursi kayu.Topi cokelatnya tampak usang, seperti sudah bertahun-tahun digunakan, dan sebuah ransel besar tergeletak di lantai di sampingnya. Pria itu tampak tenang, menghirup teh dari cangkir enamel

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   137. Berpisah

    Hujan masih rintik-rintik saat Maria dan Janeetha tiba di desa kecil yang sunyi, tersembunyi di balik perbukitan. Jalan berbatu yang mereka lalui basah dan licin, tetapi Maria mengemudi dengan hati-hati hingga akhirnya menemukan sebuah gudang tua di pinggir desa. Ia memarkir mobil mereka di sana, menutupi bagian depannya dengan ranting dan daun kering untuk menyamarkan keberadaannya.“Ini harus cukup untuk membuatnya tidak terlihat,” ujar Maria, menepuk-nepuk tangannya yang kotor setelah selesai menyembunyikan kendaraan.Janeetha, yang berdiri tidak jauh, hanya mengangguk pelan. Matanya gelisah, terus memandang sekeliling seperti takut seseorang akan muncul tiba-tiba dari balik kabut yang menggantung rendah di desa itu.“Janeetha, ayo masuk ke sini dulu,” Maria mengajak, menunjuk sebuah bangunan kosong di dekat mereka yang tampak seperti rumah tua yang sudah lama ditinggalkan.Keduanya masuk, dan Maria menutup pintu dengan hati-hati. Udara di dalam dingin dan lembap, tetapi setidaknya

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   136. One to One

    Hujan mulai turun rintik-rintik ketika Fabian akhirnya tertangkap. Ia berlutut di atas tanah berlumpur, tangan terikat di belakang punggungnya. Nafasnya terengah-engah, rambut basah menempel di dahinya. Tiga anak buah Dikara berdiri mengawasinya dengan waspada.Meski tampak seperti orang yang tak berdaya, tetapi dalam diri Fabian puas dengan apa yang telah ia lakukan. Setidaknya, ia dapat menyedot perhatia Dikara hanya tertuju padanya.Tak butuh waktu lama, sosok yang Fabian tunggu-tunggu pun tiba.Pria itu terlihat turun dari mobil SUV hitam yang kini terparkir cukup jauh dari lokasi. Fabian memang sengaja memilih jalur yang sedikit sulit dijangkau oleh kendaraan.Langkah Dikara tenang sekaligus tegas, mantel panjang yang dikenakannya berkibar tertiup angin. Matanya langsung menangkap Fabian yang sedang berlutut.“Well, well, well. Bukankah ini Tuan Fabian yang terhormat,” ucap Dikara datar, kedua mata gelapnya sarat dengan penghinaan. Fabian mendongak perlahan. Meski wajahnya penuh

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   135. Memancing Dikara

    Fabian berlari semakin cepat, napasnya memburu, dan tubuhnya mulai terasa berat oleh hujan yang membasahi pakaiannya. Hutan di sekelilingnya terasa gelap dan suram, seolah-olah bersekongkol untuk menyulitkan pelariannya. Namun, ia tidak peduli.Langkah-langkahnya sengaja dibuat mencolok. Kakinya menjejak tanah berlumpur dengan keras, meninggalkan jejak yang jelas di belakangnya. Sesekali, ia meraih cabang pohon dan mematahkannya dengan sengaja, menciptakan tanda-tanda yang tak mungkin terlewatkan oleh pengejarnya.Dalam pikirannya, rencana ini sederhana.Dikara pasti akan memilih mengejarnya daripada Arman. Fabian tahu betul bagaimana peringai pria itu. Dikara bukan hanya sosok yang obsesif, tapi juga penuh harga diri.Bagi Dikara, Fabian adalah ancaman langsung. Bukan sekadar seseorang yang membantu pelarian Janeetha, tetapi juga orang yang dianggap mencuri sesuatu yang menurutnya adalah miliknya.Fabian kembali melihat sekilas ke belakang, memast

