"Om, aku dan Fani temanku sudah sepakat dan mau dengan tawaran Om tadi."
Setelah aku dan Fani berunding akhirnya menyepakati, tadi dari toilet berdua Fani, lalu ku berjalan ke sofa dan duduk di sebelah Om Rudi. Tangannya kembali lagi merangkul pinggangku, sepertinya memang Om Rudi sudah tidak tertahankan.
"Ya sudah, nanti jam berapa Om jemput," tanya Om Rudi padaku.
"Masalah harga gimana Om," aku mempertegas mengenai uang nantinya.
"Ya kamu maunya berapa sayang, jadi berdua berapa? Sebut saja," tanya Om Rudi.
"Duh Om, aku kan enggak pernah," sandiwara akting aku perankan.
"Oalaa, kamu belum pernah toh, serius! Tapi sudah pernah berhubungankan, apa kamu masih perawan?" Tegas Om Rudi serius.
"Ya berhubungan pernah Om, duh si Om pertanyaannya, heee," ucapku sambil mesem-mesem.
"Eh, kirain, ya udah gini saja, nanti Om kasih sebesar ....," Om Rudi mengatakan kepadaku uang yang akan diberikannya nanti dengan jumlah yang fantastis, harganya jauh di atas kesepakatan aku dan Fani.
"Oke Om, deal," segera aku menyatakan setuju banget.
"Jangan terlalu pagi ya, kalau bisa sih ya, kamu berdua izin," pinta Om Rudi.
"Ya sudah Om, bisa," aku mengiakannya.
"Kalau gitu Om udahan dulu, ini sebagai tanda jadi dan ini tips karena sudah menemani Om bernyanyi."
Om memberikan uang kepadaku, uang tips yang diberikannya lumayan besar, beda diantara tamu-tamu yang lainnya, ah beruntung sekali rasanya aku malam ini. Aku menerimanya dengan senyum sumnringah dan sangat puas.
"Oke ya, nanti Om jemput, kamu telpon Om kalau memang bisa izin, kabari secepatnya."
Pintanya, Om Rudi berdiri dan hendak melangkah ke luar room, aku mengikutinya, disusul juga temannya Om yang bersama Fani, terlihat Fani juga tersenyum lepas. Melangkah lagi menuju resepsionis, Om Ingin membayar bill semuanya.
Beberapa teman kerja yang masih duduk melihatku dan Fani dengan jutek termasuk si Burik musuhku.
Tagihan telah dibayar Om Rudi dan mengekuarkan lagi beberapa lembar uang.
"Sayang, coba kasihkan teman-teman kamu seratus ribu tiap orang," perintah si Om.
"Baik Om," aku meraih uang itu dan memanggil teman-teman.
"Ini, mau uang enggak!" Teriakku sambil memperlihatkan uang itu pada mereka.
Mereka yang sedang duduk-duduk lekas bangun dan menghampiriku, satu persatu aku membagikannya tanpa nelihat wajah mereka, karena aku masih kesal dengan si Burik sainganku. Dendamku malam ini terbalas secara telak.
"Sayang, sudah ya, nanti Om jemput," ucap Om dengan nada sedikit keras hingga terdengar teman-teman lainnya.
"Iya Om sayang," sahutku pada Om Rudi sambil tersenyum.
Aku melihat raut wajah mereka yang iri, ada yang mengkerutkan wajahnya heran mendengar perkataan Om mau jemput.
Aku menggandeng Fani menuju sofa dan menjauh dari mereka-mereka, kemudian aku memberi tahu jumlah bayaran yang luar biasa besarnya, aku berbisik ke telinga Fani soal kencan di luaran nanti.
"Fan, loe mau tahu enggak, si Om memberikan harga berapa?" Bisikku pada Fani.
"Harga yang kesepakatan kita, tadikan?" Tanya Fani yang tahunya harga nanti sesuai yang kita sepakati.
"Harga yang tadi kita sepakati, Om malah menaikkan hingga 3 kali lipat, gila enggak tuh!" Cetusku pelan dan semangat.
"What! Berarti jumlahnya nanti .... Edan! Mantap dong kalau gitu," Fani menjawab dengan senangnya dan kegirangan.
"Makanya, mantap banget Fan, kebetulan banget deh, kita sedang tidak punya uang," celetukku.
"Ini dia sudah bayar tanda jadi juga loh, Fan, ada di gue ya," aku memberi tahu Fani.
"Ya udah Sis, pegang saja, btw tadi loe dikasih tips berapa, gede pastinya ya, gue juga lumayan nih, baru tumben nih dapat tamu yang royal banget," ujar Fani.
"Iya Fan, gede, nih loe mau lihat, itung aja sendiri," aku memperlihatkan uang pemberian Om Rudi.
