Share

6

Author: Maitra Tara
last update Last Updated: 2024-08-21 13:16:37

Sumi mengira kalau ucapan suaminya itu hanya gertakan semata, tetapi dia salah besar. Ketika sore itu juga dia pergi ke rumah emaknya dan menunggu emaknya pulang dari sawah, rupanya apa yang dikatakan Patno adalah sesuatu yang sungguh-dungguh dan bukan omong kosong belaka. Legi sama sekali tidak membelanya. Wanita paruh baya itu justru meminta Sumi untuk berbagi dengan adiknya dan mengalah. 

"Apa salahnya berbagi suami dengan adikmu, Sum? Kamu tahu sendiri mereka sudah punya anak, gak mungkin lagi untuk dipisahkan. Memangnya kamu mau adikmu jadi janda?" kata Legi tanpa merasa kasihan pada Sumi sedikit pun. Padahal Sumi juga anak kandungnya. 

"Ini bukan soal berbagi, Mak. Apa yang dilakukan Santi sudah sangat keterlaluan! Dia menggunakan uangku untuk membeli mobil, menikahi suamiku, dan memakai uang yang aku hasilkam dengan susah payah!"

"Apa salahnya to uangmu dipakai adikmu? Toh kalian ini sekandung meski beda bapak!"

Astagfirullah. Sumi mengelus dadanya. Kenapa ibunya sama sekali tidak mengerti perasaannya?

"Mak ...." Sumi menyahut sambil menahan tangis. "Kenapa Emak sama sekali nggak ngerti? Duapuluh tahun aku kerja ke luar negeri dan berpisah dengan anak-suamiku, dan di belakangku suamiku menikah dengan adik kandungku sendiri! Mengambil semua milikku! Emak tau gak sih sakitnya gimana dan sekarang nyuruh aku berbagi dengan Santi?"

"Wis to Sum. Jangan merengek seperti anak kecil! Apa salahnya poligami? Di agama kita juga tidak dilarang!"

Sumi lari dari dapur dan masuk ke dalam kamarnya yang usang dan berdebu karena tidak pernah dibersihkan. Di sana dia tidak hanya menangis, tetapi juga memukuli dadanya yang terasa sangat sakit karena emaknya sendiri pun sama sekali tidak mengerti perasaannya. Dan justru emaknya membela Santi serta Patno. 

"Ya Allah, cabut nyawaku ya, Allah. Aku tidak sanggup lagi hidup seperti ini," ucap Sumi terisak dalam tangisnya. Dia benar-benar merasa hancur dan tidak ingin hidup lagi. Dan ternyata, hal yang membuat hancur Sumi bukan hanya itu saja. Risma anaknya, bahkan tidak mau dekat-dekat dengannya dan terlihat sangat membencinya.

"Buat apa sih Ibu pulang? Kenapa gak selamanya aja sih di Singapur?" ucap Risma ketus ketika keesokan paginya Sumi menemuinya. Sengaja Sumi menunggu Risma keluar rumah karena tak ingin masuk ke dalam rumah yang dihuni adik dan suaminya itu. 

Sumi pun mendekati Risma yang masih duduk sambil menali sepatunya. Ingin rasanya dia memeluk anaknya itu, tetapi diurungkannya. Kemarin, saat Risma pulang dari les Sumi ingin memeluknya, menciumi wajahnya, tetapi anak itu histeris dan langsung lari entah ke mana. Sumi ingin sekali mengejar, tetapi saat itu keadaan sedang tidak memungkinkan.

Pagi ini, berharap Risma akan menerimanya, tetapi ternyata sama saja. Risma begitu jutek pada ibunya. 

"Ibuk kangen kamu, Nduk. Memangnya kamu gak kangen sama Ibuk?"

"Gak!" jawab Risma judes. 

Hati Sumi bukan hanya sakit saat ini, tetapi hatinya sangat hancur. Saat masih di Singapura, Sumi pikir anaknya akan berubah kalau mereka berdekatan, tetapi justru sebaliknya. Risma begitu dingin dan menganggap ibunya seolah-olah adalah musuhnya. 