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   134. Mencoba Mengalihkan

    Fabian memandang jalur setapak yang mereka tinggalkan dengan hati-hati. Daun-daun basah yang berserakan di tanah kini menunjukkan jejak kaki yang sengaja mereka ciptakan. Ia melirik Arman yang sedang membenahi tali ranselnya, tampak serius sekaligus gugup.“Sudah cukup?” tanya Fabian pelan, suaranya nyaris tertelan oleh gemerisik angin di antara pepohonan.Arman mengangguk cepat. “Jejaknya terlihat jelas. Kalau mereka mengikuti ini, mereka akan menuju arah yang salah.”Fabian menghela napas, matanya kembali menyisir area di sekitar mereka. Hutan itu terasa mencekam, bukan hanya karena ketenangannya tetapi juga ancaman yang mengejar di belakang mereka.“Janeetha dan Maria harus punya waktu untuk mencapai desa,” gumam Fabian, seperti hendak meyakinkan dirinya sendiri. “Semoga trik ini berhasil.”Arman menepuk bahu Fabian. “Kita hanya perlu menarik perhatian mereka cukup lama. Kalau kita tetap di jalur ini, mereka pasti akan mengira kita bersama Janeetha.”Fabian mengangguk, meskipun ras

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   133. Nyaris

    Suara deru mesin mendekat dengan cepat, membuat jantung Janeetha berdegup semakin kencang. Di sudut gudang yang gelap, ia memeluk lututnya erat-erat, berusaha mengendalikan napas agar tidak terlalu keras terdengar. Maria, di sisi lain, berdiri diam seperti patung di dekat jendela kecil, mengintip ke luar.“Mereka berhenti,” bisik Maria dengan nada tegang, nyaris tidak terdengar.Janeetha mendongak. “Berhenti di mana?”Maria tidak menjawab, hanya memberi isyarat agar Janeetha tetap diam.Di luar, suara langkah kaki bergema di antara pepohonan. Beberapa suara samar terdengar, percakapan cepat yang sulit dipahami.“Periksa sekitar sini,” suara seorang pria terdengar lebih jelas, keras dan tegas.Janeetha menahan napas. Ia tahu suara itu. Salah satu anak buah Dikara yang sering datang ke rumah mereka dulu.“Maria…” bisik Janeetha, hampir tidak mampu mengucapkannya.Maria menoleh cepat, menaruh jari telunjuk di bibirnya sebagai isyarat untuk tetap diam. Namun, tatapan tegas itu juga tidak

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   132. Pelarian Tak Berujung

    Mobil yang dikendarai Maria melaju dengan kecepatan tinggi di jalanan sempit yang semakin dipenuhi pepohonan rindang. Janeetha mencengkeram kursi dengan erat, jantungnya berpacu seirama dengan ketakutan yang menghantuinya.Dari kaca spion, SUV hitam itu tampak semakin mendekat. Mereka tidak main-main.“Maria, mereka hampir mengejar kita!” suara Janeetha bergetar, memecah keheningan mencekam di dalam mobil.“Diam dan pegang erat!” Maria memutar setir dengan keras, memasuki jalanan berbatu yang lebih terpencil. Getaran akibat jalanan yang tidak rata membuat tubuh mereka terguncang.Janeetha memandangi ke belakang lagi. SUV itu tampak melambat sedikit, tetapi masih berada di jalur yang sama.“Berapa jauh lagi kita harus pergi?” tanya Janeetha, panik.Maria tidak menjawab, hanya fokus pada jalanan di depannya.Namun, suara dering ponsel Maria tiba-tiba memecah ketegangan. Janeetha memandang sekilas ke arah layar yang menyala di dashboard.Arman.Maria langsung mengangkat panggilan itu tan

  • Saat Istri Cantik Pergi, Tuan Dikara Memohon Kembali!   131. Mereka Datang

    Mobil yang dikendarai Maria melaju tanpa henti selama berjam-jam, melintasi jalanan sepi dan desa-desa kecil yang nyaris kosong. Janeetha memandangi jendela dengan tatapan kosong. Langit mulai terang, tetapi hawa dingin masih terasa menusuk hingga ke tulang.Maria menurunkan kaca jendela sedikit, membiarkan udara pagi masuk ke dalam mobil. “Kita hampir sampai di perbatasan kota kecil. Mungkin kita bisa berhenti sebentar,” ucapnya, memecah keheningan.Janeetha hanya mengangguk pelan. Ia menyandarkan kepalanya ke kursi, mencoba meredakan rasa gelisah yang menghantui sejak tadi malam. Fabian dan Arman masih belum bisa dihubungi, dan itu semakin membuatnya khawatir.Beberapa menit kemudian, mobil memasuki area pom bensin kecil di pinggir kota. Tempat itu terlihat sepi, hanya ada satu kendaraan lain yang sedang mengisi bahan bakar.“Kita berhenti di sini,” ujar Maria sambil memarkirkan mobil di dekat mesin pengisian. “Aku akan mengisi bensin. Kau mau sesuatu?”Janeetha menggeleng. “Aku han

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status