Ternyata di sela obrolan aku dan Fani, beberapa pasang mata memperhatikanku, tidak sengaja pandanganku beralih pada teman-temanku tidak jauh dari sofa yang aku duduk bersama Fani, mereka tetangkap basah karena sedang memperhatikanku.
Fani terkejut melihat jumlah yang diberikan Om Rudi.
"Fan, kata Om, kita disuruh izin, nanti di jemput."
"Oke kalau gitu, bentar gue ngomong dulu sama atasan."
Karena aku dan Fani sudah dapat pemasukan, jadi boleh saja untuk izin pulang. Waktu pulang jam kerja selesai, hanya tersisa 2 jam lagi.
Setelah izin aku menelpon Om Rudi dan mengatakan untuk menjemputku.
Aku merapikan diri dan membersihkan diri terlebih dahulu, memakai parfum andalanku. Kemudian melangkah berdua Fani keluar parkiran menunggu kedatangan Om Rudi dan temannya.
Bersambung.
Aku dan Fani tengah berada pada sebuah parkiran mobil, menunggu Om Rudi yang sedang on the way. Ada perasaan grogi juga sih, gemetar gitu, sudah sekian lama juga aku tidak pernah mau diajak kencan di luaran gini.Malam itu angin serasa lebih menusuk, waktu telah menunjukkan pukul 12, hati memang tidak bisa dibohongi, biar bagaimanapun juga, merasa jadi pusat perhatian di luaran ini. Maklum waktunya memang sudah semestinya berada di dalam rumah.Lama menunggu akhirnya datang juga, sebuah mobil sport keren seharga M-an, mungkin, melaju mendekatiku.Brem ... Brem ....Suara mobilnya yang mengikat mata beberapa orang yang melihatnya."Ayuk sayang, kita jalan sekarang," sapa Om Rudi dari dalam mobilnya."Yuk Om, senyumku menyambutnya dan aku mencolek Fani, kemudian kami berdua melangkah dan masuk ke dalam mobil."Ok, kita berangkat," Om Rudi melaju lambat mobilnya.Keluar area da
Om Rudi kuat sekali, aku kelabakan melayaninya, pasti dia meminum obat kuat, huft," dalam hati berucap.Berbaring di atas ranjang tanpa sehelai pakaian dan hanya menutupi dengan selimut, menghela nafas merasakan lelah yang sangat luar biasa, sudah lama sekali aku tidak bergelut dengan kenikmatan ini, tapi ini lebih dari wajarnya. Memandangi Om Rudi dengan badannya yang atletis menuju kamar mandi. Nafasku masih terengah-engah. Andai boleh, mungkin aku memintanya untuk menyudahi, tapi ... Tugasku ya, melayaninya."Siska, makan dulu yuk, kamu mau makan apa?"Sembari melangkah menghampiriku menawarkan makanan, Om Rudi duduk di sebelahku, usapan lembut tangannya merapikan rambutku, aku sangat senang sekali dengan sikap penyayangnya."Makan apa saja deh Om, terserah Om saja.""Oke, sebentar Om pesan dulu."Menakan tombol telepon yang terhubung dengan resepsionis. Aku sedikit bangun dan menyandarkan tubuhku, terbayang setelah makan, apa
Aku dan Fani masih di dalam kamar hotel, Fani mendatangi kamar hotelku. Waktu chekout masih beberapa jam lagi, sembari berdandan kami bercerita tentam semalam."Gila! Fan, Om Rudi kuat banget, gue sampai pegel-pegel, minum obat kuat kali, ya," aku menceritakannya."Pastinya Siska, enggak mungkin Om-om seumuran seperti mereka kuat senggama, Om yang sama gue juga gitu, buas banget, huaah, nambah pula," ujar Fani menarik nafas."Jiah, senasib dah Fan dan tahu enggak Fan, minggu depan mau mengajak kita lagi dengan bayaran yang sama, gimana?" Tanyaku pada Fani."Sikatlah Sis, lumayan lah, heee. By the way, gue enggak masuk ah, hari ini, mau belanja kebutuhan dan cape banget," tutur Fani."Yah gue juga dah Fan, gue mau luluran dan pijat, memanjakan diri lah, enak kayaknya nih," inginku."Ide bagus tuh Sis, yuk bareng.""Udah yuk, kita cekout sekarang."Ajakan Fani aku setujui, merapikan diri dan bersiap keluar dari kamar.