"Ibuk antar sekolah ya, Nduk. Biar bisa ngobrol di jalan."

Risma menyunggingkan senyum sinis. "Anter pakai apa? Jalan kaki?"

Teriris rasanya hati Sumi. "Memangnya kamu pengen motor apa, Nduk? Biar Ibuk belikan."

"Emangnya kamu punya uang? Setiap gajian selalu dikirim ke Bapak dan Bulik! Mana mungkin Ibuk punya uang!"

Apa yang dikatakan anak gadis Sumi memang betul. Selama bekerja, dia sama sekali tidak pernah menyimpan uang untuk dirinya sendiri. Semuanya ia kirimkan untuk Patno dan naifnya Sumi sangat percaya bahwa suaminya itu akan mengatur uangnya dengan baik.

"Ma—maafkan Ibuk, Nduk."

"Sudahlah. Aku mau pergi sekolah dulu!"

Dengan jengkel Risma meninggalkan ibunya yang terus memandanginya dari belakang. Dia jadi ingat kejadian lima tahun lalu saat dirinya hendak kembali ke Singapura setelah dua minggu cuti untuk pulang ke kampung halaman. 

Saat itu Risma yang berumur sekitar 8 tahunan merengek dan melingkarkan tubuh ibunya saat Sumi hendak masuk ke dalam travel yang akan mengantarkannya ke bandara. "Jangan pergi, Buk. Risma masih kangen Ibu. Ibu gak boleh kerja."

Saat itu bukan hanya Risma saja yang menangis, tetapi Sumi juga. Dia menunduk dan memeluk anaknya sambil menangis. "Ibuk harus kerja Nduk. Biar kamu dan Mbak Restu bisa sekolah. Bisa jajan."

"Risma gak mau jajan! Risma gak mau sekolah. Risma maunya cuma Ibuk!" rengek Risma kecil yang memeluk ibunya dengan erat. 

"Risma ikut Bapak dulu, ya. Ibuk janji besok akan pulang cuti lagi."

"Gak mau! Risma gak mau ikut Bapak! Maunya ikut Ibuk!"

Saat itu Sumi terpaksa menyuruh suaminya untuk mengambil Risma dan menahan gadis cilik itu biar bisa masuk ke dalam mobil. Dan begitu mobil yang ditumpanginya perlahan menjauh, Sumi melihat Risma yang berlari mengejar mobil. 

Sungguh hancur hati Sumi yang melihat pemandangan itu. Dia berpikir, mungkin masa kecil Risma yang ditinggal ibunya itulah yang membuat anak itu membencinya.

Related chapters

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   7

    "Ris, kata orang-orang, ibumu pulang, ya?" Tanya Anggun, teman sekelas Risma yang memang terkenal usil. Risma yang masih ngos-ngosan karena jalan kaki pun tidak menjawab pertanyaan itu. Dia lebih memilih duduk terlebih dahulu lalu meminum air yang dibawanya dari rumah. Jarak dari rumah ke sekolah memang tidak begitu jauh, Risma bisa menempuh jarak yang 1 kilometer itu dengan berjalan kaki, tapi tetap saja dia ingin motor karena anak-anaknya di kelasnya hampir tak ada yang jalan kaki kecuali dirinya. Beberapa kali dia merengek pada bapaknya, tapi jawabannya selalu nanti, nanti, dan nanti. Padahal Risma tahu ibunya yang bekerja sebagai TKW itu selalu kirim uang ke rumah tiap bulan.Selain itu ... Risma juga tidak suka dengan buliknya yang saat ini tinggal bersamanya. Dia merasa sejak bapaknya menikah dan punya anak lagi, tidak ada lagi kasih sayang untuk dirinya. "Ditanyain kok bengong, sih? Berarti dekarang kamu punya dua ibu, dong?" tanya Anggun lagi dengan nada setengah mengejek.