Memanjakan diri, menikmati hidup duniawi dengan merabat tubuh, berbaring pada sebuah ruangan, aroma terapi yang aku hirup membuatku terhempas pada segemgam rasa. Pijatan lembut kaki dan seluruh badanku merenggut kewarasanku. Aku dibuatnya mengantuk, lemas lunglai tidak berdaya. Benar-benar sensasi luar biasa yang aku rasakan, berharap segala kelelahan di setiap saraf dan otot pulih kembali.Hingga, aku tertidur dengan lelapnya."Mba, sudah selesai," colekan lembut karyawati itu setelah selesai memijat."Mmm ... Sudah selesai ya Mba, maaf aku ketiduran," aku paksakan membuka mata dan beranjak bangun.Aku mencium lengan tanganku, wangi aromanya sungguh tidak membosankan, sehelai handuk yang aku pegang dengan tanganku menutupi separuh badanku. Melanjutkan mandi dengan air hangat, membasuh secara perlahan sedikit demi sedikit kulitku yang berkilau, sambung lagi dengan ritual mandi seperti biasa, ah! Segarnya.Selesai memakai pakaian aku keluar da
"Dih, perasaan cantikan gue, warna kulit juga putihan gue, kenapa dia selalu diperebutkan Lelaki, ya."Siska iri melihat temannya dari kejauhan yang selalu di dekati Lelaki dan mengobrol dengan dekatnya."Fani ...! Sini deh."Temannya Fani menghampiri."Eh, lo lihat deh si sok cantik itu, kenapa dia selalu di dekati para Lelaki, ya, coba lo lihat gue, cantikan mana gue sama dia! Jawab jujur," tanyaku pada Fani."Secara fisik cantikan elo, tapi kalau lihat auranya kenapa dia lebih enak di lihat, ya. Kalau warna kulit jelas elo Say, putih bersih, nah yang gue bingung ya, itu tadi. Si sok cantik itu ronanya kayaknya wah gimana, gitu."Fani juga menjadi berpikir dan terheran-heran, memang sempat mengucap juga hal yang sama seperti Siska. Kenapa bisa lengket Lelaki kalau sudah mengobrol dengannya."Nah itu dia Fan, sudah dari bulan lalu gue perhatiin tuh burik, lihat aja
"Sudah makannya? Aku pesan taksinya sekarang, bagaimana," tanya Fani."Boleh, aku bayar dulu, ya. Sekalian membeli minum untuk di jalan," aku bangun dan membayarnya."Bentar lagi taksi datang Say, kebetulan sedang dekat sini, yuk ke depan," ucap Fani berdiri dan membersihkan mulutnya dengan tissue."Yuk, sudah aku bayar semua," aku melangkah dan dan disusul Fani berjalan."Bu, saya sudah di titik jemputan," pesan dari Supir Online."Tunggu ya, Pak," gegas Fani dan mengajak Siska menuju mobil.Langkah cepat menghampiri mobil itu."Bapak Jajang, ya," tanya Fani memastikan nama Supir."Iya Bu, dengan Bu Fani, ya, silahkan masuk Bu," Supir mempersilahkan."Selamat menjelang siang Bu," sambut Supir.
Cepat sekali ya susuk itu bekerja, perasaan baru saja. Ibu warung langgananku mengatakan aku terlihat berbeda hari ini. Aku masih berdiri di depan etalase warung sebuah kantin dekat tempat kerjaku, menunggu pesanan makanku sedang di ambilkan. Perasaanku sepertinya beberapa mata memperhatikanku, segera aku menoleh ke belakang, eh iya! Benar saja. Dua orang Lelaki yang tengah duduk sembari makan melihatiku. Ketahuan deh kamu ... Gumamku dan aku lontarkan senyum tipis kepada dua Lelaki itu, setipis gorengan tempe yang aku pesan ini, hehee. Ih, senyumku dibalasnya lagi. Aku menengok ke arah Fani yang sedang memesan makanan juga di tempat lain. Selera makan kami berdua berbeda, masing-masing dari kami mempunyai warung makan langganan namun kini, pantangan kami sama. "Makannya ini saja, ya," ucap Ibu warung memberikan sepiring nasi dan lauk pauknya. "Udah Bu, itu saja," jawabku dan meraih piring itu. &nbs
Aku dan Fani sedang mengganti pakaian di ruang ganti, teman-teman seprofesi juga ada dan mereka sudah lebih dulu datang dan rapih termasuk si Burik sainganku. Ia rupaya telah rapih dan standby.Hanya pekerjaan ini yang aku bisa lakukan, sekolah saja hanya lulusan menengah pertama, bukan aku tidak mau mencari pekerjaan lain, sudah aku coba namun sulit, sedangkan kebutuhan dan tanggungan yang aku punya terus berjalan. Terpaksa aku menjalani pekerjaan ini sebagai pemandu lagu. Aku juga memiliki keahlian dalam bernyanyi.Kami telah selesai ganti baju dan berjalan keluar dari ruang ganti bergabung bersama teman-teman yang lainnya."Siska ... Sini deh," temanku bernama Meli memanggil."Ada apa Mel?" Jawabku menghampirinya sambil merapikan rambutku."Coba diam dulu dah."Meli memandangi wajahku dengan teliti, tangannya mengelus-elus pipiku. Entah apa yang ada dipikirannya.