    Last Updated : 2024-08-21
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   8

    "Mak ... Mak? Siapa yang masuk kamarku?" teriak Sumi ketika melihat kopernya tergeletak di lantai dengan keadaan compang camping bekas dirobek dengan pisau. Dan begitu memeriksanya dengan teliti, uang sejumlah satu juta sudah raib dari sana padahal dia sengaja menyisakan uang di sana untuk membelikan Risma hadiah. Karena Emak tak kunjung menyahut, Sumi berjalan tergopoh-gopoh ke dapur. Ke tempat biasa Emak nongkrong dengan bapak tiri Sumi. "Mak, siapa yang masuk ke kamar Sumi?"Emak yang sedang ngopi membelalak pada anaknya dengan emosi. "Ono opo to kok teriak-teriak?""Siapa yang masuk kamarku dan ngerusak koperku, Mak?""Lha mana aku ngerti to, Sum? Seharian aku di sawah. Justru kamu itu yang seharian ke mana kok malam begini baru pulang?""Semarang, Mak. Ketemu Restu," jawab Sumi ketus lalu meninggalkan dapur. Dia yakin kalau ada orang yang mengambil uang yang dia sembunyikan di dalam koper. Untung saja tadi pagi dia mengambil uang yang lainnya dan membawanya ke bank untuk membuk

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   9

    "Ngapain Mas Patno di sini?" sentak Sumi kaget ketika dia merasakan seseorang mengelus kakinya. Dengan cepat dia menekuk kakinya dan mundur ke pinggir ranjang. Entah kenapa dia merasa jijik saat kulit lelaki itu menyentuhnya. Patno yang sedang menelan ludah itu pun tersenyum yang membuat Sumi bergidik ngeri. "Jangan gitu dong, Sum. Aku ini kan masih suamimu."Hah, suami? Pikir wanita itu jengkel. Lebih baik aku gak punya suami daripada punya suami iblis macam kamu!"Sekarang pernikahan kita cuma ada di atas kertas, Mas. Cepat atau lambat kita akan bercerai.""Lho, siapa yang ingin bercerai? Aku juga belum bilang talak ke kamu.""Sudahlah, Mas. Pokoknya sekarang aku gak mau jadi istrimu lagi. Jijik!"Patno tersinggung dengan perkataan istrinya itu. Dia mengepalkan tangan lalu menaiki ranjang dan berusaha mendekati Sumi.Dirangkulnya wanita itu dan Patno berusaha mendekatkan bibirnya pada wajah Sumi, tetapi karena Sumi terus memberontak sekuat tenaga, Patno jadi kewalahan. "Diem, Sum.

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   10

    Setelah mengambil uang satu juta dari ATM, Sumi memasukkan uang itu ke dalam tas dengan hati-hati. Untung saja dia masih memiliki uang gaji, bonus hari raya, dan juga bonus dari majikannya. Jika tidak, dia pasti akan lebih bingung dan pusing karena di kampung sekarang semua serba uang dan serba mahal. Jika dulu Sumi ngojek dari rumah ke pasar, biayanya masih lima ribu. Kalau sekarang, paling tidak empat puluh ribu. Dia berencana memberikan sebagian uang itu pada Legi dan sebagian lainnya dia ingin menggunakan untuk kebutuhannya sendiri. Dia juga ingin mengajak Risma makan dan jalan-jalan. Semoga saja anak itu tidak menolaknya karena tadi saat dia ingin bicara dengannya ketika akan pergi ke sekolah, anak itu langsung lari menghindari Sumi. "Mbak Sumi? Betul Mbak ini Mbak sumi?" tanya seorang pria yang baru saja turun dari mobil ketika melihat Sumi keluar dari bilik ATM. Sumi jadi bingung. Dia tidak mengenali lelaki itu. Dilihat betul-betul wajahnya, tetap saja dia gak kenal. "Siapa

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   11

    Sumi mendesah pelan ketika akhirnya Budi tidak langsung membawanya ke rumah, tetapi malah ke warung makan. Dan mau tak mau Sumi pun duduk daripada harus ribut dulu. Malu kan kalau jadi tontonan orang-orang?"Ayo Mbak pesen," kata Budi ketika Sumi hanya diam memandangi makanan-makanan itu."Kalau aku yang pesenkan, satu warung nanti tak borong semua, lho," lanjut pria itu sambil memarkan senyum yang memang selalu jadi andalannya.Karena takut Budi akan benar-benar melaksanakan apa yang dikatakannya, Sumi langsung memesan. "Nasi pecel satu, Mbak. Disiram kuah semur, nggih.""Minumnya nopo, Mbak?" tanya penjaga warung itu dengan ramah."Es teh manis mawon."Pandangan mata penjaga warung itu pun langsung berpindah pada Budi yang menyalakan rokoknya. "Mas makannya apa?""Lontong tahu, Mbak. Sama es jeruk," kata Budi santai sambil mengisap dalam-dalam rokok yang tidak pernah absen ketika dia sedang makan.Begitu makanan disajikan, Sumi terlihat sangat menikmati nasi pecel yang dipincuk deng

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   12

    Sumi tersenyum bahagia ketika membaca pesan dari Risma. Rupanya anak itu sedikit mau membuka hati untuk ibunya. "Risma mau makan di mall." Itulah isi pesannya. Singkat, padat, dan jelas.Tanpa pikir panjang Sumi langsung menyiyakan dan meminta Risma untuk bersiap-siap untuk makan malam. "Ibuk tunggu di depan rumah ya, Nduk," balas Sumi sambil cengar-cengir sendirian. Padahal hanya makan bersama anak sendiri, tapi girangnya bukan main seperti akan kencan dengan kekasih. Setelah sepuluh menit Sumi menunggu di depan rumah, Sumi melihat Risma keluar dari dalam. Anak remaja itu mengenakan baju gamis dan juga jilbab yang berwarna senada. Sumi berdecak kagum akan kecantikan putrinya. Dia yakin kalau sudah dewasa nanti, Risma akan menjadi rebutan para pemuda. Ah, Sumi jadi membayangkan dia jadi nenek dan menimang cucu dari anak-anaknya."Mau makan apa, Nduk?" tanya Sumi begitu mereka turun dari mobil yang dicarter Sumi. Dia tak ingin anaknya kelelahan naik ojek, itu sebabnya dia menyewa

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   13

    Waktu baru menunjukkan pukul empat, tapi Sumi sudah terbangun. Dengan sangat hati-hati dia bangkit dari kasur agar tidak membangunkan Risma. Sebelum pergi dari kamar itu, Sumi membetulkan selimut yang menutupi tubuh cungkring Risma. "Maafkan Ibuk, Nduk. Ibuk sudah jahat padamu karena ketidak tahuan Ibuk," gumam Sumi sambil menghapus air matanya.Setelah itu Sumi mengambil ayam goreng semalam lalu mengendap-endap keluar dari rumahnya sendiri seperti maling dan pulang ke rumah emaknya. Begitu dia selesai mengganti baju dan menaruh tasnya di kamar, Sumi langsung menuju dapur untuk menanak nasi. Dia juga membuka kulkas dan mencari sesuatu yang barangkali dimasak untuk sarapan. Tak lupa juga Sumi mencari kotak makan di dalam lemari yang isinya semrawut bukan main. Dia ingat sekali dulu pernah membeli banyak tupperware. Begitu ketemu, Sumi langsung mencuci tupperware itu dan menyiapkannya untuk membawakan bekal pada Risma. "Ngapain ke sini lagi, Mbak?" tanya Santi di ruang tamu yang sed

    Last Updated : 2024-09-03
  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   14

    "Ngapain sih Mbak ke sini lagi?" tanya Santi kesal ketika melihat kakaknya muncul lagi di rumah yang dianggap rumahnya. Ditambah lagi Sumi bawa-bawa sapu begitu. Bikin gondok saja! Masuk rumah orang sudah seenak jidat, tanpa permisi pula!"Bersihin kamar Risma," jawab Sumi tak kalah judesnya. "Pergi keluar sana kalau gak mau kena debu yang bikin asmamu kumat!" katanya lagi tak kalah gondok dengan Santi. Ini kan rumahnya, jadi Sumi bebas masuk sesuka hatinya.Santi yang sedang mengajak main anaknya langsung meremas balon milik Khalisa hingga meletus. Dia ingin sekali mengusir Sumi dari rumah itu, tapi dia tak berdaya. Dan kalau ngadu sama suaminya, Patno pasti hanya akan menyuruhnya sabar. Huh, bikin kesal saja!Begitu Sumi selesai mengemas barang-barang Risma, dia langsung meminta tolong pada tetangganya untuk mengangkat kasur dan juga mencabut ambalan yang ada di tembok. Begitu selesai, dia langsung membersihkan kamar itu dan langsung menelepon Pak Joyo untuk mengantar barang-barangn

    Last Updated : 2024-09-03

Latest chapter

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   24

    Kamu sudah bangun, San?" tanya Sumi ketika melihat adiknya yang pingsan sudah membuka mata. "Tadi Pak Polisi bawa kamu ke rumas sakit dan dimintai tolong Emak untuk nelpon aku. Makanya aku ke sini.""Mmmba—." Santi ingin membalas, tapi bibirnya sulit digerakkan. Ketika dia ingin mencoba menggerakkan tangannya pun tidak bisa. Tubuhnya, bibirnya, lidahnya, semua terasa kaku. "Cepat panggil dokter, Sum!" suruh Legi yang panik melihat keadaan anaknya seperti itu."Iya, Mak." Sumi langsung memanggil dokter sambil berpikir dengan cemas. "Ya Allah ... sepertinya Santi terkena stroke."Begitu dokter datang dan memeriksa, Santi disarankan untuk melakukan CT-scan dan juga cek darah. Tanpa pikir panjang Sumi pun meminta tolong pada dokter agar mengurus semua yang perlu dilakukan oleh adiknya. "Semua ini salahmu, Sum!" ucap Legi ketika mereka berdua sedang berada di luar radiologi menunggu Santi yang sedang melakukan CT-scan. "Sampai kapan Emak akan berhenti menyalahkanku soal Santi, Mak?" tan

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   23

    Apa yang Santi takutkan terjadi. Siang itu sekitar jam dua Patno pulang sambil berteriak-teriak. Santi yang mendengar suara suaminya langsung ketakutan. "San, kamu di mana?" panggil Patno yang sudah mencari-cari di mana istrinya. Dia tahu kalau istrinya itu ada di rumah karena Santi jarang ke rumah tetangga. "Santi, ini ada makanan. Cepat siapkan piring."Makanan? Santi yang sejak tadi bersembunyi di dalam lemari langsung berlari ke luar kamar. Patno yang melihat istrinya pun langsung memberikan bungkusan plastik kresek berisi sate kambing dan juga gulai. "Dapat dari mana, Mas?" tanya Santi heran."Sudahlah. Jangan banyak tanya. Ini ada uang juga," kata Patno memberikan uang lima juta pada istrinya. Uang itu berwarna merah semua dan terlihat masih baru. "Dapat dari mana, Mas? Menang judol?""Nggak. Judol kalah terus. Udah sana siapkan makan. Aku lapar! Oya, mana Khalisa?""Main, Mas. Nanti aku panggil suruh pulang."Buru-buru Santi menyiapkan makan untuk suaminya. Dia tak ingin m

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   22

    "Mana makanannya, San?" teriak Patno dari dapur. Saat membuka tudung saji tidak apa-apa di atas meja. Jangankan sayur atau ikan, nasi putih saja tidak ada. "Ada apa sih Mas teriak-teriak? Kayak orang hutan aja!" Santi yang baru muncul dari kamar menjawab dengan gemas. Padahal dia kan baru saja istirahat rebahan di kamar, ee malah suaminya mengganggu. "Lho kok malah nanya ada apa? Piye to kowe ki? Mana makananya?" Patno membuka lagi tudung saji yang tadi sempat dia tutup."Lha, kok nanya aku?" Sumi yang dimarahi jadi ikutan marah juga. Nada bicaranya juga tak kalah tinggi dengan nada bicara suaminya."Emange Mas Patno ngasih aku uang belanja? Ora, to? Lha kok minta makan!"Patno yang geram langsung membanting tudung saji ke lantai. Dia menganggap sekarang Santi tak semanis dulu. Sekarang semuanya serba sepet dan pahit! "Kamu itu uang belanja terus yang dipikirin! Selama ini uang yang aku kasih ke mana? Kamu itu wis boros, gak bisa nyari duit kayak Sumi, tapi kebanyakan gaya!"Sumi?

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   21

    Palu telah diketuk. Sumi dan Patno sudah resmi bercerai dengan pembagian harta gono-gini yang menurut Sumi semua itu sudah lebih dari cukup meski terkesan tidak adil.Dia memperoleh sebuah mobil atas nama Santi dan juga sebuah sepeda motor yang akhirnya dia jual setelah melalui banyak pertimbangan. Dia memutuskan untuk membiarkan rumah itu dihuni oleh mantan suami dan adiknya. Bukan karena dia baik, sama sekali bukan. Namun, bagaimana pun Sumi merasa Santi tetap adiknya bagaimanapun rasa sakit yang telah diberikan olehnya. Selain itu juga dia tak ingin ribut dengan Legi dan semakin dibenci oleh emaknya sendiri.Dengan uang penjualan kendaraan, Sumi memutuskan untuk membeli rumah daerah perkotaan. Rumah itu adalah rumah bekas pakai dan tak begitu luas. Meskipun demikian, Sumi sudah cukup senang karena dia masih memiliki sedikit sisa uang dari hasil penjualan kendaraan. "Seneng deh, Buk punya rumah baru!" celoteh Risma yang sekarang punya kamar lebih luas daripada yang dulu. Barang-ba

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   20

    "Jadi pulang hari ini, Res?" tanya teman sekamar Restu ketika melihat gadis itu sedang mengemasi barang-barangnya ke dalam tas. Semalam ibunya meminta Restu untuk pulang karena ada hal penting yang ingin dibicarakan. Sebetulnya Restu sudah tahu apa yang hendak dibicarakan ibunya karena Risma sudah memberitahu kejadian apa yang sedang mengguncang keluarganya, tetapi Restu memang sengaja tidak ingin banyak bicara pada Sumi. Bagi Restu, apa pun masalah yang terjadi di rumahnya, bagi gadis itu tetap saja hubungan antara dirinya dan Sumi sulit diperbaiki. "Jadi, Zi. Males, sih. Tapi mau gimana lagi?" Restu menjawab sambil memeriksa dompetnya dan memastikan bahwa uang, SIM, dan surat motor sudah ada di sana. "Kenapa sih lo gitu banget sama nyokap, Res? Gimana pun juga kan itu nyokap lo. Waktu dulu ke sini itu, lo usir pula. Kagak takut dicap anak durhaka?" tanya Zia penasaran sambil ngemil bakwan goreng yang tadi dia beli di

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   19

    "Habis nangis, Nduk?" tanya Sumi terus terang ketika menjemput Risma sekolah. Anak gadis yang sedang membonceng ibunya itu langsung mengeratkan pegangan tangannya di perut Sumi lalu menyandarkan kepalanya di punggung Sumi yang hangat karena tersengat matahari."Aku malu dihina temen sekolah, Buk. Katanya Risma punya bapak penjahat dan calon napi."Ya, Allah. Hanya kata-kata itu yang keluar dari bibir Sumi karena dia benar-benar tidak tahu harus bicara bagaimana. "Risma jengkel karena sering jadi bahan bully temen-temen, Buk. Sering dikatain punya dua ibu dan sekarang dikatain anak penjahat. Risma gak mau sekolah lagi, Bu," kata Risma lagi dengan jengkel sambil sesekali menghapus air matanya. "Maafin Ibuk ya, Nduk," balas Sumi yang tidak pernah tahu bahwa selama ini anaknya menjadi bahan ejekan teman-teman sekolahnya. Sekarang dia mengerti, itukah sebabnya tempo hari Risma menanyakan soal perceraian? Karena dia tak mau di

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   18

    "Ya, Allah ...." Sumi kaget ketika melihat keadaan Budi yang terkapar di ranjang rumah sakit dengan wajah yang ditotol obat merah dan mata yang bengkak. Herannya, lelaki itu justru tersenyum saat tahu siapa yang datang menjenguknya."Gimana keadaanmu, Bud?" tanya Sumi dengan perasaan ngeri. Dia tak pernah berpikir bahwa suaminya akan berbuat demikian. Cemburukah dia? Kalau iya, sungguh egoisnya seorang lelaki. Patno sendiri memiliki dua istri, tapi dia tak suka jika istrinya bersama lelaki lain."Maafkan aku, Bud. Gara-gara aku kamu jadi begini," ucap Sumi penuh sesal. Seandainya saja tadi pagi dia tidak berhenti saat mobil Budi mogok di jalan, barangkali Patno tak akan marah dan merasa cemburu. "Jangan begitu, Mbak. Bukan salahmu." Budi berusaha menghibur Sumi meskipun itu percuma saja."Tetap saja aku yang salah. Gimanapun juga Mas Patno masih suamiku dan sekarang dia sedang dipenjara dan kamu jadi begini gara-gara aku."

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   17

    "Kenapa sih kamu deket-deket sama lelaki itu, Sum?" tanya Patno jengkel karena tadi dia melihat istrinya jalan bersama pria lain sampai depan rumah. Dan yang paling menjengkelkan lagi, Patno melihat mereka sangat akrab dan ngobrol sambil senyum-senyum. Sumi yang sedang membersihkan kamar Risma pun mau tak menyahut agar suaminya itu tak lagi mengganggu dan mengawasinya seperti seorang sipir yang mengawasi seorang tahanan ketika sedang bekerja. Selain merasa tak nyaman, Sumi juga merasa risih karena Patno terus melihatnya. "Kebetulan aja tadi ketemu," jawab Sumi ketus."Gak malu dilihatin tetangga?"Hah? Malu? Pikir Sumi tak kalah kesalnya karena Patno berbicara seolah-olah bahwa Sumi adalah istri yang berlumur dosa karena jalan berduaan dengan Budi Hartono. "Buat apa malu? Kalau ada yang perlu malu itu harusnya bukan aku," sahut Sumi sambil mengambil keranjang kotor berisi pakaian Risma begitu dia selesai mengelap lantai dengan kain basah. "Sudahlah, Mas. Tidak perlu lagi ngurusi u

  • Saat Aku Tak Lagi Jadi TKW   16

    Seperti biasa, Budi selalu bangun sebelum pagi dan meninggalkan rumah sebelum pukul delapan pagi, tetapi hari ini sedikit berbeda. Dia ingin keluar rumah lebih awal agar bisa bertemu dengan Sumi.Kemarin sebelum pulang, Sumi bilang pada Risma akan mengantarkannya ke sekolah pakai sepeda. Kalau pagi ini diabisa melihat pujaan hatinya, kerjanya pasti juga akan lebih semangat.Dia tahu apa yang hendak dilakukan ini konyol karena status Sumi yang masih memiliki suami, tapi apa salahnya? Di mata Budi, sepertinya pernikahan mereka tidak akur dan lagi mereka tak lagi tinggal serumah. Lagipula, Cinta itu kan tidak dosa. Dan misalnya pun dosa, Budi rela menjadi orang berdosa asal bisa mencintai Sumi.Semalaman dia berpikir dan bertekad akan menunggu Sumi sampai wanita itu bercerai. Dia tak peduli jika ada yang menganggapnya sebagai pebinor alias perebut bini orang. Karena yang terpenting baginya adalah dia bisa membantu Sumi.***"Ini uang sakumu, Nduk," kata Sumi sambil menyodorkan uang lima

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status